Bak air yang mengalir dan menempati segala ruang hingga akhirnya ia bermuara dan memberikan berbagai manfaat bagi  kehidupan. Begitulah yang terus dilakukan PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) dalam menyalurkan gas buminya kepada masyarakat. Tentunya, agar penyaluran gas bumi bejalan lancar, PGN terlebih dulu membuat jaringan infrastrukturnya. Kiprah PGN dalam membangun dan memperluas jaringan pipa gas buminya pun perlu kita apresiasi bersama. Saat ini saja, perusahaan yang berada di bawah naungan BUMN ini sedang menyelesaikan proyek-proyek pipa gas bumi di beberapa wilayah, mulai dari Kepulauan Riau, Sumatera Selatan, Jakarta, Jawa Barat, Banten, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.

Sekadar informasi saja bahwa hingga kuartal I di tahun 2016 ini, PGN telah menambah pipa gas bumi sepanjang lebih dari 109 kilometer, sehingga menambah pipa gas bumi PGN menjadi lebih dari 7.100 kilometer. Artinya pembangunan pipa gas PGN jika kita hitung dalam persen, sudah mencapai 76 persen dari pipa gas bumi nasional. Capaian yang luar biasa bukan? Hal ini juga menjadi jalan akan semakin banyak pula masyarakat yang bisa memanfaatkan gas bumi yang disalurkan PGN.

Sekarang  pertanyaan yang mungkin ada di benak kita adalah, daerah mana saja yang sudah dan sedang melakukan  proyek pembangunan infrastruktur pipa gas ini, sehingga sudah dikatakan mencapai 76 persen dari pipa gas bumi nasional. Pertama saya ingin mengajak kita semua untuk melihat wilayah Jawa Timur, tepatnya di daerah Kalisongo-Waru. Daerah tersebut merupakan salah satu contoh proyek pembangunan pipa gas bumi sepanjang 30 kilometer yang sedang diselesaikan PGN. Pipa gas tersebut akan mengalirkan gas bumi yang bisa dimanfaatkan untuk industri pakan, makanan dan minuman, keramik, serta kawasan industri baru di sekitar wilayah Sidoarjo.

Masih di daerah Jawa Timur, kali ini tepatnya di daerah Kajayan-Purwosari, Parusuran. Di sana, PGN telah menyelesaikan pembangunan pembangunan pipa gas bumi sepanjang 15 kilometer. Pipa gas tersebut untuk memasok kebutuhan gas bumi bagi rumah tangga, industri UKM, dan pembangkit listrik. Belum lagi yang terjadi di daerah Jetis-Ploso. Di daerah yang masih termasuk wilayah Mojokerto dan Jombang ini, PGN juga telah menyelesaikan pembangunan infrastruktur gas bumi sepanjang 27 kilometer. Sekedar melihat pembangunan infrastruktur di Jawa Timur, terbayangkan dong ya, pergerakan ekonomi dan bisnis di sana dengan dukungan gas bumi PGN yang murah dan efisien.

Jika tadi kita melihat pembangunan infrastruktur gas di Jawa Timur, kini saya akan mengajak kita semua untuk melihat pembangunan infrastruktur gas di Batam. Sebetulnya pembangunan infrastruktur gas di Batam ini sudah pernah saya tulis sebelumnya, namun saya akan menjelaskan secara garis besarnya saja. Adapun untuk lebih lengkapnya bisa dilihat di “Nagoya dan Gas Buminya”. Di Batam atau tepatnya di wilayah Nagoya, PGN juga baru menyelesaikan  proyek pipa gas bumi sepanjang 18,3 kilometer di wilayah tersebut. Selesainya proyek gas bumi di Batam ini menambah pipa gas PGN di wilayah tersebut dari 123 kilometer menjadi 141,3 kilometer.

Berdasarkan dua daerah yang saya sebutkan di atas, PGN juga sedang memperluas jaringan gas buminya di daerah-daerah lain, seperti Cirebon, Bojonegoro, Purwakarta, Subang, Medan, hingga Pekanbaru. Berbagai proyek pembangunan infrastruktur ini sejalan dengan komitmen PGN dalam memperluas jaringan pipa gas bumi di berbagai daerah eksisting serta aktif membuka wilayah-wilayah baru (pioneering) guna meningkatkan dan memperluas pemanfaatan energi baik di Indonesia. Apalagi hingga 2019 nanti PGN menargetkan penambahan pipa gas 1.680 kilometer serta 110.000 sambungan gas yang diperuntukan rumah tangga. Tentunya hal ini menarik untuk kita tunggu kiprah PGN dalam menyalurkan energi baik bagi masyarakat Indonesia.


Tulisan ini disumbangkan untuk jadi artikel situs Si-Nergi

Sumber:
Apa yang pertama kali terlintas ketika mendengar kata Bandung? Saya yakin bahwa sebagian besar jawabannya adalah Paris van Java atau nama-nama tempat wisata. Kalaupun ada yang menjawab Ridwan Kamil, jawaban tersebut muncul hanya baru-baru ini saja, tepatnya sejak Kang Emil (sapaan akrabnya) menjabat sebagai wali kota tersebut. Saya juga memaklumi kalau jawaban sebagian besar berkaitan dengan tempat wisata. Ya mau bagaimana lagi, daerah yang memiliki banyak tempat wisata banyak dengan jarak yang cukup dekat, membuat banyak orang memilih berwisata di kota yang masuk ke dalam Provinsi Jawa Barat.

Banyak hal menarik yang memang seakan tak ada habisnya jika kita membicarakan Bandung, apalagi ketika quote-quote Kang Emil sering muncul di beranda-beranda media sosial anak muda yang rentan galau dan Baper. Hal ini pula yang membuat saya merasa bahwa Bandung hanya itu-itu saja. Sebentar nduk, bukan berarti saya tidak mengapresiasi kota yang satu ini, tapi ya boleh tho saya ingin tahu kondisi di Kota Bandung itu seperti apa. Terlebih saat hari-hari biasa, sebab yang saya tahu dan pernah saya rasakan ketika akhir pekan, Bandung macet. Hal ini tentu semakin mbikin saya penasaran dengan kondisi jalanan terlebih angkutan di sana saat hari-hari biasa.

Berangkat dari keinganan saya yang baru itulah, saya coba googling tentang apa yang unik dari Bandung selain dengan yang sudah saya sebutkan sebelumnya. Dalam sebuah pencarian, saya menemukan ada dua hal yang menurut saya menarik dan mungkin belum banyak yang tahu. Dua hal menarik tersebut yang pertama adalah tentang Pemerintah Kota Bandung yang bekerjasama dengan PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) yang baru saja memperluas pemanfaatan gas bumi untuk kendaraan bermotor di Bandung. Mbok ya, ternyata Bandung sudah lama menggunakan gas bumi PGN. Sementara hal unik yang kedua adalah tentang Gedung Braga yang sebentar lagi akan menjadi tempat nongkrong-nya anak-anak muda di Bandung, ternyata gedung tersebut milik PGN.

Baiklah, pertama saya akan membahas tentang Bandung yang memperluas pemanfaatan gas bumi untuk kendaraan bermotor di Bandung. Berdasarkan hasil penulusan saya, PGN bekerjasama dengan Pemkot Bandung mendorong angkutan kota, kendaraan dinas, hingga bus pelajar dan kendaraan lainnya beralih dari Bahan Bakar Minyak (BBM) ke gas bumi yang lebih ramah lingkungan serta efisien.

Salah satu bentuk dorongan yang dilakukan PGN adalah dengan menyiapkan infrastruktur Bahan Bakar Gas,  baik SPBG maupun MRU (Mobile Refueling Unit). Adapun untuk tahap awal, PGN akan menyiapkan fasilitas MRU di Terminal Antapani, Bandung. Pemilihan MRU atau SPBG berjalan ini menjadi solusi tercepat pembangunan infrastruktur gas bumi untuk sektor transportasi.

Belum cukup sampai di situ, PGN juga membagikan konventer kit secara gratis ke 20 angkot yang ada di Bandung. Artinya, angkot di Bandung kini bisa merasakan manfaat menggunakan BBG. Sama halnya dengan Kobagas yang ada di Jakarta.

Sementara hal menarik kedua, yakni terkait Gedung Braga yang ada di Bandung, saya juga menjelaskannya di sini. Sebelumnya saya ingin menginformasikan bahwa Gedung Braga yang terletak di Jalan Braga Nomor 40, Kelurahan Braga, Bandung, merupakan gedung milik PGN.

Masih minimnya ruang untuk menampilkan pengusaha kreatif di Kota Bandung membuat Pemkot Bandung mengajak PGN bekerjasama untuk mengembangkan ekonomi kreatif di kota tersebut, salah satunya dengan menjadikan Gedung Braga milik PGN sebagai Creative Space, di mana dalam pengelolaannya nanti PGN menyerahkan kepada Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Bandung.

Bentuk kerjasama yang dilakukan PGN dengan Pemkot Bandung dalam “menyulap” Gedung Braga ini tentunya membuat ruang kreativitas untuk anak-anak muda di sana semakin bertambah. Apalagi jika mengingat lokasi Gedung Braga yang berada di pusat kota, tentunya dapat menjadi sentra wisata para wisatawan baik dalam maupun luar negeri. Belum lagi rencana-rencana lain yang akan dilakukan pihak Pemkot Bandung sebagai pengelola yang akan menggelar berbagai acara menarik sebagai ajang promosi meningkatkan kunjungan juga pembelian. Semua itu tentu tidak dapat berjalan maksimal jika belum mendapat izin dari pemilik gedung tersebut, yang dalam hal ini merupakan milik PT PGN. Adanya izin dari pihak PGN ini membuktikan bahwa selain berkontribusi dalam penyaluran gas bumi di Kota Bandung, PGN juga turut mendorong misi Pemkot Bandung dalam memajukan kegiatan ekonomi kreatif, sehingga masyarakat yang memiliki semangat usaha memiliki wadah untuk memamerkan karyanya. Sebab, Bandung tetaplah Bandung, kota dengan sejuta kreativitas.


Tulisan ini disumbangkan untuk jadi artikel situs Si-Nergi

Sumber:
http://bandung.merdeka.com/halo-bandung/gedung-pgn-di-jalan-braga-jadi-galeri-produk-kreatif-anak-bandung-160617c.html
Halo semua. Bagaimana kabarnya sampai tanggal segini. Saya berdoa semoga kalian tetap tegar menjalani sisa-sisa tanggal di bulan Juli ini. Kalaupun sering Baper jika melihat isi dompet, saya sarankan agar kalian sering-sering membuka galeri di handphone, melihat kembali foto-foto liburan sekadar untuk mengingatkan ke mana saja uang gajian dan THR kemarin. Buat yang tidak sempat liburan, saya sarankan jangan sering-sering buka media sosial. Siapa suruh ndak ikut liburan. Mbok ya yang namanya lebaran itu jangan lupa liburan.

Ngomongi soal liburan, ada dua kota yang selalu memanggil saya untuk kembali datang ke sana, yakni Yogyakarta dan Malang. Entahlah, dua kota itu selalu menarik di mata saya. Padahal, jika melihat pada silsilah, ya saya tidak ada keturunan-keturunan jawa-nya. Lah wong bapak, ibu, kakek, nenek, sampai ke uwa saya adalah produk asli Barat, tepatnya Jawa Barat, lebih tepatnya lagi Bekasi. Sebuah kota yang “katanya” ada di belantara planet lain.

Kini, satu kota lain di Jawa Tengah menarik minat saya untuk membahasnya dalam tulisan ini. Tentunya masih berkaitan dengan tulisan-tulisan saya sebelumnya yang berkaitan dengan pembangunan infrastruktur jaringan pipa gas PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN). Adanya informasi yang saya dapat tentang PGN yang sedang menyelesaikan proyek pipa gas di kawasan industri Wijaya Kusuma, Semarang sepanjang 9 kilometer ini menambah pengetahuan saya tentang Kota Semarang, yang pertama tentu klub PSIS Semarang.

Informasi menarik yang saya temui dari Semarang selain hampir selesainya proyek di Wijaya Kusuma adalah terkait adanya infrastruktur pipa gas bumi PGN lainnya di Semarang, yakni fasilitas kluster Compressed Natural Gas (CNG) Tambak Aji. Infrastruktur ini merupakan hasil inovasi PGN yang tidak harus mengandalkan mulut gas bumi untuk dapat memasok gas bumi ke pelanggan. Jujur untuk yang satu ini saya baru tahu, ternyata saya cukup ketinggalan. Apalagi setelah mengetahui bahwa fasilitas kluster CNG Tambak Aji sepanjang 9 kilometer ini sudah beroperasi sejak 2015 dengan dilengkapi dengan Pressure Reducing Station berkapasitas 1.000 meter kubik gas bumi perjam.

Adanya fasilitas kluster Compressed Natural Gas (CNG) Tambak Aji membuat PGN area Semarang sampai saat ini sudah melayani 8 pelanggan industri di Kawasan Tambak Aji serta 150 pelanggan rumah tangga dengan konsumsi gas sekitar 150 ribu meter kubik perbulan. Ingat, ini baru sebatas manfaat yang diberikan dari fasilitas kluster Compressed Natural Gas (CNG) Tambak Aji, belum sampai pada manfaat proyek pipa gas di kawasan industri Wijaya Kusuma yang sebutkan sebelumnya. Tentu manfaat yang lebih besar akan dirasakan Semarang, apalagi saat ini sudah ada 5 calon pelanggan industri baru di Semarang yang siap menikmati aliran gas bumi PGN. Selain itu, dengan adanya penambahan pipa gas PGN perkembangan ekonomi dan bisnis di wilayah tersebut bukan tidak mungkin akan meningkat pesat.

Tulisan ini disumbangkan untuk jadi artikel situs Si-Nergi

Sumber:

Saya yakin sesuatu yang terjadi di dunia ini bukan merupakan kebetulan. Ketika pertama kali saya memasuki dunia kampus yang berlabel islami, saya dipertemukan dengan kakak-kakak kelas jebolan pesantren dekat rumah saya. Walhasil, tahun pertama memasuki dunia kampus, saya memilih ikut bergabung atau kost bersama mereka. Selama setahun kost di sana, saya benar-benar merasakan sesuatu yang positif bagi diri saya sendiri. Kemudian di dalam kelas, ketika saya merasa salah masuk jurusan, saya dipertemukan dengan seseorang yang “gila” membaca. Beruntung, saya yang termasuk golongan-golongan orang yang malas membaca, kini ikut hobi membaca, meski kualitas membaca saya belum sebaik dia.

Kini, sesuatu yang “kebetulan” itu masih berlaku. Sore kemarin saya membaca berita tentang PT. Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN)  yang mengoperasikan gas di Nagoya, Batam. Hal ini menarik perhatian saya, sebab sehari sebelumnya saya baru saja selesai membaca novel “Pasung Jiwa” karya Okki Madasari, di mana dalam salah satu bagian novel tersebut, penulisnya menggunakan latar di Nagoya, Batam. Menariknya, baru kemarin saya penasaran dengan Kota Nagoya dalam karya fiksi, yang menurut saya namanya mirip nama-nama di Jepang, kini saya menemukan Nagoya dalam fakta yang lebih jelas dalam berita yang dibawa Liputan6.com.

Menariknya lagi dari pertemuan saya dengan Nagoya adalah, baru kemarin rasanya pemikiran saya terbayang dengan suasana Nagoya di tahun 1998, kini pemikiran saya dibawa langsung dengan suasana Nagoya di masa sekarang, di mana semakin tumbuh dan berkembang pesat, apalagi setelah proyek pipa gas yang berada di kawasan bisnis Batam sepanjang 18,3 kilometer akan menyalurkan gas bumi ke wilayah Nagoya, Lubuk Baja, Jodoh di Batam. Infrastruktur pipa gas bumi ini nantinya akan memasok gas ke jasa komersil, seperti hotel dan restoran di kawasan Nagoya. Selain itu, jaringan ini juga akan memasok ke beberapa industri di Batam. Tentunya ini merupakan sesuatu yang positif, apalagi sama-sama kita ketahui bahwa Batam berdekatan dengan negara-negara tetangga seperti Singapura. Adanya tambahan jaringan pipa gas ini akan semakin mendukung perkembangan ekonomi dan bisnis di Batam.

Membaca berita tentang Batam yang kini semakin berkembang dengan adanya tambahan jaringan pipa gas dari PGN, membuat bayangan saya tentang suasana Batam yang dibawa Okki sedikit memudar. Apalagi dari informasi yang saya dapat, sebelumnya PGN telah mengoperasikan pipa gas bumi sepanjang 123 kilometer di Batam. Artinya, dengan adanya tambahan proyek pipa gas di Nagoya ini, total panjang distribuusi gas bumi di Batam menjadi 141,3 kilometer.

Belum lagi proyek jaringan pipas gas bumi lainnya di Batam yang telah dibangun PGN, mulai dari program PGN Sayang Ibu, yakni penyambungan pipa gas rumah tangga sebanyak 500 rumah dan 4.000  sambungan gas rumah tangga dari penugasan Kementerian ESDM hingga menyalurkan gas bumi ke delapan pembangkit listrik, 29 industri besar, serta 37 usaha komersil dan UKM. Melihat itu semua, saya kembali percaya bahwa tidak ada yang kebetulan di dunia ini, termasuk pertemuan saya dengan Nagoya di masa lalu dalam sebuah karya fiksi dengan Nagoya di masa kini. Satu hal yang saya temukan dari dua pertemuan singkat tersebut, yakni dari tahun ke tahun Batam mengalami perkembangan yang signifikan, termasuk perkembangan dalam infrastruktur jaringan pipa gas buminya.

Tulisan ini disumbangkan untuk jadi artikel situs Si-Nergi


Sumber:

Moda transportasi apa yang paling aman di dunia? Tentu jawabannya adalah pesawat terbang. Percaya atau tidak, dunia pun mengakui kalau bepergian menggunakan pesawat terbang adalah sesuatu yang paling aman dibanding menggunakan moda transportasi lain.

Bagi sebagian orang, pergi menggunakan pesawat terbang memang masih menjadi sebuah perjalanan yang menakutkan. Apalagi tiap terjadi kecelakaan yang menimpa pesawat terbang, semua media ramai membicarakan, bahkan menjadi headline di berbagai surat kabar selama berhari-hari. Lain halnya jika yang terjadi kecelakaan adalah angkutan darat (bus masuk jurang, misalnya), tentu berita ini tidak seheboh berita tentang pesawat hilang atau jatuh. Padahal, persentase kecelakaan di darat dengan kecelakaan yang terjadi di udara luar biasa jauh. Mengacu pada 2014 lalu, saat terjadi insiden hilangnya pesawat terbang milik Malaysia Airlines MH370 dari Kuala Lumpur menuju Beijing yang membuat dunia penerbangan internasional heboh, korban di sini belum ada apa-apanya jika dibandingkan jumlah korban kecelakaan di darat yang mencapai 3 orang perjam.

Berbicara transportasi udara, tentu tidak enak kalau tidak membicarakan bandar udara (Bandara) yang menjadi tempat pesawat mendarat maupun lepas landas. Ada dua hal selalu menarik perhatian saya jika ngomongi soal Bandara. Pertama, menurut saya Bandara adalah wajah suatu negara. Saya katakan demikian, sebab pertama kali warga negara asing mendatangi suatu negara, yang pertama kali dilihat adalah Bandara-nya. Secara tidak langsung, penilaian pertama seseorang jika mengunjungi suatu negara, maka yang dinilai pertama kali adalah kondisi Bandara-nya. Sementara alasan kedua yang menurut saya menarik jika ngomongi Bandara berkaitan dengan pergulatan batin saya ketika masih puber-pubernya nonton Ada Apa Dengan Cinta (AADC). Lha dalah, bagaimana saya tidak mbatin, di Bandara (pula) saya melihat bibir Cinta beradu akting dengan bibir Rangga untuk mengekspresikan salam perpisahannya. Njancuk.

Kini, ada hal lain dari Bandara yang menarik perhatian saya. Bentuk perhatian ini tidak lagi pada perasaan mbatin saya kepada Cinta dan Rangga. Apalagi, setelah semakin banyaknya adegan Cinta dan Rangga cipokan di AADC 2, mbikin perasaan saya semakin hancur dan berusaha mengubur dalam-dalam perasaan saya terhadap Cinta. Perasaan ndasmu, oalah nduk-nduk.

Sesuatu yang menarik perhatian saya terhadap Bandara saat ini adalah adanya Terminal 3 baru Soekarno-Hatta. Mbok ya apanya yang menarik.
Sebentar tho nduk, Terminal 3 baru Soekarno-Hatta  ini berbeda dengan terminal-terminal yang lain. Terminal 3 baru Soekarno-Hatta ini memiliki panjang sekitar 1 kilometer dengan luas bangunan mencapai 422.804 meter persegi. Soal kemegahan, jika dilihat dari segi bangunan, terminal ini memiliki lima lantai, di mana lantai paling bawah akan digunakan sebagai terminal kedatangan dan lantai 2 sebagai terminal keberangkatan. Sementara sisanya akan digunakan sebagai lounge dan sarana perkantoran.

Di dalam terminal, nantinya akan dipisahkan mulai dari lokasi chek in dan ruang tunggu internasional dan domestik. Sementara untuk penerbangan internasional Terminal 3 Ultimate sudah dilengkapi garbarata ganda khusus pelayanan pesawat super jumbo laiknya Airbus 380. Selain itu, dalam penggunaan energi, Terminal 3 baru Soekarno-Hatta ini menerapkan teknologi ramah lingkungan dengan menggunakan pencahayaan lampu LED dan penerangan jalan menggunakan sumber energi solar cell. Bahkan, dengan tinggi bangunan yang mencapai 50 meter, nantinya para calon penumpang dapat menikmati pemandangan sekeliling Bandara Soekarno-Hatta dari lokasi drop off ataupun di dalam terminal. Melihat kemegahan yang dihadirkan, wajar jika Terminal 3 baru Soekarno-Hatta ini diklaim bakal menyaingi Bandara Internasional Changi di Singapura.

Kemegahan Terminal 3 baru Soekarno-Hatta ini tidak lepas dari konsep dan penerapan teknologi yang mumpuni. Contohnya saja dapat dilihat dari segi keamanan para penumpang. Terminal ini dilengkapi dengan puluhan CCTV yang siap memantau pergerakan setiap penumpang. Contohnya lagi, jika ada barang yang tertinggal atau penumpang meninggalkan barangnya sampai 5-10 menit, otomatis barang tersebut akan tersorot kamera untuk segera diamankan petugas.

Baru melihat kemegahan yang dihadirkan Terminal 3 Ultimate ini saja rasanya kok saya jadi ingin plesiran ke sana. Satu hal yang juga membuat saya bahagia dengan kemegahan yang ada di terminal ini, saya jadi tidak merasa perlu mencari tahu di mana tepatnya adegan saat Cinta dan Rangga, ah sudahlah.

Sumber: