Infografis: Mujahid Alawy (http://bit.ly/1WbGsga)
Bagaimana kabar Floating Storage and Regasification Unit (FSRU) Lampung yang sebentar lagi akan menginjak tahun kedua setelah diresmikan pada 7 April 2014 lalu. Tentunya masih ingat dalam benak kita, bagaimana FSRU yang memiliki kapasitas penampung LNG 170.000 meter kubik dan kemampuan regasifikasi 240 MMSCFD (juta kaki kubik per hari) ini sempat mangkrak selama 7 bulan sebelum akhirnya mulai beroperasi kembali pada Oktober 2015 lalu.

Dilansir dari laman resmi Kementerian ESDM, PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk (PGN) menyiapkan infrastruktur gas bumi, yakni fasilitas FSRU Lampung guna mendukung keandalan pasokan gas bumi di wilayah barat dan wilayah tengah Indonesia. Selain untuk memenuhi kebutuhan gas bumi bagi pelanggan eksisting seperti industri, komersial, UKM, dan rumah tangga, keberadaan FSRU Lampung juga untuk mendukung sektor kelistrikan.

Masih dari website resmi Kementerian ESDM, dalam proyek listrik 35.000 Mw, sekitar 13.432 Mw pembangkit listriknya akan menggunakan bahan bakar gas. Total gas yang diperlukan sekitar 1.009 juta kaki kubik per hari (MMSCFD). Pembangkit Listrik Tenaga Gas (PLTG) di proyek listrik 35.000 Mw antara lain adalah PLTGU Jawa 1 1.600 Mw, PLTGU Jawa-Bali 3 Peaker 500 Mw, PLTGU Muara Karang (peaker) 500 Mw, PLTGU Jawa 2 (Tanjung Priok) 800 Mw, PLTMG Belitung V 30 Mw, PLTMG Bangka Peaker 100 Mw, PLTMG Tanjung Pinang II 30 Mw, PLTMG Bengkalis 18 Mw, PLMG MPP Kaltim 30 Mw, PLTGU Sulsel Peaker 450 Mw dan banyak lagi lainnya.

Berkaca pada hal di atas, tentunya ini menjadi sebuah capaian besar yang dilakukan FSRULampung. Sudah diungkapkan sebelumnya bahwa FSRU yang terletak di lepas pantai dan berjarak sekitar 21 Km dari Labuhan Maringgai – Lampung ini sempat ‘mati suri’. Hal ini terjadi salah satunya karena belum ditemukannya kata sepakat terkait harga yang ditawarkan antara pihak PT PGN LNG Indonesia dengan PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) sebagai pembeli terbesarnya. Hal ini yang membuat FSRULampung sejak awal 2015 lalu sempat tidak bisa menyalurkan gasnya.

Kini, hasilnya dapat dilihat bersama, FSRU Lampung yang tadinya ‘mati suri’ karena tidak memiliki pembeli, justru di awal April hingga akhir tahun ini akan menerima dan menyalurkan 8 kargo atau setara 1,1 juta meter kubik LNG. Dengan begitu, FSRULampung yang dulu sempat ditolak PT PLN, saat ini siap mendukung proyek listrik 35.000 Mw yang dicanangkan Presiden Joko Widodo.

Sumber:



Tulisan ini disumbangkan untuk jadi artikel situs Si-Nergi
Sumber foto: http://bit.ly/23gcZxa
Guna mendukung megaproyek listrik 35.000 megawatt (Mw) yang digagas Presiden Joko Widodo, PT PerusahaanGas Negara Tbk (PGN) menyiapkan infrastruktur gas bumi yakni fasilitas kilang gas terapung (Floating Storage and RegasificationUnit/FSRU) Lampung. Fasilitas terapung penyimpanan dan regasifikasi ini untuk menyalurkan gas bumi bagi kebutuhan pembangkit listrik di wilayah barat dan tengah Indonesia.

Dikutip dari laman resmi Kementerian ESDM, Sekretaris Perusahaan PGN, Heri Yusup mengungkapkan bahwa FSRULampung ini tidak hanya digunakan untuk memasok kebutuhan gas bumi bagi pelanggan industri, komersial, UKM, dan rumah tangga, melainkan juga untuk mendukung sektor kelistrikan. Hal ini sejalan dengan megaproyek listrik 35.000 Mw yang dicanangkan Presiden Joko Widodo, terutama untuk yang berada di Jawa bagian barat dan Sumatera bagian selatan.

Heri juga menjelaskan, ada sekitar 13.432 Mw dari 35.000 Mw megaproyek pembangkit listrik yang akan menggunakan bahan bakar gas. Pembangkit Listrik Tenaga Gas (PLTG) itu antara lain PLTGU Jawa 1 kapasitas 1.600 Mw, PLTGU Jawa-Bali 3 Peaker 500 Mw, PLTGU Muara Karang (peaker) 500 Mw, PLTGU Jawa 2 (Tanjung Priok) 800 Mw, dan PLTMG Belitung V 30 Mw. Selain itu, PLTMG Bangka Peaker 100 Mw, PLTMG Tanjung Pinang II 30 Mw, PLTMG Bengkalis 18 Mw, PLMG MPP Kaltim 30 Mw, serta PLTGU Sulsel Peaker 450 Mw.

Dengan kapasitas pembangkit sebesar itu, maka gas yang dibutuhkan sekitar 1.009 juta kaki kubik per hari (MMSCFD). Sementara itu, FSRU Lampung tahun ini akan menyalurkan 1,1 juta meter kubik atau setara delapan kargo gas alam cair atau Liquefied Natural Gas (LNG). Gas ini berasal dari Kilang LNG Tangguh Papua, dan akan disalurkan secara bertahap mulai April nanti hingga akhir tahun ini.

Sekadar informasi, FSRU Lampung adalah sebuah terminal terapung yang di dalamnya dilengkapi fasilitas penampungan LNG dan mengubah LNG menjadi gas (regasifikasi). Jadi, LNG itu sebelum disalurkan akan melalui proses regasifikasi di FSRU Lampung. Dari sana, gas tersebut mengalir melalui pipa bawah laut menuju ke stasiun penerima di Labuhan Maringgai yang terhubung dengan pipa South Sumatera West Java (SSWJ). Dengan begitu, gas tersebut dapat didistribusikan ke pelanggan PGN di Jawa bagian barat dan Sumatera bagian selatan.

FSRULampung sendiri diresmikan pada 7 April 2014 lalu ini memiliki dimensi LOA 294 meter, luas 66 meter, dan kedalaman 26 meter. Selanjutnya untuk berat FSRU Lampung di dalam air laut adalah 81.900 ton dengan memiliki kapasitas penampung LNG 170.000 meter kubik dan kemampuan regasifikasi 240 MMSCFD (juta kaki kubik per hari). FSRU Lampung terletak di lepas pantai, yang berjarak sekitar 21 Km dari Labuhan Maringgai, Lampung. Keberadaan FSRU Lampung menurut Heri sangat mendukung pemanfaatan sumber gas di luar wilayah Indonesia bagian Barat untuk dimanfaatkan bagi kebutuhan gas bagi Sumatera bagian selatan dan Jawa bagian barat. Apalagi produksi minyak dan gas bumi di Indonesia bagian barat saat ini cenderung menurun, sehingga perlu pasokan dari luar dari. Hal itu tentu butuh regasifikasi.

Sumber:
http://katadata.co.id/berita/2016/03/29/fsru-lampung-siap-dukung-mega-proyek-listrik-jokowi#sthash.oMSTU3Km.RvejIUDO.dpbs



Tulisan ini disumbangkan untuk jadi artikel situs Si-Nergi
PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk, awal April 2016 ini akan menambah 8 kargo gas untuk fasilitas penyimpanan dan regasifikasi terapung Floating Storage and RegasificationUnits (FSRU) Lampung. Penambahan volume ini untuk mendukung pemenuhan kebutuhan gas bumi bagi pelanggan PGN di Jawa bagian barat dan Sumatera bagian selatan.

Sebenarnya, penambahan volume ini sudah direncanakan PT PGN sejak tahun lalu. Hal tersebut karena melihat peningkatan permintaan gas alam cair atau Liquefied Natural Gas (LNG) yang cukup signifikan sejak awal Oktober 2015 seiring upaya pemerintah yang semakin menggalakkan program konversi bahan bakar minyak (BBM) ke gas.

Awalnya, FSRU Lampung yang dikelola PT PGN LNGIndonesia, anak usaha PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) sejak awal tahun 2015 sempat tidak bisa menyalurkan gasnya, karena tidak ada yang membeli. Adapun pembeli terbesarnya, yakni PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) tidak mau mengambil gas dari FSRU Lampung karena harganya yang terlalu mahal.

Padahal, PLN sudah berkomitmen untuk menyerap belasan kargo gas dari FSRU Lampung tersebut. Pasokan gas ini untuk tiga pembangkit PLN di Lampung, yaitu pembangkit listrik Sri Bawono, Sutami dan Tarahan, dengan kebutuhan sekitar 45 juta kaki kubik per hari (MMSCFD). Namun, akibat turunnya harga minyak dunia, pembangkit gas dinilai tidak efisien. Akhirnya pembangkit gas dijadikan solusi terakhir yang digunakan PLN setelah batu bara dan minyak yang lebih murah.

Kini, nampaknya permasalahan yang terjadi di awal berdirinya FSRU Lampung ini perlahan kian teratasi. Hal tersebut dapat dilihat pada tahun ini, di mana awal April hingga akhir tahun, FSRULampung akan menerima dan menyalurkan 8 kargo atau setara 1,1 juta meter kubik LNG. Selain itu, FSRU Lampung yang tadinya sempat kebingungan mencari pembeli, kini keberadaannya justru sangat mendukung pemanfaatan sumber gas di luar wilayah Indonesia bagian barat untuk dimanfaatkan bagi kebutuhan gas bagi Sumatera bagian selatan dan Jawa bagian barat.

Sumber:



Tulisan ini disumbangkan untuk jadi artikel situs Si-Nergi
Infografis: Mujahid Alawy (http://bit.ly/1qqFWIS)
Awal April 2016 ini nampaknya menjadi tahun terbaik bagi Floating Storage andRegasification Unit (FSRU) Lampung, yang dikelola PT PGN LNGIndonesia, anak usaha PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN). Hal tersebut karena awal April ini FSRU Lampung akan genap berusia 2 tahun. Sempat dibayangi kegagalan akibat mangkrak selama 7 bulan di tahun 2015, FSRU Lampung justru bangkit dan kini menjadi pendukung pemenuhan kebutuhan energi nasional.

Selain itu, rencana PT PGN yang akan menerima dan menyalurkan 8 kargo atau setara 1,1 juta meter kubik gas alam cair atau Liquefied Natural Gas (LNG), menjadi kado manis di ulang tahun FSRU Lampung yang kedua ini.  Delapan kargo LNG tersebut berasal dari Kilang LNG Tangguh Papua, dan diterima secara bertahap, mulai April hingga akhir tahun.

Sekadar informasi, FSRU adalah sebuah terminal terapung yang di dalamnya dilengkapi dengan fasilitas untuk menampung LNG dan fasilitas untuk mengubah LNG menjadi gas (regasifikasi). Adapun untuk FSRU Lampung sendiri diresmikan pada 7 April 2014 lalu ini memiliki dimensi LOA 294 meter, luas 66 meter, dan kedalaman 26 meter. Selanjutnya untuk berat FSRU Lampung di dalam air laut adalah 81.900 ton dengan memiliki kapasitas penampung LNG 170.000 meter kubik dan kemampuan regasifikasi 240 MMSCFD (juta kaki kubik per hari). FSRU Lampung terletak di lepas pantai, yang berjarak sekitar 21 Km dari Labuhan Maringgai, Lampung.

Sempat mengalami masa-masa sulit, di antaranya mangkrak selama tujuh bulan akibat gasnya tidak tersalurkan, FSRU Lampung akhirnya mulai beroperasi kembali pada  6 Oktober 2015 lalu. Bahkan, kini Keberadaan FSRU Lampung ini sangat mendukung pemerintah untuk mengurangi konsumsi bahan bakar minyak serta pemanfaatan sumber gas di luar wilayah Indonesia bagian barat untuk dimanfaatkan bagi kebutuhan gas bagi Sumatera bagian selatan dan Jawa bagian barat.


Sumber:


Tulisan ini disumbangkan untuk jadi artikel situs Si-Nergi
Beberapa hari lalu, Sekretaris PGN, Heri Yusup memastikan bahwa awal April nanti hingga akhir tahun, fasilitas Floating Storage andRegasification Unit (FSRU) Lampung yang dikelola anak usaha PT PerusahaanGas Negara Tbk (PGN), PT PGN LNG Indonesia, akan menerima kargo gas alam cair atau Liquefied Natural Gas (LNG). Hal ini tentunya menjadi kabar baik di tengah menurunnya produksi minyak dan gas bumi di Indonesia bagian barat.

Siapa sangka, FSRU Lampung ini bakal menjadi alternatif bagi PGN dalam upaya memenuhi kebutuhan gas bumi bagi pelanggan PGN di Jawa bagian barat dan Sumatera bagian selatan. Padahal, jika boleh mundur sedikit ke belakang, FSRU Lampung ini sempat diambang ‘kematian’. Hal tersebut terjadi karena permasalahan jual beli gas dari unit penyimpanan dan regasifikasi terapung (floating storageregasification unit/FSRU) Lampung masih belum selesai. Selain itu, belum ditemukannya kata sepakat mengenai usulan harga antara PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) dengan PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk membuat FSRU senilai US$ 250 juta tersebut belum bisa mengalirkan gasnya hingga Agustus 2015.

Setelah mangkrak selama tujuh bulan, barulah pada 6 Oktober 2015 lalu, FSRU ini mulai mengalirkan gas ke sejumlah industri di Jawa Barat. Saat itu, volume gas yang disalurkan sebanyak 100 juta kaki kubik per hari (MMSCFD), yang bersumber dari kilang gas alam cair (LNG) Tangguh di Papua.

Sejak FSRU Lampung kembali bisa mengalirkan gasnya, permintaan gas untuk industri pun mengalami peningkatan. Hal ini membuat PT PGN pada November 2015 berencana menambah pasokan kargo gas FSRU Lampung untuk tahun 2016. Penambahan volume ini untuk mengantisipasi lonjakan permintaan gas industri di Lampung, Banten, dan Jawa Barat tahun 2016.

Hasilnya dapat dilihat bersama, FSRU Lampung yang tadinya sempat ‘mati suri’ selama tujuh bulan, justru pada April 2016 ini akan menerima dan menyalurkan 8 kargo atau setara 1,1 juta meter kubik LNG, yang mampu mendukung pemenuhan gas bumi di Jawa bagian barat dan Sumatera bagian selatan.

Sumber:

http://bit.ly/1ZKi1A7


Tulisan ini disumbangkan untuk jadi artikel situs Si-Nergi
Saat produksi minyak dan gas bumi di Indonesia bagian barat cenderung menurun, kabar bahagia justru datang dari provinsi yang berada di ujung selatan Pulau Sumatera, yakni Lampung.

Mulai April 2016, fasilitas FloatingStorage and Regasification Unit (FSRU) Lampung, yang dikelola  PT PGN LNG Indonesia, anak usaha PTPerusahaan Gas Negara Tbk (PGN) akan menerima kargo gas alam cair atau liquefied natural gas (LNG) sebanyak 8 kargo atau 1,1 juta meter kubik. Hal tersebut disampaikan langsung Sekretaris perusahaan PGN, Heri Yusup, di Jakarta pada 24 Maret lalu.

Delapan kargo LNG tersebut berasal dari Kilang LNG Tangguh Papua dan diterima secara bertahap, mulai April hingga akhir tahun. Suplai LNG ini nantinya digunakan untuk mendukung pemenuhan kebutuhan gas bumi bagi pelanggan PGN di Jawa bagian barat dan Sumatera bagian selatan.

Sekadar informasi, FSRU merupakan sebuah terminal terapung yang di dalamnya dilengkapi dengan fasilitas untuk menampung LNG dan fasilitas untuk mengubah LNG menjadi gas (regasifikasi). Adapun untuk FSRU Lampung terletak di lepas pantai yang berjarak sekitar 21 Km dari Labuhan Maringgai, Lampung. FSRULampung ini memiliki kapasitas penampung LNG 170.000 m3 dan kemampuan regasifikasi 240 MMSCFD (juta kaki kubik per hari).

Sementara itu, dalam penyalurannya nanti, LNG akan melalui proses regasifikasi (mengubah dalam bentuk cair menjadi gas). Selanjutnya, dari FSRU Lampung, gas tersebut mengalir melalui pipa bawah laut menuju ke stasiun penerima di Labuhan Maringgai yang terhubung dengan pipa South Sumatera West Java (SSWJ), sehingga gas tersebut dapat didistribusikan ke pelanggan PGN di Jawa Bagian Barat dan Sumatera Bagian Selatan.

Keberadaan FSRU Lampung ini tentunya sangat mendukung pemanfaatan sumber gas di luar wilayah Indonesia bagian Barat untuk dimanfaatkan bagi kebutuhan gas bagi Sumatera Bagian Selatan dan Jawa Bagian Barat. Selain itu, adanya FSRU Lampung ini menjadi jawaban atas tantangan yang dihadapi PGN terkait menurunnya produksi minyak dan gas bumi di Indonesia bagian barat.

Sumber:



Tulisan ini disumbangkan untuk jadi artikel situs Si-Nergi
Infografis: Mujahid Alawy (http://bit.ly/1M5jEGI)
Indonesia mestinya bersyukur karena dikaruniai sumber daya air yang berlimpah, dengan memiliki 6 persen potensi air dunia atau 21 persen potensi air di Asia Pasifik. Namun, melimpahnya sumber daya air di Indonesia, belum menjamin jumlah ketersedian air bersih. Ironisnya, di negara yang memiliki sumber daya air yang melimpah ini justru dari tahun ke tahun terus mengalami krisis air bersih, baik secara kualitas maupun kuantitas. Hal tersebut terjadi karena adanya ekploitasi air yang tak terkendali serta maraknya pencemaran menjadi penyebab yang paling menonjol. Padahal, melimpahnya sumber daya air di Indonesia bisa dimanfaatkan sebagai salah satu energi alternatif.

Limbah industri dan limbah rumah tangga yang tidak terkelola dengan baik membuat sumber-sumber air tidak dapat digunakan secara maksimal. Tak dapat dipungkiri, Potensi industri telah memberikan sumbangan bagi perekonomian Indonesia melalui barang produk dan jasa yang dihasilkan, namun di sisi lain pertumbuhan industri telah menimbulkan masalah lingkungan yang cukup serius. Memang upaya mengatasi persoalan limbah industri ada, namun yang dilakukan sejauh ini baru sebatas melakukan pengelolaan air limbah industrinya melalui perencanaan proses produksi yang efisien sehingga mampu meminimalkan limbah buangan industri dan upaya pengendalian pencemaran air limbah industrinya melalui penerapan installasi pengolahan air limbah. Belum sampai pada tahap bagaimana memanfaatkan limbah industri dapat dimanfaatkan secara ortimal, salah satunya menjadi energi alternatif.

Sebuah artikel yang diterbitkan di Scientific Report pernah merincikan hasil temuan mereka yang menangkap energi dari limbah yang ada, sehingga berpotensi membuat fasilitas pengolahan lebih hemat energi. Adalah Xue Yang Feng dan Jason He, dua peneliti yang berhasil menelusuri bakteri hingga keduanya menemukan hubungan kerja antara dua substrat tertentu menghasilkan lebih banyak energi daripada dilakukan secara terpisah. Penemuan tersebut juga membantu mengungkap misteri mengenai begaimana bakteri yang aktif secara elektrokimia menciptakan energi. 

Selain itu, dengan menelusuri bakteri tersebut, menjadi bagian utama untuk mulai menghasilkan listrik secara berkelanjutan. Hal ini juga merupakan langkah menuju tren yang berkembang untuk membuat pusat-pusat pengolahan air limbah mandiri. Bayangkan jika hasil dari penemuan ini dapat diterapkan di Indonesia, tentunya dapat mengatasi persoalan limbah industri yang selama ini terjadi. Perlu diketahui, persoalan limbah industri selalu menghadirkan perbedaan pendapat yang belum mencapai pangkal ujungnya.

Bagi Industri yang  terbiasa dengan memaksimalkan profit dan mengabaikan usaha pengelolaan limbah agaknya bertentangan dengan akal sehat mereka, karena mereka beranggapan bahwa menerapkan instalasi pengolahan air limbah berarti harus mengeluarkan biaya pembangunan dan biaya operasional yang mahal. Di pihak lain timbul ketidakpercayaan masyarakat bahwa industri akan dan mampu melakukan pengelolaan limbah dengan sukarela mengingat banyaknya perusahaan industri yang dibangun di sepanjang aliran sungai, dan membuang air limbahnya tanpa pengolahan.

Sekali lagi, jika Indonesia bisa memanfaatkan hasil penemuan yang dilakukan Xue Yang Feng dan Jason He ini, sedikit banyak dapat mengatasi persoalan yang selama ini terjadi. Pabrik industri dapat memanfaatkan metana dari padatan dalam limbah, sehingga memungkinkan mereka menghasikan energi secara mandiri. Selain itu, tentunya dalam jangka panjang, ini akan menjadi alternatif atas persoalan energi yang ada di Indonesia.

Sumber:


Tulisan ini disumbangkan untuk jadi artikel situs Si-Nergi


Infografis: Mujahid Alawy (http://bit.ly/1M5jcbb)
Hari Air Sedunia atau World Water Day yang diperingati pada 22 Maret kemarin masih meninggalkan beberapa catatan. Kurangnya ketidaktahuan masyarakat akan pentingnya air serta diperparah dengan adanya aksi demonstrasi besar-besaran yang terjadi di Jakarta membuat peringatan Hari Air Sedunia kian luput dari pemberitaan. Padahal, jika melihat tema yang diangkat pada tahun ini, yaitu air dan pekerjaan, setidaknya dapat menjadi momen yang tepat untuk kembali mengampanyekan potensi dan pemanfaatan energi air sebagai energialternatif bagi Indonesia.

Berbicara energi alternatif, pemerintah Indonesia sebenarnya sudah lama menerapkan kebijakan dalam memanfaatkan sumber energi baru dan terbarukan yang lebih ramah lingkungan, termasuk dengan memasukkan sumber daya air ke dalam buku Rencana Induk Pengembangan Energi BaruTerbarukan (RIPEBAT) 2010-2025. Hal tersebut dengan melihat enam provinsi yang ada di Indonesia memiliki potensi tenaga air yang besar untuk dimanfaatkan menjadi Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH).

Enam provinsi tersebut di antaranya Papua,meliputi sungai Memberamo, Derewo, Ballem, Tuuga, Wiriagar/Sun,Kamundan dan Kladuk dengan total potensi mencapai 12.725 megawatt (Mw). Potensi terbesar lainnya yaitu Kalimantan Timur, meliputi sungai Kerayan, Mentarang, Tugu, Mahakam, Boh, Sembakung dan Kelai dengan total potensi mencapai 6.743 Mw. Sementara empat provinsi lain yang memiliki potensi adalah Sulawesi Selatan, Kalimantan Barat, Sumatera Utara dan Aceh.

Menurut Direktur Aneka Energi Baru Terbarukan, Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM), Alihudin Sitompul mengatakan bahwa dipilihnya hidro karena potensinya yang besar dan bisa berjalan 24 jam, sehingga ini menjadi firm capacity, bukan seperti tenaga surya yang hanya substitusi empat jam peak-nya. Selain itu, dia juga mengungkapkan bahwa sumber energi hidro yang begitu besar, saat ini belum seluruhnya tergarap maksimal dan hanya terbuang begitu saja.

Potensi PLTA skala mini dan mikro yang sudah teridentifikasi adalah 500 Mw, sedangkan yang sudah dibangun sebesar 210 MW atau setara dengan 42 persen. Potensi PLTA skala mini dan mikro diduga jauh lebih besar dari angka tersebut, yakni lebih dari 500 MW, apalagi jika menggunakan potensi energi hidro skala besar dan kecil. Kenyataannya memang banyak terjadi pembangunan PLTMH di lokasi yang sebenarnya memiliki potensi jauh lebih besar dari kapasitas terbangkit dengan berbagai alasan di antaranya sesuai dengan  jumlah listrik, biaya investasi dan sudah dapat dipenuhi oleh sumber daya lokal.

Harga pokok produksi listrik yang dibangkitkan PLTMH juga sangat kompetitif dibandingkan dengan teknologi pembangkit lainnya, disamping itu teknologi PLTMH sudah dikuasai oleh ahli dan manufaktur lokal, dengan demikian harganya sudah kompetitif dibandingkan produk import. Pada awalnya PLTMH banyak digunakan untuk menyediakan listrik di wilayah terpencil dan belum terjangkau jaringan listrik oleh PLN. Biaya investasi umumnya berasal dari pemerintah, bantuan bilateral atau lembaga donor. Ketika harga BBM naik, beberapa instalasi dibangun oleh perkebunan swasta guna menggantikan unit pembangkit listrik dengan bahan bakar fosil, demikian juga ketika pemerintah membuka peluang bagi produsen listrik swasta untuk menjual ke PLN, beberapa investor membangun PLTMH kemudian listrik yang dihasilkan dijual ke PLN.

Sumber:
http://bit.ly/1q0fKnZ
http://bit.ly/1UEEJcX

Tulisan ini disumbangkan untuk jadi artikel situs Si-Nergi
Saat pandangan masyarakat Indonesia sedang tertuju dengan pertarungan “anak jalanan” antara transportasi konvensional (Blue Bird) dengan transportasi online (Grab Car, Uber, maupun Gojek), banyak yang tidak menyadari bahwa sekarang adalah Hari AirSedunia. Kurangnya ketidaktahuan masyarakat serta adanya aksi demonstrasi semakin membuat peringatan Hari Air Sedunia ini kian terabaikan. Seandainya para pendemo itu memahami ungkapan salah seorang penyair Amerika, W. H. Auden, yang mengatakan ‘ribuan orang masih dapat hidup meski tanpa cinta, tetapi tidak tanpa air’, mungkin tidak akan terjadi aksi anarkis bin brutal tersebut.

Sekadar informasi, peringatan Hari Air Sedunia ini ditetapkan PBB pada saat konferensi bumi yang diadakan di Brazil tahun 1992, kemudian mulai diperingati ada 22 maret 1993. Setiap tahunnya, peringatan Hari Air mengambil tema yang berbeda. Pada tahun 2015 lalu Hari Air Sedunia bertemakan air dan pembangunan yang berkelajutan, di mana sejumlah warga menggelar peringatan tersebut pada acara Car Free Day di bundaran Hotel Indonesia, Jakarta.

Sementara untuk tahun ini, tema yang diambil adalah air dan pekerjaan. Tema ini berfokus pada bagaimana kuantitas dan kualitas air yang cukup dapat mengubah kehidupan dan mata percarian buruh. Bahkan, mengubah mindset masyarakat serta taraf ekonominya. Akan tetapi, aksi anarkis para pendemo justru malah mewarnai peringatan Hari Air Sedunia tahun ini. Padahal, melalui peringatan Hari Air Sedunia menjadi momen yang tepat untuk kembali mengampanyekan potensi dan pemanfaatan energi air sebagai energi alternatif bagi Indonesia.

Jika merujuk pada tema tahun ini, sudah saatnya masyarakat kembali melihat fungsi dan peran air sebagai sumber kehidupan. Contoh paling kecil yang dapat dilihat dari air sebagai sumber kehidupan adalah sungai, yang memiliki peran penting bukan hanya bagi manusia, namun juga bagi makhluk lain yang hidup di sungai itu sendiri, termasuk yang hidup di sekitar daratannya. Bahkan, sungai mampu memberikan sumbangan bagi pembangkit listrik tenaga air. Tentunya ini menjadi energi alternatif bagi pemerintah Indonesia yang saat ini sedang gencar menerapkan kebijakan dalam memanfaatkan sumber energi baru dan terbarukan yang lebih ramah lingkungan.

Melalui Hari Air Sedunia ini pula, sudah saatnya masyarakat memiliki kesadaran akan pentingnya air bagi kehidupan serta mendukung pengelolaan air berkelanjutan, termasuk mendukung pemanfaatan air sebagai energi alternatif. Jika kesadaran itu muncul, efek postif yang akan terjadi salah satunya adalah tidak ada lagi masyarakat yang membuang sampah di kali, atau mencemari sungai-sungai yang ada. Selamat Hari Air Sedunia!


Sumber:


Tulisan ini disumbangkan untuk jadi artikel situs Si-Nergi
Foto ilustrasi: http://bit.ly/1QU0SjO
Era digital saat ini, di mana gadget sudah menjadi kebutuhan primer bagi semua kalangan, termasuk anak-anak memberikan dampak yang cukup signifikan. Salah satu dampak negatif yang ada di jejaring sosial adalah banyaknya konten-konten negatif yang akan muncul. Sebetulnya, konten-konten negatif ini muncul bukan hanya karena anak-anak yang tertarik, tetapi bisa juga muncul secara tidak sengaja.

Terkait masalah tersebut, bagaimana sikap orang tua jika mendapati anak menemukan konten negatif di akun media sosial.

Anak yang sudah boleh memiliki akun media sosial, bisa tanpa sengaja terpapar konten pornografi dunia maya. Anak umumnya sudah tahu konten tersebut. Namun, kewbanyakan anak tidak mengatakan kepada orang tuanya. Jika kasus tersebut menimpa, orang tua perlu paham cara penangangannya.

Dilansir dari Republika online, psikolog Ika Putri Dewi, mengatakan ketika menemukan konten dalam akun anak yang tidak diharapkan, sebaiknya orang tua jangan terlalu reaktif dan langsung menduga-duga sesuatu paling buruk, yang bisa dipikirkan anak.  Akan tetapi, lebih baik orang tua menanyakan dan mengajak berdiskusi untuk mengetahui apa yang dipikirkan dan cara pandang anak terhadap konten tersebut.

Menurutnya dengan mengajak anak berdiskusi, maka rasanya akan enak, sehingga orang tua bisa tahu apa yang ada di pikiran anak. Hal tersebut lebih baik daripada marah dan menghakimi anak yang justru akan berhenti pada persepsi orang tua.

Jika anak sudah menyebutkan pendapatnya, barulah orang tua menjelaskan bahwa konten tersebut tidak baik, dan tidak sesuai dengan usianya. Kemudian menyuruh anak untuk menghapus konten tersebut, karena konten tersebut tidak ada gunanya. Selain itu, orang tua juga memberitahukan kepada anak bahwa akun mereka bisa diakses siapa saja. Jadi konten tidak baik tersebut pun bisa menulari teman-temannya nanti. 
 

Perlu diketahui, ketika anak membuat kesalahan dan masalah di media sosial, memang ujung-ujungnya orang tua yang disalahkan. Namun, orang tua juga perlu ingat bahwa ada banyak hal baik tentang internet. Jadi orangtua tidak seharusnya khawatir dengan internet untuk anak-anak.
Infografis: Mujahid Alawy (Si-Nergi.id)
Kehadiran Hendi Prio Santoso sebagai Direktur UtamaPT. Perusahaan Gas Negara (PGN) membawa angin segar. Pasalnya, pada Oktober 2008 saham PGN sempat anjlok hingga 60 persen. Hal tersebut karena pengaruh krisis ekonomi global serta masalah kebocoran gas. Bahkan, laba bersih tahun 2008 PGN juga ambrol 17,31 persen dibandingkan tahun sebelumnya menjadi $65,9 juta. Namun, berkat tangan dingin seorang Hendi Prio, berbagai masalah yang sempat mendera PGN, perlahan mulai terkikis.

Sejak berada di bawah kepemimpinan Hendi Prio, PGN yang pada 2003 memilih menjadi perusahaan terbuka, kini menjelma menjadi perusahaaan yang dikenal bersih, bebas korupsi, dan menerapkan tata kelola perusahaan yang baik (Good Corporate Governance). Hal tersebut tidak lepas dari prinsip Hendi Prio yang terkenal dalam aksi memberantas calo di industri migas.

Menjabat sebagai Direktur Utama PGN, Hendi Prio juga menyusun kode etik karyawan yang diterbitkan sebagai “Kode Etik Karyawan” dan “Kode Etik Pimpinan”. Adanya kode etik tersebut memberikan catatan positif bagi PGN dalam membentuk prosedur dan peraturan terkait dalam berinteraksi. Melalui kode etik ini pula, diberikan panduan praktis tentang cara menangani konflik kepentingan, korupsi, suap, gratifikasi, dan manajemen informasi. Dengan demikian, calo gas tidak akan berkutik dan tidak punya celah untuk menyelusup dan mencampuri bisnis migas, terutama dengan karyawan dan pimpinan PGN.

Selain itu, di tangan dingin seorang Hendi Prio, PGN menjelma menjadi perusahaan menguntungkan dan terbuka serta transparan. Bayangkan saja, tahun 2014 PGN mencatatkan pendapatan neto sebesar USD 3,41 miliar naik 13,6 persen dibanding periode yang sama tahun sebelumnya yaitu USD 3,00 miliar. Laba operasi sebesar USD 982,06 juta naik 5,2 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yaitu USD 933,35 juta dan EBITDA sebesar USD 1,16 miliar naik 3,6 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yaitu USD 1,12 miliar. Selama tahun 2014 PGN membukukan laba bersih sebesar USD 722,75 juta.

Sumber:





Tulisan ini disumbangkan untuk situs Si-Nergi
Infografis: Mujahid Alawy (Si-Nergi.id)
Beberapa kalangan menilai, masuknya Hendi PrioSantoso sebagai Direktur Utama PT. Perusahaan Gas Negara (PGN) menggantikan Sutikno, karena adanya masalah di tubuh PGN. Namun, hal tersebut dibantah oleh Sofyan Djalil yang saat itu masih menjabat sebagai Menteri Badan Usaha Negara Milik Negara (BUMN). Dalam paparannya, Sofyan memastikan bahwa perombakan di tubuh PGN bukan karena ada masalah, melainkan bentuk rotasi dalam rangka meningkatkan kinerja perseroan. Selain itu, pemilihan Hendi Prio juga merupakan salah satu upaya meningkatkan kinerja PGN yang kini menjadi perusahaan terbuka sejak 2003. Hal ini terbukti dengan  berbagai capaian yang ditorehkan Hendi Prio Santoso.

Perlu diketahui, ketika masuk PGN, Hendi Prio dihadapkan pada krisis ekonomi global serta masalah kebocoran gas yang menyebabkan harga saham PGN anjlok hingga 60 persen dalam kurun waktu Juni sampai Oktober 2008. Laba bersih tahun 2008 PGN juga ambrol 17,31 persen dibandingkan tahun sebelumnya, menjadi $65,9 juta. Hal ini, selain disebabkan oleh beban operasi yang naik sebesar 17,19 persen, juga lantaran adanya kenaikan rugi selisih kurs yang hampir mencapai lima kali lipat menjadi $260,9 juta.

Masih pada 2008, PGN mengubah pencatatan laporan keuangannya dari rupiah menjadi dolar AS. Jika dihitung dalam mata uang rupiah, penurunan laba bersih di tahun 2008 tercatat sebesar 45,58 persen. Namun, di tahun 2009 laba PGN kembali melonjak 9 kali lipat lebih menjadi $603,4 juta dibanding tahun sebelumnya yang hanya sebesar $65,9 juta. Kenaikan ini didorong sejumlah upaya transformasi besar-besaran di tubuh PGN, di antaranya Dewan Direksi yang mempersiapkan strategi jangka panjang PGN 2010-2020, serta Organisasi direstrukturisasi yaitu dengan membentuk divisi koordinasi unit-unit bisnis strategis (SBU) dengan kantor pusat.

Hasilnya, sepanjang 2009 hingga 2013 pertumbuhan rata-rata per tahun laba bersih dan pendapatan PGN mencapai masing-masing 48,7 persen dan 20,8 persen. Pertumbuhan pendapatan serta laba bersih tersebut tidak lepas dari terus bertumbuhnya bisnis PGN di sektor distribusi dan juga transmisi pipa gas. Volume penyaluran distribusi gas di tahun 2009 meningkat sebesar 37 persen menjadi 792,07 mmscfd, dibandingkan tahun sebelumnya yang sebesar 577,88 mscfd.
Volume penyaluran distribusi dan transmisi gas PGN pada tahun 2013 juga meningkat masing-masing sebesar 42 persen dan 12,64 persen, dibandingkan pada 2008. Jika dihitung rata-rata, selama kurun 2008-2013, pertumbuhan distribusi dan transmisi gas per tahun masing-masing mencapai 11,8 persen dan 2,5 persen. Tidak hanya itu, Hendi Prio juga berhasil meningkatkan kontribusi penggunaan gas PGN di segmen pelanggan sektor industri.

Pada masa kepemimpinan HendiPrio, PGN memperlihatkan perbaikan yang signifikan dalam hal rating utang. Hal itu tercermin dari naiknya peringkat PGN oleh Standard & Poor's, dari BB- di tahun 2007 menjadi BB+ di tahun 2011, artinya naik dua peringkat (notch). Selain itu, Fitch Rating juga menunjukkan tren yang sama, dari BB- pada 2006 menjadi BBB- pada 2011.

Terakhir, masa kepemimpinan Hendi Prio, harga saham PGN juga mengalami tren positif. Jika dibandingkan dengan indeks IHSG dan LQ45, return saham PGAS sejak awal 2008 hingga 23 Oktober 2014 lebih tinggi, yakni sebesar 92,05 persen. Return IHSG dan LQ45 sendiri masing-masing berada di level sekitar 86,84 persen dan 45,46 persen.

Sumber:




Tulisan ini disumbangkan untuk situs Si-Nergi