Terkait internet sehat, pegiat ICT Watch, Heru Tjatur, mengatakan bahwa internet sehat selain memiliki dampak positif, internet juga dapat memberi ancaman. Menurut Heru, seperti dilansir dari liputan6.com, mengungkapkan ada empat ancaman di internet, yaitu konten negatif, kecanduan, bullying, dan child predator. Lebih lanjut, Heru mengungkapkan bahwa dari keempat ancaman tersebut, bahaya internet yang agak sulit dihindari adalah konten negatif. Menurutnya, terkadang anak-anak mengakses konten negatif bukan karena mereka tertarik, melainkan terpapar secara tidak sengaja. Artinya, menurut Heru, anak-anak sebetulnya tidak mencari konten negatif, tetapi mungkin pada saat mereka melakukan pencarian, konten negatif itulah yang muncul.

Berdasarkan pemaparan yang disampaikan oleh Heru Tjatur, saya kembali mendapati satu kasus, yaitu tentang seorang ibu yang terkejut, takut, dan bingung ketika mengetahui anaknya yang belum genap 5 tahun telah membuka konten pornografi di youtube melalui handphone sambil memainkan Mr.P-nya.
Menanggapi kasus tersebut, saya coba menanyakan kepada salah seorang guru TK, Retno Widjiastuti. Berdasarkan hasil wawancara tersebut, Retno mengungkapkan bahwa perlu memberi jangka waktu kepada anak-anak untuk tidak memainkan internet atau alat komunikasi. Ia juga mengungkapkan bahwa perlu juga mengajak anak-anak untuk melakukan kegiatan yang banyak menguras tenaga dengan bermain di luar, seperti mulai mengajak anak untuk beribadah. Akan tetapi, jika tetap ingin memainkan handphone atau gadget, orang tua perlu mematikan akses internet terlebih dahulu.

“ketika anak bisa membuka youtube, maka pengawasan dari orang tua yang kurang. Mungkin ada orang lain yang kebetulan habis buka film jorok itu dan masih ada di riwayat pencarian,” ujar Retno.
Kalau sudah terlanjur terjadi, orang tua harus memberi peringatan bahwa itu bukan tontonan mereka. Dirinya mengungkapkan bahwa pihak sekolah (TK) sebelumnya sudah mengajarkan seks sejak dini. Mereka (anak-anak) dikenalkan dengan bentuk tubuh manusia melalui boneka yang hampir real dengan bentuknya (ada alat kelamin dan bagian-bagian intim lainnya). Selain itu, mereka diberi tahu bahwa ada bagian yang tidak boleh dipegang oleh lawan jenis atau orang yang tidak dikenal selain orang tua, seperti Mr. P, Mr. V, pantat, dan lainnya.

Tanggapan lain berasal dari Founder Komunitas Interenet Sahabat Anak (KISA), Rita Nurlita Setia. Menurutnya, pendampingan orang tua saat anak menggunakan gadget sangat perlu dilakukan, terutama mengajak berdiskusi saat anak tak sengaja membuka situs kekerasan atau pornografi.
“Terkadang kita tidak bisa setiap detik berada di samping anak-anak, karena itu anak-anak perlu diberikan literasi media. Sejak kecil, perkenalkan pada mereka mana konten aman, hati-hati, dan berbahaya,” kata Rita yang baru saja meluncurkan novel serial anak “Terjebak di Dunia Maya”.
Setahun lalu,
Aku melihat senyum lepas seorang ibu,
Senyum ketidakpercayaan bahwa dia berhasil:
menaikkan derajat anaknya.

Setahun lalu,
Pergilah dia ke butik, meminta perancang busana (sederhana) untuk
dibuatkan kebaya yang anggun nan elegan.
Kebaya sutra seharga jutaan rupiah
dia beli hanya untuk menyaksikan anaknya wisuda.

Seratus hari sebelum setahun lalu,
Kebaya itu masih terlihat elegan di lemari yang (juga) elegan
Juga masih tersimpan semangat kebanggaan,
meski si empunya sudah meninggalkannya.
Ya, sudah seratus hari lalu.


Cikini, 22/2/2016
Sumber foto: ilustrasi
Fenomena Stand-up comedy saat ini kian populer di Indonesia. Hal ini dapat dilihat mulai munculnya para komika (sebutan untuk komedian stand up comedy) baru, di tambah banyaknya stasiun-stasiun TV yang mulai melirik seni pertunjukan lisan ini sebagai industri bisnis. Berbicara mengenai stand up comedy, kita tidak bisa lepas dari Kompas TV, yang menjadi salah satu pelopor munculnya stand up comedy di Indonesia sekaligus membuat pamor stand up comedy kian melambung dan banyak diminati masyarakat. Hal ini terbukti dengan adanya kontes stand up comedy Indonesia tiap tahunnya oleh Kompas TV, dan sekarang menjadi tahun ke 6.

Setiap tahunnya, stand up comedy Kompas TV selalu  menghadirkan komika-komika yang bukan hanya lucu, namun juga memiliki kekhasannya masing-masing. Hal ini tidak lepas karena tema dalam stand up comedy merupakan seputar kegelisahan atau curahan hati para komika yang dijadikan sebagai ruang kritikan atau pandangan dengan penyampainnya dalam bentuk humor. Selain itu, materi-materi yang dibawakan merupakan sesuatu yang dekat dengan komika, mulai dari latar belakangnya,  hal-hal yang dialami, maupun berupa hasil pengamatan.

Pada stand up comedy season 6 ini, ada salah satu komika yang terlihat unik dan menarik. Dia adalah Kamaludin. Jika dilihat dari penampilannnya, komika asal Bandung ini memang terlihat biasa. Namun, ada sesuatu yang membuat dia menjadi unik dalam kontes stand up comedy kali ini. Keunikan yang dihadirkan Kamaluddin dalam stand up-nya, yaitu dia berhasil memasukkan sesuatu yang berkaitan dengan seni, khususnya sastra ke dalam setiap materi yang dibawakan.

Membawa sastra ke ranah seni pertunjukan modern seperti stand up comedy ini merupakan sesuatu yang langka. Selama ini, jika orang mendengar sastra, hal yang paling sering muncul adalah istilah puitis. Jika itu yang muncul, di stand up comedy season 5 sudah ada Wira yang terkenal dengan gaya bahasa puitisnya. Ini menjadi berbeda dengan yang dibawakan Kamaludin. Jika Wira menjadikan salah satu jenis sastra (gaya bahasa puitis) ke dalam setiap penampilannya, namun Kamaludin menjadikan sastra secara umum sebagai bahan materinya.  Secara tidak langsung Kamaludin mencoba untuk memperkenalkan sastra secara lebih luas, di mana sastra selama ini tidak hanya soal puisi ataupun puitis.


Masih ingat, pada awal audisi, Kamaludin berhasil mengingatkan kembali apa itu ameliorasi maupun peyorasi ke dalam materi stand up-nya. Selain itu, dengan melihat latar belakang Kamaludin yang merupakan mahasiswa Jurusuan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, rasanya layak ditunggu penampilan-penampilan Kamaludin dalam membahas seputar bahasa maupun sastra ke dalam setiap materinya.
Pertanyaan tersebut sebetulnya sangat mudah untuk dijawab. Anak perlu internet. Namun pertanyaan selanjutnya, seberapa perlu atau butuh seorang anak terhadap internet. Ini yang menjadi peran orang tua untuk perkembangan anak, terutama dalam berinternet. Terkait efek negatif yang akan ditimbulkan, kita sebagai orang tua tidak bisa begitu saja menjauhkan anak-anak kita dari internet. Justru sebaliknya, hendaknya memperkenalkan internet kepada anak sejak dini sangat perlu dilakukan. Bukan tidak mungkin, ketika kita melarang anak untuk berinternet justru membuat anak semakin penasaran dan mencarinya di luar. Hal ini akan menimbulkan risiko yang lebih besar.

Berbicara internet untuk anak, saya sendiri merasakan kasus yang cukup mengejutkan, dan mungkin ini juga dialami bagi sebagian orang lain. Kasus ini bermula ketika saya tiba-tiba mendapat pesan suara melalui aplikasi WhatsApp yang dikirim oleh keponakan saya, kemudian belakangan dia mulai mengirimkan pesan gambar melalui BBM, padahal usia keponakan saya baru 3 tahun. Saya sempat menanyakan kepada orang tuanya, bagaimana bisa dia melakukan itu. Orang tuanya mengatakan bahwa dia bisa karena sering melihat kakaknya sering menggunakan pesan suara. Bahkan orang tuanya mengatakan bahwa keponakan saya ini bisa dan tahu di mana tempat untuk membuka foto, lagu, atau video. Bagi saya, anak usia 3 tahun memainkan smartphone laiknya orang dewasa sangat mengejutkan. Saya takut, bagaimana jika sewaktu-waktu dia (keponakan) berselancar di dunia maya misalnya youtube, kemudian menemukan konten yang negatif, sedangkan orang tuanya belum memperkenalkan lebih jauh tentang baik dan buruknya internet.


Melalui kasus di atas, sedikitnya saya melihat bahwa internet dan anak bukan lagi sesuatu yang harus ditolak atau dijauhkan, tetapi tidak lantas membebaskan atau membiarkan anak begitu saja untuk berinternet. Sekali lagi peran orang tua menjadi sangat penting dan menjadi PR untuk memastikan bahwa anak-anak berinternet secara sehat dan aman.




Bicara internet sudah bukan barang baru di telinga kita. Zaman yang semakin maju memunculkan berbagai perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Salah satu contoh yang paling nyata adalah perkembangan teknologi informasi. Ketika menulis ini, saya sempat bertanya dalam hati, apakah anak-anak sekarang mengenal istilah telegram. Saya cukup sangsi untuk mengatakan ya. Padahal, jika kita menengok materi pelajaran Bahasa Indonesia dulu, telegram menjadi salah satu materi yang selalu ada dalam pelajaran tersebut. Bahkan bagi para orang tua, mungkin sebagian pernah mempraktekkan langsung ‘sensasi’ menulis telegram. Akan tetapi, jika kita menggunakan istilah ‘pesan singkat’, pasti yang terlintas di pikiran anak-anak adalah SMS (Short Message Service) atau chatting. Hal ini menunjukkan perbedaan cara berkomunikasi (jarak jauh) antara dulu dengan sekarang, tentunya karena perkembangan teknologi informasi yang kian maju. Selain itu, berdasarkan kasus materi tentang telegram, ini membuktikan bahwa perkembangan teknologi informasi juga memengaruhi pembelajaran yang akan diterima anak-anak dalam ruang lingkup pendidikan.

Perkembangan teknologi, dalam hal ini teknologi informasi memang tidak bisa ditolak. Bagaimanapun, berkembangnya teknologi akan memberikan dampak, bukan hanya positif tetapi juga nagatif. Semuanya tentu tergantung bagaimana kita memanfaatkan perkembangan teknologi tersebut. Kembali ke internet, ini juga menjadi salah satu hasil dari perkembangan teknologi. Zaman modern seperti sekarang ini, apapun bisa dilakukan melalui internet, seperti belanja, pesan makanan, bahkan naik ojek pun bisa dilakukan melalui internet. Selanjutnya, melalui internet, sesuatu yang terjadi di negara lain, detik itu juga kita bisa mengetahuinya. Kemudian untuk berkabar dengan orang lain, hanya dengan telepon atau handphone kita bisa langsung saling berkomunikasi seperti tanpa ada jarak, apalagi adanya smartphone yang dilengkapi dengan berbagai fasilitas. Singkatnya, kehadiran internet secara tidak langsung ‘berhasil’ mempermudah aktivitas manusia. Akan tetapi, apakah dari semua kemudahan yang dihadirkan teknologi informasi (internet) tidak memberikan dampak buruk, terutama bagi anak-anak yang notabene masih sangat memerlukan bimbingan dan arahan dari orang tua. Hal ini yang perlu diperhatikan, terutama bagi para orang tua.
Infografis: Mujahid Alawy (http://bit.ly/1MYAgue)
Beberapa hari ini saya disibukkan dengan istilah thorium. Parahnya lagi thorium ini sedang digadang-gadang bakal menjadi energialternatif, bukan hanya di Indonesia loh, tapi juga di beberapa negara. Penasaran dengan istilah yang satu ini, saya coba mencari informasi lebih mendalam tentang thorium. Jika dibaratkan sebuah perkenalan, alangkah lebih baik jika kita kenalan dulu sama thorium. Ternyata usut punya usut, nama thorium ini berasal dari kata Thor (Dewa Petir). Ingat, ini tidak ada kaitannya denagn Thor yang ada di film-film itu loh. Istilah thorium yang bagi saya pribadi masih cukup awam, membuat saya semakin penasaran. Saya mendapat informasi lanjutan tentang thorium ini yang ternyata di Indonesia thorium dikenal juga dengan istilah ‘nuklir hijau’. Mendengar kata ‘hijau’, pikiran saya malah terbawa sama tokoh superhero lainnya. Yup, Hulk. Kalian tahu, mendengar kata Hulk, pertanyaan konyol saya mulai muncul, kalau memang di Indonesia dikenal dengan istilah ‘nuklir hijau’ kenapa namanya tidak menjadi ‘Hulkium’. Ya, apalah arti sebuah nama (hehehe)

Selesai dengan permasalahan terkait nama, saya melanjutkan rasa penasaran dengan mencari tahu alasan kenapa thorium ini digadang-gadang sebagai energi alternatif. Memangnya sehebat apa sih thorium ini.

Berdasarkan data yang saya himpun, sedikitnya ada beberapa informasi penting terkait si thorium ini. Thorium merupakan salah satu bahan bakar yang memiliki densitas energi terpadat. Bahkan, 1 ton thorium yang besarnya seperti bola basket dapat menjadi bahan bakar pembangkit listrik berdaya 1000 MW selama 1 tahun.

Selesai sampai di sini? Belum.

Energi thorium ini juga merupakan sumber energi yang bersih, ia mampu menghasilkan limbah nuklir yang sangat kecil, tidak dapat dipersenjatai, tidak mengeluarkan emisi apapun, dan murah meriah. Melihat banyaknya manfaat yang di tawarkan thorium, saya memahami kenapa banyak negara mulai mempertimbangkan energi yang satu ini sebagai energi alternatif. Namun, pertanyaan baru justru muncul di benak saya. Kalau negara lain mulai mempertimbangkan thorium sebagai energi alternatif, lantas bagaimana dengan Indonesia. Bukankah penolakan pada rencana pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir saja masih banyak terjadi.

Menurut data yang saya lansir dari situs resmi Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan), pembahasan tentang pemanfaatan thorium sebagai bahan bakar reaktor pembangkit listrik tenaga nuklir juga santer di Indonesia. Bahkan, di sana dijelaskan bahwa kandungan thorium di Indonesia melimpah. Namun, ada yang menganggu di benak saya. Mungkinkah Indonesia memiliki Pembangkit Listrik Tenaga Thorium (PLTT). Sementara seperti yang saya katakan sebelumnya bahwa penolakan terhadap rencana pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir saja masih banyak terjadi, baik di kalangan masyarakat maupun di kalangan pejabat. 

Seperti yang dilansir dalam detikFinance, Kepala Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan), Djarot Sulistio Wisnubroto, mengungkapkan bahwa secara teori memungkinkan jika Indonesia memiliki PLTT, meski ia mengakui bahwa implementasinya sulit. Hal tersebut karena sampai saat ini belum ada satu negara pun di dunia yang mengoperasikan PLTT. Namun, kita juga perlu berbahagia karena cadangan thorium di Indonesia 4 kali lipat dari cadangan uranium. Ini mengindikasikan bahwa kita memiliki sumber daya yang cukup banyak.

Selain itu, yang patut kita syukuri bahwa saat ini Batan bekerja sama dengan PT. TIMAH membuat Pilot Plan pemisahan antara uranium, thorium, dengan unsur Logam Tanah Jarang (LTJ) di Muntok, Bangka Selatan. Selain itu, Batan juga mempunyai program pembangunan Reaktor Daya Eksperimen (RDE) berkapasitas 10 MW yang diharapkan dapat menggunakan thorium sebagai bahan bakarnya selain menggunakan uranium. RDE dibangun selain sebagai penelitian juga untuk membuktikan kepada masyarakat bahwa bangsa Indonesia mampu membangun dan mengoperasikan reaktor secara aman. Kita sebagai masyarakat dan warga negara yang baik tentunya harus mendukung program ini, sehingga keinginan Indonesia untuk memiliki sumber tenaga listrik yang melimpah, aman, dan murah meriah bukan lagi khayalan semata.

Sumber:


Tulisan ini disumbangkan untuk jadi artikel situ Si-Nergi
Beberapa bulan sebelumnya, saya tepat berada di atas puncak Cikuray. Kini, di atas puncak Guntur saya menikmati sekali keanggunan gunung tersebut.

Sumber foto: ilustrasi
Pemanfaatan thorium sebagai energi alternatif kian ramai diperbincangkan. Hal tersebut tidak lepas dari pernyataan Merperin Saleh Husin yang mewacanakan pengembangan energi alternatif pembangkit listrik tenaga nuklir  (PLTN) nonuranium, tepatnya menggunakan unsur thorium atau nuklir hijau. Memang tidak bisa dipungkiri, kata nuklir masih terdengar ‘alergi’ bagi sebagian masyarakat maupun para ahli. Namun, kebutuhan terhadap energi, khususnya listrik yang kian tinggi menuntut perlu adanya upaya penyedian listrik yang cukup dan murah. 

Sejauh ini memang belum ada industri di dunia yang fokus mengembangkan thorium sebagai energi alternatif. Namun, kini banyak negara di seluruh dunia mulai mempertimbangkan rencana untuk menggunakan thorium sebagai pembangkit listrik tenaga nuklir. Hal ini karena keamanan dan ketersediaan bahan baku thorium lebih banyak di banding uranium. Jumlah thorium di kulit bumi diperkirakan sekitar empat kali lebih banyak dari uranium. Bahkan sebagai perbandingan, 1 kilogram thorium akan menghasilkan energi yang setara dengan yang dihasilkan oleh 300 kilogram uranium atau 3,5 juta kilogram batu bara, tentunya tanpa efek lingkungan dari batu bara di atmosfir atau risiko yang berhubungan dengan limbah uranium. 

Sementara dari sisi keamanannya, thorium jelas lebih aman dibanding uranium. Thorium menghasilkan limbah 90% lebih sedikit dibanding uranium, dan hanya membutuhkan sekitar 200 tahun untuk menyimpan limbahnya, sedangkan uranium butuh waktu hingga 10.000 tahun untuk menyimpan limbahnya. Selain itu, uranium merupakan unsur yang dapat membelah diri setelah bereaksi nuklir. Reaksi uranium akan menghasilkan plutonium, yakni hal yang biasa digunakan dalam dunia persenjataan.  Berbeda dengan thorium yang memiliki sifat tidak dapat membelah diri. Thorium hanya akan membelah diri apabila direaksikan dengan neutron terlebih dahulu. Sifatnya yang tidak bisa membelah diri, maka thorium tidak dapat menghasilkan plutonium. Artinya penggunaan thorium aman karena tidak ada pemanfaatan untuk persenjataan.

Perlu diketahui bahwa reaktor thorium sebenarnya sudah diteliti dan dikembangkan sejak 1970. Namun pemerintah Amerika Serikat saat itu lebih memilih uranium dibanding thorium sebagai bahan bakar nuklir karena perang dingin dan limbah plutonium dari senjata, banyak proyek berbasis thorium dihentikan. Terkait thorium, sumber daya thorium sangat berlimpah, jauh lebih banyak daripada uranium. Australia menjadi negara yang memiliki cadangan thorium terbesar di dunia, diikuti oleh India. Sementara pemerintah Vietnam, India, dan Malaysia sudah menggunakan Thorium sebagai sumber energi alternatif bagi industri mereka. 

Sumber:
http://www.thoriumpowerindonesia.com/teknologi/sekilas-thorium

Tulisan ini disumbangkan untuk jadi artikel situs Si-Nergi