Pada Sebuah Keinginan

3 comments

Jadi jurnalis itu bahaya loh. Kamu nanti disuruh liputan kalau lagi ada demo. Belum lagi kamu juga bakal disuruh liputan kalau lagi ada perang. Pokoknya bahaya deh. Ibu kok kurang setuju ya kalau kamu jadi jurnalis. Bapak itu berharap banget sama kamu, setelah hanya bisa menyekolahkan kakak-kakak kamu sampai SMA. Apalagi kalau dengar omongan orang-orang di kampung kita, kamu belum kuliah aja udah banyak yang nyinyir. Katanya, bapakmu yang cuma pedagang terlalu ambisius mau menyekolahkan anaknya sampai perguruan tinggi, mending uangnya dipakai buat daftar haji. Mereka bilang Nak, ngurusi anak mah ga ada habisnya. Makanya kamu harus bisa buktikan sama mereka kalau kamu itu bisa sukses. Ibu maunya kamu pilih jurusan yang pasti-pasti aja. Kalau bisa jangan di luar kota, supaya kamu tetap bisa bantu-bantu bapak jualan di pasar.
 
Dengan wajah sendu dan hati-hati ibu coba menjelaskan itu pada saya. Dia tahu, kalau anaknya yang satu ini agak keras kepala dan gampang terbawa perasaan. Saya yang sudah terlanjur dibuat Baper dengan perkataan ibu hanya bisa menjawab sebisanya. “Setiap pekerjaan punya risikonya masing-masing, bu. Ga selalu wartawan itu kerjaannya liput orang demo atau perang. Ibu juga ga usah dengerin apa kata orang, nanti yang ada capek sendiri. Lagi pula saya kuliah buat diri saya, bukan buat mereka”. 

Mendengar jawaban tersebut, kakak perempuan saya yang daritadi sibuk mendengarkan jadi ikutan gatel untuk berkomentar. “Lagian apa enaknya sih jadi jurnalis. Kerja di lapangan, kejar-kejar berita, panas-panasan, belum lagi bahaya kayak yang ibu bilang”. 

Saya yang sudah mulai tidak nyaman dengan suasana seperti itu, kembali hanya bisa menjawab sebisanya. “Jadi jurnalis itu enak, ketemu orang-orang penting sama bisa jalan-jalan gratis”. Saya juga tahu, bapak yang sedari tadi hanya menatap layar tv sambil memegang remote sebenarnya ikut menyimak obrolan ini. Namun, dia memilih tidak ikut berkomentar. Baginya, selama masih bisa disampaikan lewat ibu, dia memilih diam dan hanya akan menyampaikannya lagi ke ibu. Terus seperti itu.

Karena obrolan itu, hari-hari di sekolah saya sibukkan berkunjung ke ruang BK (Bimbingan dan Konseling) untuk sekadar berkonsultasi mengenai jurusan yang akan saya pilih setelah lulus SMA. Namanya ibu Rina, dengan sabar dan perhatian dia membantu memecahkan permasalahan yang saya hadapi. Dialah yang membantu mengarahkan hingga akhirnya saya memilih jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Pilihan yang benar-benar di luar pemikiran saya. Namun, setelah mendengar penjelasan Bu Rina, saya berbesar hati untuk memilih jurusan tersebut. Menurutnya, jika memilih jurusan bahasa Indonesia, saya akan banyak mendapat ilmu tentang keterampilan berbahasa, seperti menulis dan berbicara yang merupakan bagian penting dari seorang jurnalis. 

Hasilnya sudah bisa  ditebak. Orang yang paling senang mendengar keputusan saya mengambil jurusan pendidikan tentu ibu saya. Menjadikan saya seorang guru memang salah satu keinginannya. Bahkan, setelah mengetahui kalau saya diterima di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang ternyata saya harus ngekos, ibu tidak mempermasalahkan itu.

Kini, dua tahun sudah saya lulus dengan gelar sarjana pendidikan lengkap dengan sertifikat  akta mengajar. Namun, selama dua tahun ini pula saya masih belum bisa menginjakkan kaki di lingkungan sekolah atau menyampaikan materi di depan kelas. Maaf, bukan bermaksud membantah keinginan ibu, tapi saat ini saya memang masih mau berjuang mengejar cita-cita saya. Meski kini ibu sudah tenang di surga, tapi saya percaya kalau ibu selalu mendukung dan mendoakan kesuksesan saya. Terimakasih bu.

Oh iya, gambar di atas adalah foto terakhir kali saya bersama ibu. Siapa sangka, lebaran kala itu menjadi lebaran terakhir bersamanya. Allahummaghfir lahaa warhamha wa’aafiha wa’fu anha.



Di sudut kamar menjelang senja, 3 Februari 2017
Next PostPosting Lebih Baru Previous PostPosting Lama Beranda

3 komentar:

  1. Baru baca utuh artikel lu yang ini. Haha jadi ikutan baper. Kalau hati udah tetep sama keinginan di awal, pasti ada jalan. Mangat terus rul buat jadi jurnalis! Dunia yang mengasyikan banget buat ditelusuri!

    BalasHapus

  2. Normally I do not learn article on blogs, however I would like to say that this write-up very pressured me to take a look at and do so! Your writing style has been surprised me. Thank you, quite great post. capital one login

    BalasHapus

  3. I constantly spent my half an hour to read this blog's content every day along with a mug of coffee. aol mail login

    BalasHapus