Semakin jauh gas bumi PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) mengalir, semakin banyak pula masyarakat yang merasakan manfaatnya. Hal ini pula yang terjadi di daerah Lampung. Sejak PGN memasok gas bumi di Kota Gajah ini, perekonomian di sana pun turut terdongkrak.

Salah satu sektor yang mengalami perkembangan di Lampung adalah bidang Usaha Kecil Menengah (UKM). Memang sejak PGN memasangjaringan gas untuk konsumen rumah tangga di wilayah Lampung, sektor UKM merupakan target PGN untuk menjadikannya sebagai konsumen utama. Gas bumi yang dipasok PGN ini, selain harganya yang lebih murah dari LPG, juga menjadi aksi nyata dalam mendorong pertumbuhan UKM di Lampung. Dengan begitu, secara tidak langsung PGN turut meningkatkan kesejahteraan masyarakat di sana.

Sektor industri di Lampung juga turut merasakan manfaat dihadirkan gas bumi PGN ini. Hal ini disampaikan langsung Sales Head PGN Lampung, Wendi Purwanto yang mengungkapkan bahwa harga gas bumi PGN yang jauh lebih murah dari Bahan Bakar Minyak (BBM) membuat biaya produksi industri pengguna gas menjadi lebih rendah. Kondisi ini membuat industri di Lampung dapat bersaing dengan industri diluar negeri.

Selain di sektor UKM dan industri, usaha perhotelan merasakan manfaat penghematan gas bumi PGN. Hotel Batiqa menjadi salah satuhotel yang sudah siap mendapat pasokan energi baik ini. Hotel yang terletak di Jalan Jenderal Sudirman, bandar Lampung ini pun  sudah menyiapkan segala keperluan yang berkaitan instalasi gas bumi.

Manager Batiqa Hotel Lampung, Adhi Wahyu Prasetyo mengatakan, selama ini Batiqa Hotel mengonsumsi gas untuk kebutuhan memaasak restoran hotel dan laundry. Ia juga mengungkapkan, pihaknya bisa menghabiskan 10 tabung gas atau sekita 500 kg gas perbulan. Dalam satu bulan tersebut, ada sekitar 3 kg gas yang tidak bisa  naik atau tidak terpakai, artinya ada 50 kg gas yang terbuang di tabung tiap bulan kalau dalam satu bulan ada 10 pemakaian tabung. Belum lagi, pemakaian gas tabung yang harus ganti-ganti tabung menurutnya repot.


Tulisan ini disumbangkan untuk jadi artikel situs si-nergi
Banyak cara dilakukan untuk mengajak masyarakat beralih menggunakan gas bumi. Di Surabaya, PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) bersinergi dengan pemerintah kota setempat mengajak masyarakatnya untuk melihat langsung manfaat dari penggunaan gas bumi ini ke salah satu kawasan yang sudah mendapat  aliran gas bumi. Sementara di Lampung, untuk lebih mensosialisasikan penggunaan gas bumi di Kota Gajah tersebut, PGN menggelar sosialisasi “Paparan Publik Informasi Berlangganan Gas Pelangggan Jargas ESDM 2017, Energi Baik Gas Bumi, Wujud PGN Sayang Ibu” di Kantor Kelurahan Sukamenanti Baru, Kecamatan Kedaton, Bandang Lampung, Sabtu (1/10/2016) lalu.

Meski sempat diguyur hujan, warga terlihat antusias menghadiri sosialisasi yang dilakukan oleh PGN ini. Dalam sosialisasi tersebut, PGN akan menggratiskan sebanyak 12 ribu pemasangan sambungan gas bumi bagi masyarakat menengah ke bawah. Program pemasangan instalasi gratis ini tentunya hasil kerjasama PGN dengan Pemerintah Kota Bandar Lampung.

Dalam sosialisasi yang digelar pada malam hari ini turut disajikan video  yang berkaitan dengan tips dan tata cara penggunaan gas bumi  di rumah, termasuk tata cara mengatasi jika gas mengalami kebocoran. Selain itu, sosialisasi tersebut juga menjelaskan kepada warga terkait manfaat yang diberikan gas bumi, yakni praktis, hemat hingga 50 persen dari gas LPG, serta lebih ramah lingkungan.

Salah seorang tim PGN, Findra Agustian menjelaskan perbedaan antara gas bumi dengan gas LPG. Ia mengungkapkan, sifat gas bumi bergerak ke atas karena beratnya lebih kecil dari udara. Hal inilah yang membuat gas bumi lebih aman dari LPG, di mana jika terjadi kebocoran, gas akan keluar bersama udara, sehingga lebih aman dan risiko kebakarannya sangat minim.

Findra juga menjelaskan terkait sistem aliran gas bumi dari pusat hingga sampai ke rumah tangga. Ia mencontohkan bahwa sistem ini sebenarnya tidak jauh berbeda dengan air pam. Sementara dari sisi harga, gas bumi PGN ini jauh lebih murah dari gas LPG. Jika warga memakai gas LPG 3 kg bisa menghabiskan sekitar 4 tabung gas, maka estimasi biaya yang dikeluarkan pun cukup besar, yakni mencapai Rp80 ribu. Namun, jika menggunakan gas bumi PGN, warga cukup membayar Rp33.400 dengan jumlah pemakaian yang sama.


Begitu juga jika warga memakai gas LPG 12 kg yang bisa mencapai Rp120 ribu, maka dengan beralih  menggunakan gas bumi, warga cukup membayar Rp57.600. Artinya, warga bisa menghemat hingga 50 persen jika menggunakan gas gumi PGN di rumah.

Tulisan ini disumbangkan untuk jadi artikel situs si-nergi

Upaya PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) dalam menambah jumlah pelanggan di Surabaya melalui program Sayang Ibu dan Jargas  menjadi kabar baik wargaarek-arek Suroboyo ini. Jika target ini terealisasikan, maka akan semakin banyak masyarakat di Kota Pahlawan tersebut yang merasakan berkah penggunaan gas bumi dari PGN ini.

Dipilihnya Surabaya untuk memperluas jaringan pipa gas bumi PGN ini sebenarnya tidak lepas dari kesiapan Kota Surabaya memenuhi persyaratan dasar dalam pembangunan jaringan gas, mulai dari tersedianya infrastruktur pipa, pasokan gas, hingga pasar. Hal ini pula yang menjadi alasan Surabaya dipilih menjadi daerahpercontohan pengembangan jaringan gas bumi untuk rumah tangga bagi kota-kota lain di Indonesia. Apalagi, pemerintah Kota Surabaya sendiri menegaskan siap menjadi pionir dalam pemanfaatan energi terbarukan ini.

Selain memenuhi persyaratan dasar dalam pembangunan jaringan gas, Pemkot Surabaya juga memiliki berbagai startegi dalam mengajak warganya agar mau melakukan konversi gas. Tidak hanya itu, Pemkot Surabaya juga mendorong penggunaan gas dengan cara mengajak warga yang belum menggunakan gas bumi mengunjungi Kampung Lontong untuk melihat langsung kelebihan dan manfaat pemakaian gas bumi PGN.

Jika melihat berbagai persiapan yang sudah dilakukan PGN yang bekerjasama dengan Pemerintah Kota Surabaya, rasanya target 28.500 rumah tangga di Surabaya dan Gresik mendapat pasokan gas bumi bukan menjadi sesuatu hal yang sulit. Apalagi jika melihat kondisi yang sudah ada, di mana sebanyak 14.838 rumah tangga sudah merasakan aliran energi baik dari PGN. 

Tulisan ini disumbangkan untuk jadi artikel situs si-nergi
Masih ingat dengan Kampung Lontong yang ada di  daerah Banyuurip, Surabaya. Kawasan yang dikenal sebagai sentra pembuatan lontong ini menjadi salah satu kawasan yang sudah merasakan manfaat pasokan gas bumi PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN). Selain aman, dari sisi efisiensinya gas bumi PGN juga lebih murah dibandingkan LPG karena dipasok selama 24 jam nonstop. Hal ini membuat para pengrajin lontong di sana dapat lebih leluasa dalam berproduksi tanpa harus dibebani biaya produksi.

Masih di kawasan Surabaya, manfaat gas bumi PGN juga turut dirasakan para pelaku UMKM di Kota Pahlawan ini. Sebanyak 30 UMKM yang memproduksi kue dengan bahan bakar gas bumi mengaku sangat terbantu dengan pasokan gas bumi PGN karena dapat menghemat biaya bahan bakar.
Melihat berbagai manfaat yang sudah dirasakan masyarakat, khususnya di Surabaya tidak lantas membuat PGN berhenti berinovasi. Kini, melalui dua program, yaitu program Sayang Ibu dan Jargas, PGN terus memperluas jaringan pipa gas untuk memasok kebutuhan gas bumi dalam negeri. Program ini tentunya menjadi upaya PGN agar semakin banyak masyarakat yang merasakan manfaat energi baik ini.

Melalui dua program ini, PGN pun menargetkan total sebanyak 28.500 rumah tangga di Surabaya dan Gresik mendapat pasokan gas bumi. Untuk program Sayang Ibu, PGN menargetkan penambahan sebanyak 4.500 pelanggan, sedangkan untuk program Jargas sebanyak 24 ribu pelanggan. Adapun untuk saat ini, sebanyak 14.838 rumah tangga sudah merasakan aliran gas bumi PGN.

Sekadar informasi, program Sayang Ibu dengan Jargas ini memiliki perbedaan. Program Sayang Ibu merupakan program dari PGN, di mana anggarannya mandiri dari PGN. Program Sayang Ibu sudah lama diluncurkan, yakni sejak Maret 2014 lalu di Perumnas Klender, Jakarta Timur. Program ini merupakan langkah PGN untuk meneruskan energi baik yang dimiliki oleh perusahaan plat merah tersebut ke seluruh konsumen gas di Indonesia.

Berbeda dengan program Sayang Ibu, Jargas merupakan penugasan dari pemerintah kepada PGN untuk pemasangan jaringan gas  ke rumah tangga. Anggaran yang digunakan pun berasal dari pemerintah. Untuk program Jargas, PGN juga mendapat dukungan dari Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya. Dukungan ini tidak lepas dari Pemkot Surabaya sendiri yang menginginkan agar semua rumah tangga di sepanjang pipa gas PGN mendapat pasokan gas bumi PGN.


Jika melihat  menfaat yang sudah dirasakan oleh para pengguna gas bumi saat ini, yaitu Kampung Lontong dan pelaku UMKM, penambahan pelanggan gas yang dilakukan PGN ini tentu menjadi langkah yang tepat untuk lebih mengoptimalkan pemanfaatan energi terbarukan ini. Apalagi, pemerintah daeerahnya  turut mendukung program yang dilakukan, sehingga akan semakin banyak pula masyarakat yang merasakan manfaat gas bumi dari PGN ini.


Tulisan ini disumbangkan untuk jadi artikel situs si-nergi

Ilustration: Line Deco



I am not a writer that can write a beautiful writing about you,
I am not a smart girl that know about literature like you, and
I am not a poemer that can make a beautiful poem like you did.
But need you know that you are the sun in my cloudy and you are the moon in my darkness.

I don't know who become my rainbow when the sun goes and the rain in my eyes falls down.
I don't know who become my stars when the moon doesn't appear anymore.

Do you know that I have the biggest wishes?
One of them is I wish you are not only my sun and my moon.
Am I wrong?
If I am wrong, maybe it is a beautiful stupidity wrongness of my wishing



(ristia_f, 22 Nov 2016)


Setelah memutuskan tidak masuk kantor hari ini karena kondisi badan yang kurang fit,  ternyata diam di rumah juga bukan jadi jalan keluar yang asik. Tidak ada aktivitas yang menarik, bahkan nyaris seharian hanya tiduran di kamar justru bikin kepala semakin pusing.

Selepas ashar saya mencoba keluar kamar. Mengambil sepotong buku, menyiapkan secangkir kopi, dan mulai duduk di beranda rumah sambil menanti senja. Dulu, saya sering menghabiskan waktu sore seperti ini. Biasanya bersama bapak dan ibu untuk sekadar ngobrol ngalor-ngidul dan akan berhenti kalau musala dekat rumah sudah mengumandangkan azan maghrib. Namun, selepas kepergian ibu yang tepat Sabtu lalu sudah 1 tahun, rutinitas seperti ini mustahil akan ada lagi. Ya, sejak kepergian ibu, kami (saya dan bapak) memutuskan menjalani hidup masing-masing. Dan, kami sepakat untuk saling menghargai keputusan tersebut.

Sore ini, saya sengaja membaca yang ringan-ringan saja. Buku kumpulan cerpen Rendra tahun 1954 - 1957: Ia Sudah Bertualang. Buku ini saya beli tepat ketika menghadiri acara Haul 80 Tahun Rendra di kampus saya (UIN Syarif Hidayatullah), sekitar setahun lalu. Sudah lama saya menginginkan buku kumpulan cerpen Rendra ini. Sebab, Rendra memang lebih banyak menciptakan puisi atau sajak daripada prosa. Ini pula yang membuat saya sangat penasaran dengan gaya bercerita Rendra.

Oh iya, di buku ini ada sembilan kumpulan cerpen Rendra, mulai dari Ia Sudah Bertualang, Ia Punya Leher yang Indah, Ia Teramat Lembut, Sehelai Daun dalam Angin, serta beberapa cerpen lain. Meski hampir semua cerita di buku ini saya hafal, tetapi cerita tersebut tidak bosan dan selalu menarik untuk dibaca (lagi). Menurut saya, Rendra berhasil mengangkat permasalahan-permasalahan ringan, tetapi tetap ada dan luput dari pembahasan.

Dari sembilan cerpen tersebut, saya paling suka dengan Sehelai Daun dalam Angin. Cerpen ini bercerita tentang seorang tokoh yang mengirimkan surat kepada sahabatnya yang telah pergi sekian lama meninggalkan keluarganya. Melalui surat tersebut, si tokoh menceritakan kondisi keluarga sahabatnya selepas ditinggal pergi hingga saat ini. Menurut saya, gaya bercerita Rendra melalui cerpen ini sangat menarik. Ia berhasil mengajak saya (pembaca) seakan terlibat langsung dengan tokoh yang ada di dalam cerita tersebut. Dengan kata lain, saya-lah orang yang sedang menerima surat tersebut.

Terlalu asik menikmati cerita di buku tersebut saya sampai tidak sadar kalau langit mulai terlihat gelap. Awan tebal menyelimuti langit membuat malam terasa begitu cepat. Sesekali saya coba tengok ke jalan depan rumah. Anak-anak SD terlihat terburu-buru untuk segera sampai rumah. Begitu juga yang baru pulang kerja. Mereka takut kehujanan. Benar saja, hanya selang beberapa menit hujan deras langsung menikam daratan. Keinginan saya menikmati senja hari ini pupus. Tiada senja, hanya deru hujan. 


Bekasi, selepas hujan 8 November 2016


Aktivitas saya bermain blog memang masih tergolong baru. Maka tidak heran ketika ada peringatan Hari Blogger Nasional, saya baru tahu. Padahal itu sudah ada sejak 2007, yakni ketika Muhammad Nuh, yang kala itu menjabat sebagai Menteri Komunikasi dan Informasi menetapkan bahwa 27 Oktober sebagai Hari Blogger Nasional. Sebagai seorang blogger yang bisa dibilang masih “anak bawang”, tentu momen ini tidak saya lewatkan untuk sekadar berbagi pengalaman seputar dunia blogging.

Harus saya akui bahwa urusan membaca, saya tidak rajin-rajin amat, apalagi menulis. Bisa dibilang kehidupan saya sejak SMP hingga SMA tergolong standar-standar saja, sekolah, organisasi, atau sekadar nongkrong. Membaca atau menulis catatan pribadi di blog tidak ada dalam kamus saya saat itu. Namun, sejak memasuki dunia perkuliahan, membaca menjadi hal yang wajib saya lakukan. Apalagi, mengingat saya kuliah di jurusan yang berkaitan dengan dunia bahasa dan sastra, meskipun ada embel-embel pendidikan.

Tiap minggu saya dicekoki berbagai bacaan, terutama buku-buku sastra. Itu semua ditambah dengan membuat esai atau rangkuman dari hasil bacaan yang dilakukan. Alhasil,  secara tidak langsung saya juga mulai menggeluti dunia menulis: menulis tugas. Inilah yang kemudian menjadi cikal-bakal saya menggeluti dunia blogging.

Pertama kali membuat blog, awalnya hanya sekadar untuk menyimpan tulisan-tulisan hasil tugas kuliah sambil mulai latihan menulis, tentu tulisan-tulisan idealis saya. Namun, siapa sangka blog yang awalnya hanya sekadar iseng, kini nampaknya mulai serius saya geluti. Apalagi, kini blog saya bisa menghasilkan pundi-pundi uang. Ya, walaupun tidak seberapa, tetapi ini justru semakin menarik minat saya untuk terus ngeblog. Maka tidak heran kalau blog saya (juga) diisi oleh tulisan-tulisan “pesanan”. Uang memang memberikan pengaruh yang luar biasa (hehe).

Mengutip ucapan Imam Al-Ghazali, “kalau kamu bukan anak raja dan engkau bukan anak ulama besa, maka jadilah penulis”, saya ingin mengucapkan Selamat Hari Blogger Nasional bagi teman-teman yang merayakannya.
Selamat menulis!



Cikini, menjelang malam 27 Oktober 2016
Abdul Chaer (2009: 37) mengungkapkan, secara hierarkial dibedakan adanya lima macam satuan sintaksis, yaitu kata, frase, klausa, kalimat, dan wacana.  Lebih lanjut, Chaer (2009: 37) menjelaskan bahwa yang dimaksud secara hierarkial adalah kata, di mana merupakan satuan terkecil yang membentuk frase. Lalu, frase membentuk klausa; klausa membentuk kalimat; kalimat membentuk wacana, sehingga dapat dikatakan bahwa kata merupakan satuan yang paling kecil, sedangkan wacana merupakan satuan terbesar. Hal tersebut berbeda dengan paham tata bahasa tradisional yang mengatakan bahwa kalimat dalam kajian sintaksis.


1.      Kata

Kata adalah satuan bentuk terkecil (dari kalimat) yang dapat berdiri sendiri dan mempunyai makna (Lamuddin Finoza, 2010: 80). Pendapat lain mengatakan bahwa kata dapat dimaknai sebagai unsur bahasa yang diucapkan atau dituliskan yang merupakan perwujudan kesatuan perasaan dan pikiran yang dapat dipergunakan dalam berbahasa (Zaenal Arifin, 2012: 81). Sementara menurut Mulyana, pada kenyataannya suatu kalimat mungkin saja hanya terdiri atas satu kata (Mulyana, 2005: 7), sehingga dapat dikatakan bahwa meskipun jika dilihat dalam sebuah struktur yang lebih besar, kata merupakan bagian dari kalimat.

Jika dilihat dari segi bentuknya, kata dapat dibedakan atas dua macam, yaitu kata yang bermorfem tunggal atau disebut juga kata dasar atau kata yang tidak berimbuhan, dan kata yang bermorfem banyak atau kata berimbuhan (Lamuddin Finoza, 2010: 81). Secara lebih jauh, Lamuddin (2010:82) membagi sepuluh jenis kata secara tradisional di dalam bahasa-bahasa yang besar di dunia, termasuk bahasa Indonesia, yaitu kata benda (nomina), kata kerja (verba), kata sifat (adjektiva), kata ganti (pronomina), kata keterangan (adverbia), kata bilangan (numeralia), kata sambung (konjungsi), kata sandang (artikula), kata seru (interjeksi), kata depan (preposisi).

2.      Frase

Frase adalah sekelompok kata yang tidak mempunyai unsur subjek predikat (Lamuddin Finoza, 2010: 100). Sementara Abdul Chaer (2009:39) mengatakan, frase dibentuk dari dua buah kata atau lebih; dan mengisi salah satu fungsi sintaksis. Dapat dikatakan bahwa susunan yang berupa kelompok kata menunjukkan frase lebih tinggi dari kata. Akan tetapi, Lamuddin (2010:100) memberikan batasan dan susunan tersebut, berarti membentuk frase bukanlah meyandingkan kata-kata seperti membuat kalimat pada umumnya, melainkan harus nonpredikatif dan menghasilkan makna yang lebih luas dari kata.

Frase yang juga sebagai pengisi fungsi-fungsi sintaksis mempunyai kategori. Maka kita mengenal adanya frase nominal, frase verbal, frase ajektifal, dan frase preposisional. Sementara jika kita lihat dari hubungan kedua unsur-unsurnya dikenal adanya frase koordinatif dan frase subordinatif. Selain itu, jika kita lihat dari keutuhannya sebagai frase dikenal adanya frase eksosentrik dn frase endosentrik.

3.      Klausa

Klausa merupakan satuan sintaksis yang berada di atas satuan frase dan di bawah satuan kalimat, berupa runtunan kata-kata berkonstruksi predikatif (Abdul Chaer, 2009:40). Maksud dari pernyataan tersebut adalah bahwa di dalam konstruksi klausa ada komponen berupa kata atau frase yang berfungsi sebagai predikat. Hal tersebut rupanya sejalan dengan batasan klausa dari Lamuddin (2010:117) bahwa klausa adalah sekelompok kata yang mengandung subjek dan predikat, sehingga di sini berarti meskipun kalimat tunggal, pasti mempunyai klausa karena kalimat tunggal adalah kalimat yang terdiri dari satu subjek dan satu predikat.

Sementara Abdul Chaer berpendapat, klausa dapat dibedakan berdasarkan kategori dan tipe kategori yang menjadi predikatnya, yaitu sebagai klausa nominal, klausa verbal, klausa ajektifal, klausa preposisional, dan klausa numeral.

4.      Kalimat

Kalimat secara umum dipahami sebagai kesatuan ujar yang mengungkapkan suatu konsep pikiran (Zaenal Arifin, 2012:83). Lebih lanjut, berdasarkan aspek semantisnya, Gie dan Widyamartaya (Mulyana, 2005:8) mengatakan bahwa kalimat memiliki makna sebagai serangkaian kata yang menyatakan pikiran gagasan yang lengkap dan logis. Bahkan, Foker (Mulyana, 2005:8) menyatakan bahwa kalimat adalah ucapan bahasa yang memiliki arti penuh dan batas keseluruhannya ditentukan oleh intonasi (sempurna). Sementara itu, Abdul Chaer (2009:44) memberikan pendapat bahwa kalimat adalah satuan sintaksis yang disusun dari konstituen dasar, yang biasanya berupa klausa, dilengkapi dengan konjungsi bila diperlukan disertai dengan intonasi final.

Lebih lanjut Abdul Chaer (2009:45) membagi jenis kalimat menjadi beberapa macam.
a.  Berdasarkan kategori klausanya dibedakan menjadi kalimat verbal, kalimat adjektifal, kalimat nominal, kalimat preposisional, kalimat numeral, dan kalimat adverbial.
b. Berdasarkan jumlah klausanya dibedakan menjadi kalimat sederhana, kalimat bersisipan, kalimat majemuk rapatan, kalimat majemuk setara, kalimat majemuk bertingkat, dan kalimat majemuk kompleks.
c.  Berdasarkan modusnya dibedakan menjadi kalimat berita (deklaratif), kalimat tanya (interogatif), kalimat perintah (imperatif), kalimat seruan (interjektif), kalimat harapan (optatif).

5.      Wacana

Menjadi satuan tertinggi dalam hierarki sintaksis, wacana mempunyai pengertian yang lengkap atau utuh, dibangun oleh kalimat atau kalimat-kalimat (Abdul Chaer, 2009:46). Maksud dari pengertian yang diungkapkan Abdul Chaer di sini adalah bahwa sebuah wacana mungkin hanya terdiri dari sebuah kalimat, akan tetapi mungkin juga terdiri dari beberapa kalimat.



Referensi
Arifin, Zaenal, dkk. Teori dan Kajian Wacana Bahasa Indonesia. Tangerang: Pustaka Mandiri. 2012.
Chaer, Abdul. Sintaksis Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta. 2009.
Finoza, Lamuddin. Komposisi Bahasa Indonesia. Jakarta: Diksi Insan Mulia. 2010.
Mulyana. Kajian Wacana: Teori, Metode, dan Aplikasi Prinsip-prinsip Analisis Wacana. Yogyakarta: Tiara Wacana. 2005.


Hujan yang turun di akhir pekan ini membuat suasana kian syahdu. Saya sendiri tidak tahu kapan tepatnya hujan mulai turun, karena saya baru bangun tidur pas ketika adzan zuhur berkumandang di musola yang jaraknya hanya beberapa rumah dari rumah saya. Hujan dan udara dingin membuat daya magnet kasur menjadi semakin kuat. Saya sempatkan membuka handphone dan melihat beranda di media sosial. Hampir semua sama, membicarakan hujan. Hujan akhir pekan.

Setelah berhasil memaksa tubuh keluar dari kenyamanan kasur, mencuci muka dan sholat zuhur, saya coba menyalakan tv sambil makan siang. Ah, akhir pekan yang begitu cihuy. Selesai makan, selesai pula aktivitas menonton tv. Memang tujuan saya menyalakan tv hanya sekadar melihat update berita terbaru seputar sepakbola. Selebihnya bagi saya kurang menarik.

Sebelum kembali ke kamar, saya sempatkan diri melihat ke beranda rumah. Hujan sudah tidak terlalu deras, namun rinainya mengindikasikan kalau dia masih ingin berlama-lama. Sementara musola di dekat rumah kembali bersuara. Kali ini suara ibu-ibu pengajian yang sedang bersholawat sambil sesekali memanggil rekan-rekannya yang belum hadir. Saya taksir, beberapa ibu yang lain (juga) mager untuk sekadar keluar rumah.

Sekarang sudah pukul 13:46, sebelum saya melanjutkan novel yang sedang saya baca, saya sempatkan terlebih dahulu menyalakan laptop dan mulai  mengetik. Menulis tentang ini. Tentang hujan.
Selamat akhir pekan, hujan!




Bekasi, 23 oktober 2016
Menulis satu artikel dengan tema yang tidak disuka menambah tingkat kesulitan dalam menulis. Apa boleh buat, namanya juga pekerjaan. Mau tidak mau, suka tidak suka ya harus diselesaikan. Karena ketidaktertarikan ini pula, sekadar membuat konklusi yang hanya 3 baris saja, saya butuh waktu hingga 40 menit.
Sekarang sudah pukul 17:29. Artinya masih ada sekitar 30 menit lagi jam pulang. Sambil menunggu jam pulang, saya memilih searching lagu di youtube. Saya ketik kata “Coldplay”, dan yang muncul paling atas adalah lagu-lagu terbaik Coldplay (The Best of Coldplay). Ada 19 track di laman tersebut, beberapa saya tahu lagunya, tapi lebih banyak yang tidak tahu. Akhir-akhir ini saya memang sedang suka dengerin suara merdunya Cris Martin (vokalis Coldplay) dan ditambah sempat membaca blog teman yang membahas tentang Coldplay. Menurut saya, Coldplay tidak hanya berhasil menciptakan tune-tune yang bikin sejuk, tapi juga berhasil membuat lirik lagu yang dalem banget. Ini terbukti setelah saya mencari makna lagu-lagunya di google.
Oh iya, berbicara tentang blog, saya mau kasih tahu kalau ini akan menjadi tulisan pertama saya setelah laman blog saya beralih menjadi .com setelah sebelumnya memakai jasa blog gratisan. Lamannya pun berubah dari yang sebelumnya fahrudinmualim.blogspot.co.id menjadi kelaskata.com. Alasan saya menggunakan kelaskata sebagai alamat blog bisa dilihat bagian About us.
Sejak beralih menjadi .com saya mulai mengatur kembali tata letak supaya terlihat lebih eye chacing. Sayangnya, saya yang tidak memiliki bakat di bidang bahasa pemrograman dan punya nilai artistik yang rendah malah bikin tampilan blog saya jadi berantakan. Merasa frustasi, akhirnya saya minta bantuan Mba Ranny, seorang blogger yang saya kenal dari teman saya yang lain. Setelah diolah sama Mba Ranny ini, tampilan blog saya pun sedikit menjadi lebih baik dari sebelumnya, terlihat lebih rapi. Terimakasih Mba Ranny, yang sampai saat ini berkabar hanya dengan WhatsApp.
Sekarang pukul 17:58. Lagu yang saya dengarkan saat ini Trouble. Saya suka lagu ini, lagu adem khas Coldplay. Saya jadi teringat, pertama kali tahu ini adalah ketika saya meminta lagu dari laptop teman kosan. Awalnya, saya hanya asal saja mengkopi, tapi setelah saya dengarkan satu persatu, ternyata enak juga.
Sudah pukul 18:03, artinya saya sudah harus bergegas merapikan meja kerja, sholat, lalu pulang. Besok ada liputan.
Sambil menutup laman-laman browsing, saya sudahi pula tulisan hari ini. Sampai ketemu lagi




Gondangdia, pertengahan Oktober 2016.