Secawan kopi, beberapa potong pisang goreng, dan sekelumit persoalan hidup turut tersaji dalam meja, mulai dari soal kericuhan yang terjadi di Pekan Olahraga Nasional (PON) XIX, bukannya bersaing dalam prestasi namun justru bersaing dalam hal adu jotos. Kemudian tentang AA Gatot (Gatot Brajamusti) yang semakin menarik bagi para ibu-ibu di daerah saya untuk jadi bahan obrolan saat memilih sayuran, hingga soal persidangan Jesica terkait kopi sianida. Sebagai penikmat kopi, tentu saya baru ini menemukan orang minum kopi menjadi begitu ribet. Saya tidak tahu kapan sidang itu akan segera berakhir, namun dapat saya  pastikan bahwa masih banyak di luar sana, seperti teman-teman saya yang sedang berjuang mengejar sidang skripsi.

Memasuki tegukan kopi yang ketiga, saya mulai tinggalkan berita-berita tadi dan beralih mencari informasi berbeda dari yang itu-itu saja disajikan. Beberapa bulan ini saya memang sedang tertarik dengan perkembangan energi baru dan terbarukan di Indonesia, salah satunya adalah energi gas bumi yang digadang-gadang menjadi energi alternatif masa depan. Jadi, jangan heran kalau kebanyakan isi blog saya ini banyak berbicara seputar energi.

Kali ini dalam sebuah media online saya menemukan berita terkait  gas bumi yang disalurkan PT Perusahaan GasNegara Tbk (PGN) semakin berkontribusi dalam pengembangan industri besar nasional. Adalah PT Kalimantan Jawa Gas (KJG) yang merupakan anak usaha PGN mulai berbicara banyak dalam pengadaan gas bumi di Semarang. Hal ini tidak lepas karena telah selesainya infrastuktur pipa gas dari lapangan Gas Kopadang di laut utara Jawa ke Pembangkit Listrik Tenaga Gas Uap (PLTGU) Tambak Lorok, Semarang. Berdasarkan informasi yang saya terima, panjang pipa PLTGU ini 200 kilometer dengan diameter 14 inc, terpasang lintas laut dan ditanam di dasar laut. Selain itu, pembangunan infrastuktur ini juga tergolong lebih cepat dari target yang telah direncanakan.

Keberhasilan PT  KJG memasok gas bumi ke PLTGU Tambak Lorok, Semarang secara tidak langsung telah menggantikan Bahan Bakar Minyak (BBM). Belum selesai sampai di situ, pasokan gas bumi dari PT KJG ini juga mampu membuat PLN dapat lebih hemat dalam hal biaya operasional, tidak tanggung-tangung PLN mampu menghemat hingga triliunan tiap tahunnya. Hal ini pula yang menjadi pertimbangan industri-industri di Indonesia mulai memilih menggunakan gas bumi. Apalagi jika dihitung dalam skala nasional, penyaluran gas bumi PGN kepada pelanggannya mampu menghemat Rp88,3 triliun pertahun.

Setelah membaca berita terkait penyaluran gas bumi ke PLTGU Tambak Lorong, Semarang, dalam tegukan kopi berikutnya saya mencari berita terkait penyaluran gas bumi ini. Hasilnya saya temukan, sebelum menyalurkan ke PLTGU Semarang, ternyata PGN sudah lebih dulu memasok gas bumi untuk bahan bakar pabrik feronikel milik PT ANTAM Tbk di Pomala, Sulawesi Tenggara. Tentunya PT ANTAM sudah lebih dulu mempertimbangkan keuntungan yang didapat ketika menggunakan gas bumi PGN ini. Hasilnya dapat dilihat, dalam berita yang dilansir dari detik.com, Tedy Badrujaman selaku Direktur Utama ANTAM mengungkapkan bahwa penggunaan gas bumi dapat lebih menurunkan biaya produksi feronikel, sehingga membuat ANTAM menjadi  lebih kompetitif dan menghasilkan imbal yang lebih tinggi dari lini usaha nikel.

Setelah membaca dua berita positif seputar gas bumi pagi ini, pikiran saya juga terbawa kepada hal yang positif, sebab secara tidak langsung berita seputar gas bumi ini mengallihkan perhatian dan pandangan saya bahwa terlalu banyak berita negatif justru semakin menjual berita tersebut untuk dibaca orang. Padahal, berita-berita positif seperti pengembangan gas bumi ini perlu lebih diekspos lebih banyak ke masyarakat agar semakin banyak masyarakat yang mengatahui manfaat yang didapat dengan menggunakan energi gas bumi.

Dalam tegukan terakhir saya sudahi pula bacaan saya dan mulai menutup smartphone kemudian mandi dan bersiap ke “kantor”, sebab jarum jam sebentar lagi sebentar lagi berada di angka 10.

Tulisan ini disumbangkan untuk jadi artikel situs Si-Nergi

Sumber:
http://finance.detik.com/energi/3056036/pgn-pasok-gas-bumi-ke-pabrik-feronikel-milik-antam
Kehadiran limbah seringkali tidak dikehendaki oleh masyarakat, bukan hanya karena tidak memiliki nilai ekonomis, kehadiran limbah juga dianggap memiliki dampak negatif terhadap lingkungan terutama bagi kesehatan manusia. Kondisi inilah yang membuat keberadaan limbah masih dipandang sebelah mata. Padahal, jika diolah dan dimanfaatkan secara maksimal, keberadaan limbah bukan lagi menjadi masalah terhadap lingkungan, justru sebaliknya kehadiran limbah dapat memiliki nilai ekonomis. Terlebih dewasa ini semakin para ahli yang memasukkan limbah sebagai energi alternatif. Jika  ini terus dikembangkan, seperti peribahasa “sekali mendayung dua tiga pulau terlampaui”, pemanfaatan limbah yang maksimal bukan hanya menjadi solusi energi alternatif, tetapi juga turut menjaga kelestarian lingkungan.

Berbicara pemanfaatan limbah sebagai energi alternatif, kita tidak perlu repot-repot melihat negara maju, sebab di Indonesia sendiri pemanfaatan limbah sebagai energi alternatif sudah banyak dilakukan. Dalam tulisan saya sebelumnya, saya sempat membahas bagaimana warga di kawasan Petojo, Kecamatan Gambir, Jakarta Pusat, berhasil memanfaatkan energi biogas yang dihasilkan dari kotoran manusia. Padahal tadinya daerah tersebut merupakan daerah kumuh atau bisa dibilang kehidupan warga sekitar jauh dari kata bersih dan sehat akibat buruknya sanitasi. Singkatnya, pemanfaatan biogas dari kotoran manusia di kawasan Petojo ini, selain dapat menjadi energi alternatif, juga turut mengurangi pencemaran lingkungan.

Selain dapat dimanfaatkan menjadi biogas, keberadaan limbah kotoran manusia atau human excreta juga memiliki nilai ekonomis lain, yakni dapat dijadikan bahan pupuk organik yang berkualitas. Hal ini tentu menjadi kabar baik bagi para petani di Indonesia, sebab seringkali kita lihat petani-petani di Indonesia kerap kesulitan mendapatkan pupuk akibat kelangkaaan maupun tingginya harga pupuk di pasaran. Jika masyarakat jeli melihat peluang, tentu kelangkaan pupuk yang selama ini dialami sudah bukan lagi menjadi persoalan berarti. 

Bukan hanya limbah kotoran manusia yang dapat dimanfaatkan menjadi energi alternatif. Beberapa limbah lain juga berpotensi menjadi energi alternatif masa depan. Hal ini tentu sebelumnya telah dilakukan berbagai penelitian. Bahkan, banyak penelitian-penelitian terkait pemanfaatan limbah ini dilakukan oleh pelajar Indonesia. Salah satunya datang dari siswa SMA Muhammadiyah Pakem Yogyakarta yang berhasil memanfaatkan limbah salak pondoh menjadi bioetanol dan pupuk organik. Berkat penelitian yang dilakukan Muhammad Fahmi dan tatang Sasongko ini, mereka terpilih menjadi 25 finalis kompetisi Toyota Eco Youth (TEY) 10. Selain turut berkontribusi dalam upaya mencari energi alternatif, berkat hasil penelitian yang mereka lakukan dapat meningkatkan nilai tambah dari buah salak. Secara tidak langsung, pemanfaatan limbah salak ini mampu memberdayakan para petani salak.

Hal serupa juga terjadi di Malang, Jawa Timur, di mana empat mahasiswa  Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya (FTP – UB) Malang berhasil menyulap limbah biogas yang melimpah dan selama ini dibuang percuma menjadi produk dengan nilai ekonomis tinggi. Keempat mahasiswa yang tergabung dalam Program Kreativitas Mahasiswa  bidang Pengabdian Masyarakat (PKM-Dikti) 2015 ini menamakan produk hasil ciptaan mereka dengan nama “Paprika Manjur”. Pemberian nama Paprika Manjur ini merupakan singkatan dari pakan ternak, pakan ikan, pupuk organik, dan media tanam jamur.

Meski bukan tergolong baru, Paprika Manjur hasil ciptaan mahasiswa Universitas Brawijaya ini memiliki beberapa kelebihan, di antara lebih aman karena diolah oleh bahan-bahan alami. Selain itu, pembuatab Paprika Manjur yang cukup sederhana tidak membutuhkan biaya mahal, sehingga harga jualnya pun juga tidak mahal. Manfaat yang cukup signifikan dari hasil ciptaan mahasiswa Malang ini selain membuat limbah yang tadinya tidak terpakai menjadi memiliki nilai ekonomis, juga dapat meningkatkan pendapatan masyarakat di Dusun Toyomerto, di mana sebagian besar berprofesi sebagai peternak yang menggunakan biogas sebagai bahan bakar penggganti LPG. Selain itu, hasil temuan ini juga secara tidak langsung  turut menyelamatkan lingkungan dari pencemaran lembah biogas.

Masih di wilayah Malang, pemanfaatan limbah sebagai energi altenatif juga dapat dilihat dari hasil penelitian yang dilakukan oleh tiga mahasiswa Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya Malang. Ketiga mahasiswa tersebut berhasil memanfaatkan rumen atau struktur sistem pencernaan ternak yang umumnya menjadi limbah bagi rumah potong hewa menjadi sumber energi. Melalui sistem kerja dengan mengintegrasikan biogas dengan teknologi microbial fuel cell, ketiga mahasiswa ini memanfaatkan bakteri anaerob, limbah rumen sebagai bahan baku untuk menghasilkan energi listrik. Sementara limbah dari proses energi listrik dimanfaatkan kembali menjadi pupuk. Hasilnya, penelitian yang mereka lakukan turut dipresentasikan dalam International Engineering Student Conference (IESC) 2016 yang diselenggarakan di Universitas Indonesia pada 19-20 Agustus 2016 lalu.

Semoga dengan berbagai penemuan yang telah dilakukan ini dapat terus dikembangkan, sehingga keberadaan limbah tidak lagi  menjadi masalah. Justru sebaliknya, limbah-limbah yang selama ini dianggap tidak memiliki kegunaan dapat menjadi energi altenatif masa depan.


Tulisan ini disumbangkan untuk jadi artikel situs Si-Nergi


Sumber:          


Sesuai yang pernah saya tulis sebelumnya bahwa akan ada lagi kapal-kapal lain yang berlayar mengangkut Liquefield Natural Gas (LNG) menuju Fasilitas Floting Storage and Regasification Unit (FSRU) Lampung selama tahun 2016 ini. Kapal yang saya ibaratkan seperti Sunny Go milik kru Mugiwara No Luffy dalam serial One Piece baru-baru ini telah selesai mengarungi lautan untuk kembali mengantarkan satu kargo (sekitar 137.700 meter kubik) LNG atau gas bumi cair dari Kilang Tangguh - Papua menuju FSRU Lampung. Pelayaran kargo LNG ini menggunakan kapal Tangguh Towuti  dan telah sampai pada 4 September lalu. Perlu diketahui, ini adalah pelayaran kelima kapal tersebut mengantarkan LNG dari delapan kargo yang akan dikirim selama 2016 ini.

Pelayaran kapal dalam mengangkut LNG ini yang membuat saya selalu membayangkan serial One Piece dengan FSRU Lampung. Saya membayangkan bahwa kapal yang berlayar itu adalah Sunny Go, kapal kedua milik kru Mugiwara No Luffy. Kapal yang membawa Luffy dan kawan-kawannya menuju “era baru. Begitu juga dengan kapal yang tiba di FSRU Lampung membawa LNG ini. Kapal ini bagi saya juga membawa era baru, yaitu era di mana masyarakat di Indonesia tidak perlu lagi takut dengan cadangan minyak bumi yang semakin menipis. Era di mana daerah di Indonesia tidak perlu lagi takut kekurangan listrik. Era yang dimulai salah satunya dengan adanya FSRU Lampung ini.

Sama halnya dengan perjalanan yang dilakukan kru Mugiwara No Luffy dalam mengarungi “dunia baru” yang menghadapi berbagai tantangan, FSRU Lampung pun sempat merasakan berbagai persoalan, salah satunya sempat mangkrak selama tujuh bulan di tahun 2015. Namun, berbagai persoalan tersebut kini perlahan mulai teratasi. Sebaliknya, FSRU Lampung yang sebelumnya sempat “mati suri”, kini bakal menjadi alternatif bagi PT PerusahaanGas Negara Tbk (PGN) dalam upaya memenuhi kebutuhan gas bumi bagi pelanggan PGN di Jawa bagian barat dan Sumatera bagian selatan. Hal ini tidak lepas dari upaya yang dilakukan PGN dalam memaksimalkan keberadaan FSRU Lampung untuk mendukung penyerapan produksi gas bumi dalam negeri dan dapat menekan impor gas bumi Indonesia.

Sekadar informasi, sebelum disalurkan LNG terlebih dahulu mengalami proses regasifikasi (mengubah dalam bentuk cair ke gas). Nantinya, dari FSRU Lampung gas tersebut mengalir melalui pipa bawah laut menuju stasiun penerima di Labuan Maringgai yang terhubung dengan pipa South Sumatera West Java (SSWJ), sehingga gas tersebut dapat didistribusikan ke pelanggan PGN di Jawa bagian barat dan Sumatera bagian selatan.

Penting juga untuk diketahui bahwa FSRU ini merupakan sebuah terminal terapung yang di dalamnya dilengkapi dengan fasilitas untuk menampung LNG dan fasilitas untuk mengubah LNG menjadi gas (regasifikasi). Adapun untuk FSRU Lampung sendiri diresmikan pada 7 April 2014 lalu ini memiliki dimensi LOA 294 meter, luas 66 meter, dan kedalaman 26 meter. Selanjutnya untuk berat FSRU Lampung di dalam air laut adalah 81.900 ton dengan memiliki kapasitas penampung LNG 170.000 meter kubik dan kemampuan regasifikasi 240 MMSCFD (juta kaki kubik per hari). FSRU Lampung terletak di lepas pantai, yang berjarak sekitar 21 km dari Labuhan Maringgai, Lampung.


Tulisan ini disumbangkan untuk jadi artikel situs Si-Nergi


Sumber:

Secara bahasa, qurban berasal dari kata qaruba atau qarib yang artinya (men)dekat. Sebelumnya saya ingin meminta maaf jika tulisan ini lebih banyak mencurahkan isi hati (rentan Baper).  Ada banyak sekali cerita yang sebetulnya ingin saya tuliskan, baik itu menjelang maupun saat perayaan Hari Raya Idul Adha. Namun, dari sekian banyaknya cerita tersebut, saya memilih tiga yang akan saya ceritakan. Ketiga cerita ini menurut saya pribadi menjadi wujud makna dari kata qurban yang sesungguhnya.

Cerita pertama datang satu hari menjelang Idul Adha. Salah seorang dari teman saya saat itu ditinggal nikah dengan wanita yang selama ini dia idamkan. Saya tidak tahu alasannya kenapa, tetapi yang jelas sebagai seorang sahabat dan orang yang (juga) pernah mengalami masa seperti itu, saya bisa merasakan betul apa yang teman saya rasakan. Selain itu, sebagai seorang sahabat, saya bersama teman yang lain berusaha menghibur, mulai dari mengajak nongkrong hingga  karaoke-an. Alhasil, malam itu saya menginap di rumah salah satu teman saya.

Peristiwa yang terjadi pada teman saya ini mengingatkan saya dengan perkataan Sudjiwo Tedjo “menikah adalah nasib, mencintai adalah takdir, kau bisa berencana menikah dengan siapa, tetapi kau tidak bisa merencanakan cintamu untuk siapa”. Selain itu, peristiwa yang menimpa teman saya ini pula membuat jalinan persahabatan dengan teman saya ini  berada pada titik yang begitu dekat. Secara tidak langsung arti (men)dekat dari kata qurban dengan perayaan Idul Adha tahun ini menjadi hikmah tersendiri bagi persahabatan saya dan teman-teman. Kami menjadi begitu dekat.

Hari raya Idul Adha yang baru saja kita lewati juga menghadirkan kenangan saya kepada ibu. Ini adalah tahun pertama saya dan keluarga menjalani Idul Adha tanpa kehadiran sosok ibu. Salah satu kenangan yang begitu terasa adalah saat perayaan Idul Adha tahun lalu. Ketika itu ibu saya mengajak anak-anaknya (termasuk saya) untuk mulai menabung. Uang hasil tabungan nanti akan digunakan membeli sapi untuk di-qurban-kan pada Idul Adha tahun depan (tahun ini). Sayangnya, belum sempat rencana itu dijalankan, ibu saya lebih dulu pulang ke hadapan Illahi. Secara tidak langsung, hikmah qurban tahun ini bagi saya pribadi (men)dekat-kan kenangan sekaligus keinginan ibu saya yang belum sempat tercapai.

Sementara itu, cerita lain dari perayaan Idul Adha tahun ini adalah pada pelaksanaan qurban itu sendiri. Sedikit berbeda dari dua cerita sebelumnya, namun masih berkaitan dengan momen Idul Adha. Pada Hari Raya Idul Adha tahun ini, PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) menyerahkan hewan qurban di berbagai wilayah di Indonesia, terutama di wilayah-wilayah yang menjadi tempat jaringan gas bumi PGN berada.

Sebanyak 143 hewan qurban disumbangkan PGN ke 70 lokasi yang tersebar di wilayah Medan, Sumatera Utara. Hewan qurban yang diserahkan terdiri atas 11 sapi dan 132 kambing. Penyerahan hewan qurban juga dilakukan di wilayah Batam. Sebanyak 42 ekor hewan qurban yang terdiri atas 4 ekor sapi dan 38 ekor kambing diserahkan PGN area Batam.

Penyerahan hewan qurban untuk masyarakat ini menjadi bukti kepedulian PGN terhadap sesama. Bukti kepedulian PGN kepada masyarakat sebetulnya sudah dapat kita lihat dari penyaluran gas bumi ke wilayah-wilayah Indonesia. Hal ini dapat kita lihat untuk wilayah Medan dan Batam. Di Medan, PGN telah memasok gas bumi PGN telah memasok gas bumi ke 20.085 pelanggan, yang terdiri dari 45 industri besar, 436 usaha kecil menengah, 61 usaha komersial seperti cafe dan restoran serta hotel, dan 19.543 rumah tangga. Penyaluran gas bumi di Medan berjalan dengan baik dan lancar. Pelanggan yang menggunakan gas bumi PGN merasakan penghematan yang cukup signifikan, mudah dalam penggunaanya dan aman. Sementara untuk wilayah Batam, PGN telah menyalurkan gas bumi ke berbagai segmen pelanggan, mulai dari pembangkit listrik, industri, komersial, sosial dan rumah tangga.

Selain sebagai bentuk kepedulian PGN, jika kita lihat dari sudut pandang sosial, penyerahan hewan qurban ini juga mencerminkan rasa kepekaan PGN untuk berbagi kepada sesama. Dalam arti yang lebih luas, penyerahan hewan qurban yang dilakukan PGN ini menjadi wujud pemaknaan dari kata qurban itu sendiri, yakni bukan hanya (men)dekat-kan diri kepada Sang Khalik tetapi juga kepada masyarakat  sebagai makhluk sosial.

Tulisan disumbangkan untuk jadi artikel situs Si-Nergi

Sumber:

Masih dominannya konsumsi Bahan Bakar Minyak (BBM) di kalangan masyarakat Indonesia seiring bertambahnya jumlah penduduk yang secara otomatis meningkat pula jumlah kendaraan. Hal tersebut diperparah dengan kecenderungan masyarakat Indonesia dalam pemanfaatan sumber daya energi yang dihasilkan BBM. Padahal, dengan jumlah konsumsi yang terus meningkat secara otomatis juga menyebabkan harga BBM naik, bahkan mengalami kelangkaan. Hal inilah yang harus disadari masyarakat Indonesia untuk beralih menggunakan energi alternatif guna mengatasi permasalahan BBM yang semakin langka.

Berbicara energi alternatif, sebenarnya Indonesia memiliki banyak solusi guna mengatasi semakin menipisnya energi BBM. Dalam tulisan terdahulu, potensi gas bumi di Indonesia menjadi opsi yang cukup tepat dalam menghadirkan energi baru dan terbarukan. Maka tidak heran, hingga saat ini pemerintah melalui PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) terus berupaya mengembangkan potensi gas bumi tersebut.

Di saat sedang berupaya mengembangkan potensi gas bumi dan belum habis menikmati energi gas bumi yang ada, kini Indonesia sudah memiliki cadangan energi alternatif lain, yakni bioenergi. Bioenergi ini merupakan salah satu sumber energi terbarukan yang berasal dari biomassa. Adapun biomassa merupakan bahan biologis berasal  dari organisme yang belum lama mati, seperti bahan bakar kayu, limbah, dan alkohol. Hal ini berbeda dengan bahan bakar fosil.

Potensi bioenergi yang berasal dari limbah di Indonesia terbilang cukup melimpah, yakni mencapai 49.810 megawatt. Hal ini tidak lepas karena posisi Indonesia sebagai negara agraris yang terletak di daerah khusus khatulistiwa merupakan negara kaya akan potensi bioenergi yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar dalam bentuk cair (biodiesel, bioethanol), gas (biogas), padat, maupun sebagai listrik. Apalagi jika melihat kondisi negara Indonesia yang merupakan negara tropis. Hal ini membuat Indonesia mempunyai pasokan biomassa sepanjang tahun. Salah satu contohnya dapat dilihat dari industri kelapa sawit, di mana terdapat surplus limbah biomassa dalam jumlah besar.

Besarnya potensi bioenergi yang dimiliki Indonesia tidak hanya dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan ketahanan energi, namun juga mempunyai kesempatan yang besar dalam memberikan kontribusi terhadap penyediaan energi bersih, bukan hanya untuk masyarakat Indonesia, tetapi juga kepada masyarakat dunia.

Sayangnya, meski memiliki potensi yang cukup besar, pemanfaatan bioenergi di Indonesia masih belum maksimal, yakni baru mencapai sekitar 1.618. Jika dihitung dalam persentase, artinya pemanfaatan bioenergi baru 3,25 persen. Hal ini tentu menjadi perhatian bagi pemerintah, dalam hal ini Kementerian ESDM untuk mamasukkan bioenergi sebagai salah satu agenda dalam mengembangkan energi baru dan terbarukan di Indonesia. Hal tersebut pun sudah dibuktikan, di mana sejak akhir 2008 lalu Kementerian ESDM telah memberlakukan kewajiban pemanfaatan biodiesel dan bioethanol secara bertahap terutama pada sektor transportasi darat.

Semoga dengan besarnya potensi bioenergi yang dimiliki membuat Indonesia semakin memiliki banyak opsi dalam menghadirkan energi alternatif untuk masa depan. Selain itu, adanya pemanfaatan bioenergi ini tentu mengubah pandangan masyarakat Indonesia bahwa limbah di balik segala dampak negatif yang dimilikinya justru menyimpan manfaat yang cukup besar jika dimanfaatkan secara optimal.

Tulisan ini disumbangkan untuk jadi artikel situs Si-Nergi


Sumber:
http://beritadaerah.co.id/2016/08/31/potensi-bioenergi-di-indonesia-luar-biasa-bisa-mencapai-49-810-mw/
Siapa sangka sampah dan kotoran manusia yang selama ini dianggap sepele justru kini dilirik menjadi energi alternatif. Memang pertumbuhan penduduk yang sangat cepat membawa berbagai dampak bagi kehidupan, termasuk lingkungan. Hal ini menimbulkan dampak seperti tercemarnya sungai, penumpukan sampah, hingga hilangnya daerah resapan air. Masyarakat harus menyadari bahwa menjaga dan melestarikan lingkungan merupakan tanggungjawab bersama. Bahkan, sudah seharusnya kini masyarakat mulai mengubah stigma negatif dari keberadaan sampah menjadi sesuatu yang positif dan bernilai ekonomis, sehingga keberadaan sampah justru memberikan keuntungan.

Salah satu cara untuk menghadirkan kondisi tersebut adalah dengan menjadikan sampah serta limbah kotoran manusia atau tinja sebagai bahan baku pupuk organik yang berkualitas. Hal ini tentu menjadi kabar baik pagi petani-petani di Indonesia, sebab selama ini para petani kesulitan mendapatkan pupuk akibat kelangkaan maupun tingginya harga pupuk di pasaran. Bahkan, selain dapat dijadikan bahan baku pupuk organik, kotoran manusia juga menghasilkan energi alternatif  yang terbarukan berupa biogas.

Berbicara biogas, saya tertarik membahas daerah yang sudah mulai memanfaatkan kotoran manusia sebagai energi alternatif ini. Sudah sembilan tahun warga Petojo menikmati biogas secara gratis. Sebelumnya Kelurahan Petojo, Kecamatan Gambir, Jakarta Pusat  merupakan daerah kumuh, bisa dibilang kehidupan warga sekitar jauh dari kata bersih dan sehat akibat buruknya sanitasi. Akan tetapi, sejak tahun 2015 kondisi di daerah tersebut  perlahan berubah. Daerah ini dijadikan proyek percontohan bagi penataan daerah padat penduduk di perkotaan. Salah satu penggunaan dana dari USA yang paling menonjol adalah sarana MCK (mandi, cuci, kakus) plus-plus yang dibangun pada 2007.

Masyarakat di daerah Petojo yang  sebelumnya terbiasa dengan kehidupan kumuh, namun  sejak ada MCK plus-plus, masyarakat di daerah tersebut pun perlahan mulai menerapkan pola hidup bersih meskipun awalnya sempat merasa kesulitan. MCK plus-plus seluas 125 meter persegi ini dilengkapi dengan teknologi penyaringan air DWOT atau Decentralization Wastewater Treatment. Selain itu, sarana MCK di Potojo ini memiliki sarana biodigester yang mampu mengubah pembuangan limbah manusia menjadi bahan bakar biogas.

Kandungan bahan organik dalam limbah manusia memang cukup besar, yakni terdiri dari senyawa-senyawa sulfur, karbon, nitrogen, hidrogen, oksigen, dan fosfor. Kandungan inilah yang dapat diproses menjadi biogas. Adapun agar dapat diurai, bahan organik ini harus ditempatkan di dalam ruangan khusus yang hampa udara, yaitu sumur digester atau sumur pencernaan. Di sumur inilah bahan organik mengalami proses pembusukan dan peluruhan. Bahan organik tersebut dipecah menjadi komponen sederhana  oleh mikro organisme anaero. Ketiadaan oksigen menghasilkan karbon metan. Produksi metan inilah yang kemudian dimanfaatkan sebagai bahan bakar.

Biogas memang bukan teknologi baru. Sejak abad 10 sebelum masehi biogas atau gas metan sudah dimanfaatkan oleh bangsa Syria untuk memanaskan air mandi. Sementara penduduk Tiongkok sekitar 3000 tahun lalu sudah memanfaatkan biogas yang keluar dari rawa-rawa. Gas metan sendiri baru diidentifikasi dan ditemukan pada 1977 oleh ilmuwan Alessandro Volta dari Italia. Volta yang juga penemu baterai ini menemukan metana dengan cara mengumpulkan gas dari rawa-rawa kemudian mencoba membakarnya dengan aliran listrik.

Sarana MCK plus-plus di Petojo ini mampu menampung limbah dari sekitar 300 orang warga. Berdasarkan data United Nations pada tahun 1984 setiap orang dewasa mampu menghasilkan limbah sebanyak 0,2 kilogram perhari. Artinya, sarana MCK plus-plus di Petojo ini mampu menghasilkan tinja sebanyak 60 kilogram perhari. Setiap 1 kilogram limbah manusia mengandung 0,3 meter kubik biogas. Hal ini berarti, dalam sehari sarana MCK plus-plus di Petojo mampu menghasilkan sebanyak 18 meter kubik atau setara 8 kilogram LPG.

Meski jumlah yang dihasilkan belum bisa mencukupi kebutuhan warga Petojo, namun pemanfaatan kotoran manusia menjadi biogas ini perlu kita apresiasi bersama. Apalagi jika melihat pemanfaatan biogas ini tersebut diputuskan oleh pengelola untuk acara-acara yang berkaitan dengan kegiatan masyarakat sekitar, seperti arisan maupun Posyandu. Selain itu, jangan lupa bahwa sebelumnya daerah tersebut merupakan wilayah kumuh. Artinya, pemanfaatan biogas ini, selain dapat menjadi energi alternatif, juga turut mengurangi pencemaran lingkungan.

Tulisan ini disumbangkan untuk jadi artikel situs Si-Nergi


Sumber:
Sebagian besar tulisan ini bersumber dari acara Ensiklotivi TVOne yang pernah tayang pada 25 Maret 2016 lalu yang direkam ulang. Saat itu, program tersebut sedang membahas pemanfaatan energi Biogas di kawasan Petojo, Jakarta Pusat.