Istilah “galau” menjadi sangat populer di kalangan masyarakat. Tidak hanya anak kecil, remaja, bahkan para orang tua pun mengalami yang namanya galau. Namun apa sebenarnya yang dimaksud dengan galau. Saya coba mencari arti “galau” di Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), maka saya dapati sebuah pengertian bahwa yang dimaksud dengan “galau” adalah kacau tidak karuan (pikiran). Berdasarkan pengertian tersebut, saya coba memberikan pengertian sendiri bahwa yang dimaksud dengan galau adalah perasaan atau pikiran yang resah atau gelisah.

Jika kembali kepada pedoman hidup kita, yaitu Al-quran. Sebetulnya sudah dijelaskan bahwa kita semua memang pasti galau, karena kita diciptakan oleh Allah Swt dalam kegelisahan. Hal tersebut dapat kita lihat dalam Alquran surat Al-Ma’rij ayat 19, “sungguh, manusia diciptakan bersifat suka mengeluh”. Berdasarkan ayat tersebut dapat kita pahami bahwa dalam penciptaannya, manusia memiliki sifat mengeluh. Namun, yang menjadi problema kita adalah bagaimana cara agar kita bisa keluar dari sifat mengeluh tersebut. Inilah salah satu fungsi hati dan pikiran kita, yaitu untuk berpikir.

Apa sebenarnya yang menyebabkan kita menjadi galau. Pada  ayat selanjutnya dijelaskan bahwa ada dua penyebab seseorang menjadi galau. Pertama, hal yang menyebabkan seseorang mengalami kegalauan adalah ketika seseorang ditimpa musibah atau cobaan. Hal tersebut dapat dilihat pada ayat selanjutnya, yaitu ayat 20 “apabila ia ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah”. Golongan orang seperti ini tidak pernah mensyukuri segala nikmat yang telah diberikan kepadanya, karena dalam hidupnya selalu dipenuhi rasa mengeluh, sehingga suatu nikmat akan selalu tidak terasa kepada mereka yang suka mengeluh. 

Sementara yang kedua, yaitu orang diberi harta kekayaan, tetapi ia kikir. Hal tersebut terdapat pada ayat selanjutnya, yaitu ayat 21 “dan apabila mendapat kebaikan (harta) ia menjadi kikir”. Orang-orang yang masuk ke dalam golongan ini beranggapan bahwa harta yang ia miliki merupakan hasil kerja kerasnya sendiri, sehingga untuk berbagi kepada sesamanya pun ia tidak mau bahkan untuk berzakat pun tidak. Padahal pada dasarnya, apa yang kita dapatkan tidak pernah lepas dari perantara orang lain. Hal yang paling sederhana dapat kita lihat pada pedagang. Seorang pedagang tidak akan laku jika tidak ada orang yang membeli dagangannya. Oleh itu, untuk apa kita bersikap kikir kepada orang lain.

Berdasarkan penjelasan di atas, bagaimana cara kita mengatasi sifat galau. Pada ayat 22 dan 23, Allah Swt memberikan petunjuk kepada kita yang memiliki sifat mengeluh  kecuali orang-orang yang melaksanakan shalat. Mereka yang tetap setia melaksanakan shalatnya”. Pemahaman yang keliru adalah semakin berkembangnya ilmu teknologi, situs-situs jejaring sosial merajai dunia maya membuat orang-orang mengungkapkan keluh kesahnya di media sosial. Padahal agama sangat melarang kepada kita untuk bersikap seperti itu. Secara jelas Allah Swt sudah memberikan petunjuk, jika kita mengalami perasaan resah ataupun gelisah, maka shalat adalah cara yang paling mujarab untuk mengatasi masalah tersebut. Adukan semua yang menjadi keresahan kita kepada yang menciptakan kita. Selanjutnya  lakukan shalat secara continue serta tepat waktu. Semoga kita selalu menjadi manusia yang selalu berpikir. (Fahrudin Mualim).

Oktober menjadi bulan yang memiliki momen penting dalam sejarah Indonesia. Hal ini tidak lepas dari rangkaian peristiwa bersejarah yang terjadi di Indonesia, salah satunya hHari Sumpah Pemuda yang tepat jatuh pada 28 Oktober. Pada waktu itu, muda-mudi Indonesia berikrar pada tiga poin yang berbunyi: Kami putra dan putri Indonesia, mengaku bertumpah darah yang satu, tanah Indonesia; Kami putra dan putri Indonesia mengaku berbangsa yang satu, bangsa Indonesia; Kami putra dan putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia.


Menanggapi isi Sumpah Pemuda ini, tak pelak banyak masyarakat maupun para ahli yang menyatakan bahwa Sumpah Pemuda menjadi tonggak kelahiran bahasa Indonesia, seperti yang tercantum pada poin ketiga. Maka untuk memperingati momen tersebut, tidak hanya sebagai peringatan Hari Sumpah Pemuda, melainkan Oktober ditetapkan sebagai bulan bahasa.


Semua sepakat dan mengakui bahwa Oktober atau tepatnya Hari Sumpah Pemuda merupakan awal kelahiran bahasa Indonesia. Akan tetapi, apakah kelahiran bahasa Indonesia hanya serta merta setelah dibacakannya isi Sumpah Pemuda yang telah disebutkan di atas. Perlu adanya pemahaman kembali yang lebih mendalam mengenai masa-masa awal kelahiran bahasa Indoensia. Hal ini tentu sebagai pembelajaran bagi rakyat Indonesia, terutama di kalangan muda betapa pentingnya kedudukan bahasa Indonesia. Terlebih, di zaman sekarang, para orang tua lebih memilih memperkenalkan bahasa asing kepada anak-anaknya. Bukan tidak mungkin, jika sekarang kelahiran bahasa Indonesia yang mulai terlupakan, beberapa tahun mendatang bahasa Indonesia menjadi bahasa yang asing di negeri sendiri. 


Mengenai kelahiran bahasa Indonesia menurut ahli bahasa Harimurti Kridalaksana dalam pengelitiannya terkait masa-masa awal bahasa Indonesia memang tidak terpisahkan dari Kebangkitan Nasional. Para perintis kemerdekaan tidak hanya memikirkan bagaimana merebut kekuasaan dari penjajah, melainkan juga bagaimana mengisi kemerdekaan dan menjadikan bangsa yang merdeka mempunyai kebudayaan yang bisa dibanggakan. Sejak awal tokoh-tokoh seperti Ki Hadjar Dewantara, Mohamad Tabrani, Soemanang, Soedarjo Tjokrosisworo, Sutan Takdir Alisjahbana, Poerbatjaraka, Sanoesi Pane, Armijn Pane, dan para perintis kemerdekaan lain sudah memikirkan dan mengungkapkan pemikirannya bagaimana bangsa ini dapat memiliki bahasa yang bukan hanya berfungsi sebagai alat pemersatu komunikasi dalam masyarakat, tetapi juga berfungsi sebagai bahasa kebudayaan yang mencerminkan kedewasaan pemakainya dalam segala aspek kehidupan berbangsa.


Jasa para perintis kemerdekaan itu dalam bidang politik sudah banyak diketahui orang, tetapi sebagai pelopor dan perintis bidang bahasa, jangankan dihargai, disebutkan saja, tidak pernah dilakukan orang di mana pun atau dalam forum bahasa manapun.


Lebih lanjut, Harimurti menjelaskan bahwa sejarah awal bahasa Indonesia dirintis oleh empat pendekar bahasa Indonesia pertama, yaitu Ki Hadjar Dewantara, M. Tabrani, Soemanang, dan Soedarjo. Rintisan merekalah yang menjadi awal sejarah bahasa kita, ketika kita meninggalkan ke-Melayuan dan berpindah ke-Indonesiaan. Perpindahan ini berlangsung secara evolusioner, sebagaimana tampak dari teks-teks yang beredar dari akhir abad ke-19 hingga tahun 1940-an. Melalui tulisan, ditegaskan ialah fakta bahwa 2 Mei tahun 1926 adalah hari kelahiran bahasa Indonesia, yakni ketika M. Tabrani menyatakan bahwa bahasa bangsa Indonesia haruslah bahasa Indonesia, bukan bahasa Melayu. Pada tahun 1928, tepatnya tanggal 28 Oktober adalah saat diterimanya bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan bangsa Indonesia melalui Sumpah Pemuda. Namun, tetap harus kita catat bahwa struktural sejarah bahasa Indonesia yang lengkap tidak dapat dilepaskan dari sejarah bahasa Melayu jauh sebelum tahun 1926. (Fahrudin Mualim).