Organisasi Buruh Internasional atau dikenal dengan ILO (Internasional Labour Organization), melaporkan bahwa satu pekerja meninggal setiap 15 detik akibat kecelakaan di tempat kerja atau sakit akibat kerja. Setiap 15 detik terdapat sekitar 160 kecelakaan kerja di dunia. Di Indonesia sendiri, dilaporkan bahwa selama kurun waktu 2009 hingga 2013 kasus kecelakaan kerja meningkat, yaitu dari 96.314 kasus menjadi 103.285 kasus kecelakaan kerja. BPJS Ketenagakerjaan, yang semula dikenal dengan nama PT Jamsostek mencatat, di Indonesia tidak kurang dari 9 orang meninggal dunia akibat kecelakaan di tempat kerja setiap harinya. Jika dibandingkan dengan Inggris, angka kematian akibat kerja di sana jauh lebih sedikit, hanya mencapai angka 2 orang per harinya.
Terjadinya kecelakaan kerja tentu menjadikan masalah besar bagi kelangsungan suatu usaha. Kerugian yang diderita tidak hanya berupa kerugian materi, namun lebih dari itu adalah timbulnya korban jiwa yang tidak sedikit jumlahnya. Kehilangan sumber daya manusia ini merupakan kerugian yang sangat besar karena manusia adalah satu-satunya sumber daya yang tidak dapat digantikan oleh teknologi apapun.
Tingginya angka kecelakaan kerja, maka diperlukan upaya-upaya untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja atau sakit akibat kerja. Hal ini pula yang dilakukan oleh PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN). Perusahaan milik BUMN (Badan Usaha  Milik Negara) tersebut baru-baru ini meraih penghargaan ASEAN Occupational Safety and Health Network (ASEAN-OSHNET). Penghargaan ini diberikan karena dalam 3 tahun berturut-turut, yaitu tahun 2013 hingga 2015 tidak pernah terjadi kecelakaan kerja (zero incident).
Penghargaan tersebut diberikan langsung oleh Deputy Minister of Labour, War Invalids and Social Affair (MoLISA) Vietnam, Doan Mau Diep kepada Sekretaris PGN Heri Yusup, saat acara 1st ASEAN-Oshnet Awards Ceremony and 3rd ASEAN-Oshnet Conference, di Hotel Royal Lotus, Da Nang, Vietnam, Rabu (27/4).
Penghargaan ini sekaligus menunjukkan, PGN yang merupakan perusahaan milik BUMN, yang dituntut untuk terus berkembang dalam ekplorasi dan pengadaan gas alam, baik untuk kebutuhan industri ataupun rumah tangga, tetap mengedepankan keselamatan dan kesehatan kerja, yang terbukti dengan tidak pernah terjadinya kecelakaan kerja (zero incident).
Sumber:

Tulisan ini disumbangkan untuk jadi artikel situs Si-Nergi
Laiknya kapal Sunny Go milik kru Mugiwara No Luffy dalam serial One Piece, yang mengarungi lautan Grand Line menuju dunia baru, hal sama juga saya bayangkan pada kapal yang baru-baru ini telah selesai mengarungi lautan selama hampir satu minggu lebih untuk mengantarkan satu kargo (sekitar 137.700 meter kubik) Liquefield Natural Gas (LNG) atau gas bumi cair dari Papua menuju fasilitas Floating Storage and Regasification Unit (FSRU)Lampung. Kamu harus tahu, ini adalah pelayaran kedua kapal tersebut mengantarkan kargo LNG setelah sebelumnya berhasil mengantarkan LNG pada 2 April 2016 lalu.
Nantinya, akan ada lagi kapal-kapal lain yang berlayar mengangkut LNG menuju FSRU Lampung ini, sebab total ada 1,1 juta meter kubik LNG yang akan dikirim ke FSRU Lampung selama tahun 2016 ini. Jadi, bisa kamu hitung sendiri, jika satu kapal membawa satu kargo LNG atau sekitar 137.700 meter kubik, tentu masih ada LNG (gas cair) yang akan dikirim dari Kilang LNG Tangguh, Papua.
Saya membayangkan jika kapal tersebut gagal berlayar (mengkhayal adalah sesuatu yang gratis dan tidak dilarang, bukan?), bisa dipastikan bahwa LNG yang dibawa tidak akan sampai ke FSRU Lampung sampai saat ini. Padahal, LNG (gas cair) yang dibawa dari Kilang Tangguh, Papua ini merupakan sesuatu yang sangat berharga bagi masa depan Indonesia, terutama bagi rakyat Indonesianya sendiri.
Kamu perlu tahu bahwa LNG (liquefied natural gas) ini merupakan gas yang didominasi oleh metana dan etana yang didinginkan hingga menjadi cair pada suhu antara -150 C sampai -200 C. Buat kamu yang waktu SMA hanya lulusan IPS, saya maklum kalau istilah-istilah tersebut adalah sesuatu yang asing di telinga kamu.
Gas alam cair ini mempunyai ciri tidak berbau (odorless), tidak beracun (non toxic), tidak membuat berkarat (non corrosive), tidak mudah terbakar (no flammable) hingga pembakaran otomatis (auto ignition) mencapai 537 derajat Celcius dan emisi karbon dioksida (CO2) lebih rendah dibandingkan minyak mentah (oil) dan batu bara (coal).
Dengan ciri seperti itu, LNG memiliki keunggulan dalam perekonomian yang sangat besar, sebab materi LNG ini sangat mudah proses penyimpanan dan pengangkutannya dari satu kilang gas ke tempat yang membutuhkan, seperti dari Indonesia ke Jepang atau Korea. Mendengar kata Korea, saya berharap yang anda ingat bukan nama-nama, seperti Song Joong Ki, Kim Soo Hyun, atau Lee Min Hoo (yang iklan kopi itu). Ingat kita sedang membicarakan LNG atau gas cair. Fokus!
Kamu juga harus tahu, LNG ini sangat ekonomis karena cukup dikirimkan via kapal tanker tanpa perlu membangun pipa bawah laut. Keunggulan dari LNG ini juga dapat kita lihat dari banyaknya penggunaan gas, karena secara praktis gas dapat menjadi bahan bakar kendaraan, industri, pembangkit listrik, serta bahan baku pembuatan pupuk. Bicara soal pembangkit listrik, satu kargo LNG yang baru diterima FSRU Lampung ini juga mendukung megaproyek listrik 35.000 megawatt (Mw) yang digagas Presiden Joko Widodo, lho
Satu lagi yang harus kamu tahu, LNG ini tidak mudah terbakar dan mudah untuk diangkut. Ini karena LNG merupakan energi yang ramah lingkungan, di samping harganya lebih murah atau efisien dibandingkan minyak mentah. Ini pas banget buat kamu yang suka jadi aktivis lingkungan hidup dadakan, dan pas pula bagi orang-orang yang perlu hidup hemat seperti saya ini. Ingat, hidup sudah mahal jangan dibikin tambah mahal, kalau ada yang lebih hemat kenapa tidak dimanfaatkan. 
Sumber:


Tulisan ini disumbangkan untuk jadi artikel situs Si-Nergi
Kamu tahu restoran Baratie? Buat yang suka dengan serial One Piece, nama itu pasti tidak asing di telinga kalian. Ya, itu adalah restoran laut milik mantan bajak laut legenda Zeff si Kaki Merah. Di restoran itu pula, bajak laut Monkey D. Luffy mendapat anggota baru, seorang koki yang mendapat gelar si Kaki Hitam, Sanji.
Sebelum kamu bingung memikirkan kaitan Floating Storage and Regasification Unit (FSRU) Lampung  dengan cerita anime tersebut. Saya akan mengupas ini secara halus, sehalus pipi yang dilapisi bedak tiga sentimeter.
Restoran Baratie ini bendiri berkat cita-cita Zeff yang ingin membuat restoran di atas laut (terapung). Sementara Floating Storage and Regasification Unit (FSRU) Lampung adalah sebuah terminal terapung yang di dalamnya dilengkapi dengan fasilitas untuk menampung 170.000 meter kubik LNG dan memiliki kemampuan fasilitas untuk mengubah LNG menjadi gas atau disebut dengan istilah regasifikasi sebesar 240 MMSCFD (juta kaki kubik per hari). Dari tata letaknya saja sudah ada kesamaan, bedanya hanya pada bentuk dan produk, kalau Baratie adalah restoran, sedangkan FSRU Lampung adalah terminal terapung penampung LNG.
Salah satu alasan yang membuat restoran Baratie disegani adalah karena prinsip Zeff yang tidak pernah mempedulikan siapapun yang datang ke restorannya, baik itu angkatan laut, kalangan bangsawan, maupun bajak laut. Baginya, setiap orang yang datang dengan keadaan lapar, harus segera diberi makan, meskipun orang tersebut tidak membawa uang.
Prinsip yang digunakan Zeff ini menurut hemat saya juga dilakukan oleh PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN). Saya katakan demikian, karena PGN melalui FSRU Lampung ini juga terus berupaya untuk memenuhi kebutuhan gas bumi bagi pelanggan PGN di Jawa bagian barat maupun Sumatera bagian selatan. Bahkan, dengan prinsipnya yang kuat pula, PGN melalui FSRU Lampung ini berupaya mewujudkan megaproyek listrik 35.000 megawatt (Mw) yang digagas Presiden Joko Widodo.
Perwujudan tersebut dibuktikan dengan FSRU Lampung yang kembali menerima kargo LNG (Liquefied Natural Gas) atau gas bumi cair yang berasal dari Kilang LNG Tangguh, Papua, pada minggu (24/42016). Ini adalah pengiriman kargo kedua setelah pengiriman pertama pada 2 April 2016 lalu.
Ada hal lain yang membuat saya membayangkan serial One Piece dengan FSRU Lampung ini. Kamu harus tahu, sebelum mencapai FSRU Lampung, pengiriman LNG ini dilakukan dengan sebuah kapal yang berlayar sekitar satu minggu dengan mengangkut satu kargo LNG (sekitar 137.700 meter kubik). Luar biasa bukan.
Saya membayangkan bahwa kapal yang berlayar itu adalah Sunny Go, kapal kedua milik kru Mugiwara No Luffy dalam serial One Piece. Kapal yang membawa Luffy dan kawan-kawannya menuju Era Baru.
Begitu juga dengan kapal yang tiba di FSRU Lampung membawa LNG ini. Kapal ini bagi saya juga membawa era baru. Ya, era di mana masyarakat di Indonesia tidak perlu lagi takut dengan cadangan minyak bumi yang semakin menipis. Era di mana beberapa daerah di Indonesia tidak perlu lagi takut kekurangan listrik. Era yang dimulai salah satunya dengan adanya FSRU Lampung ini.

Sumber:


Tulisan ini disumbangkan untuk jadi artikel situs Si-Nergi
Mpok Nyai saat melayani para pembeli
Namanya Mpok Nyai, tentu bukan nama sebenarnya. Dia adalah tetangganya tetangga saya. Setiap pagi keliling kampung jualan berbagai aneka makanan buat sarapan bagi sebagian ibu-ibu yang malas bangun pagi atau bikin sarapan sendiri. Suaranya yang khas, sudah jadi alarm alami bagi sebagian orang, tidak terkecuali saya.

"kue... kue... nasi uduk, ketan, lontong sayur" kira-kira begitulah tagline-nya kalau lagi jualan. Terkadang Mpok Nyai sesekali memanggil nama-nama si empunya rumah menawarkan dagangannya seraya membangunkan.

Berbekal sepeda tua, dia berkeliling kampung mulai sehabis subuh sampai jam 8 atau 9 pagi. Tidak tentu. Semua makanan yang dia jual bukan buatannya sendiri, tapi mengambil dari tetangga tetangganya yang jauh. Kalau istilah kerennya saat ini, Mpok Nyai tak ubahnya seorang reseller, tapi ini versi offline.

Sesekali saya membeli makanan yang dijual Mpok Nyai, meski tidak setiap hari. Alasan pertama karena saya orang yang kurang suka sarapan, sedangkan yang kedua saya orang yang malas bangun pagi. Alasan kedua inilah yang paling mendorong saya untuk kurang suka dengan yang namanya sarapan.

Kembali ke Mpok Nyai. Setelah pulang jualan untuk sarapan. Dia masih berkeliling lagi buat jualan. Kalau yang kedua ini, dia menjual aneka macam lauk pauk, mulai dari ikan, ayam, sayur, sampai pepes tahu. Porsinya yang besar, harganya yang murah, dan rasanya yang lumayan enak, membuat dagangan Mpok Nyai laku keras. Tentunya (juga) semakin bikin beberapa ibu malas buat masak.

Mpok Nyai adalah salah satu pedagang kue keliling yang masih eksis di tempat tinggal saya. Namun, gara-gara Mpok Nyai ini pula beberapa pertanyaan iseng suka lewat di pikiran saya. Mulai dari kapan waktu bikin kue, besaran keuntungan yang Mpok Nyai terima, sampai ke pertanyaan, kenapa Mpok Nyai ga bikin sendiri kuenya, kan untungnya lebih besar.

Berbagai pertanyaan seperti itu sering mampir di pikiran saya. Ini tidak lepas dari berita yang saya baca beberapa waktu lalu tentang kisah-kisah perempuan yang sukses dalam menjalankan UMKM (Usaha Mikro Kecil Menengah). Usut punya usut, ternyata salah satu yang turut mempengaruhi para pelaku UMKM berhasil dalam menjalankan usahanya adalah karena minimnya biaya produksi yang mereka keluarkan. Biaya produksi di sini salah satunya adalah penggunaan bahan bakar yang mereka gunakan. Beberapa pelaku UMKM mulai beralih menggunakan gas bumi setelah sebelumnya menggunakan gas elpiji. Ini ternyata menjadi alternatif yang sangat ampuh dalam menekan biaya produksi.

Saya membaca di Republika online, industri rumahan pembuat lontong di daerah Surabaya semakin bersinar setelah mendapat aliran gas bumi dari PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN). Kemudian saya baca di dream.co.id, di daerah Medan, Sumatera Utara, terdapat pengusaha ayam penyet yang mampu memangkas biaya produksi hingga Rp4,2 juta setelah menggunakan gas milik PGN.

Gara-gara melihat manfaat yang diberikan gas bumi PGN kepada ibu-ibu rumah tangga inilah yang bikin saya jadi semakin penasaran, sudah sejauh mana gas bumi PGN ini dialirkan ke rumah tangga. Jangan-jangan di tempat tinggal saya juga sudah mendapat aliran gas bumi PGN.

Setelah menelusuri informasi terkait daerah yang mendapat aliran gas bumi PGN, saya mendapat sedikit pencerahan. Kira-kira begini info yang saya dapat dari infobanknews.com,

“Menteri ESDM, Sudirman Said, menyerahkan secara resmi penugasan itu kepada PGN pada 19 Agustus 2015. PGN diberikan kepercayaan untuk mengelola dan mengoperasikan jaringan gas untuk 43.334 rumah tangga di 11 kota/kabupaten. Sebelas kota/kabupaten tersebut adalah Blora sebanyak 4.000 sambungan rumah (SR), Semarang sebanyak 4.000 SR, rumah susun di Jabodetabek (5.234 SR), Kabupaten Bogor (4.000 SR), Kota Cirebon (4.000 SR), Kota Palembang (3.311 SR), Kota Surabaya (2.900 SR), Kota Depok (4.000 SR), Kota Tarakan (3.366 SR), Kota Bekasi (4.628 SR), dan  Kabupaten Sorong (3.898 SR)”.

Dari informasi tersebut, saya jadi tahu kalau ternyata di Bekasi sudah mendapat aliran gas bumi PGN. Adapun perihal belum sampai ke daerah saya (Babelan), yang konon kata orang-orang jauhnya naudzubillah, saya masih berbaik sangka kalau pihak PT PGN masih secara bertahap mengoperasikan jaringan gas tersebut. Berbaik sangka itu baik kawan.

Saya sendiri berharap, aliran gas bumi PGN bisa secepatnya sampai ke desa saya (Kebalen). Saya pribadi sudah tidak sabar membayangkan Mpok Nyai dengan koleganya ketika memasak menggunakan gas bumi milik PGN.

Jika itu benar terjadi, bukan tidak mungkin kue-kue yang Mpok Nyai jual, ukurannya akan semakin besar dan harganya bisa jadi makin murah lagi. Kalau sudah begini, saya selaku konsumen, meski bukan konsumen tetap, merasa turut mendapat berkah dengan semakin besarnya ukuran-ukuran kue yang Mpok Nyai jual. Satu lagi, suara khas Mpok Nyai setiap pagi pun akan semakin merdu didengar, "kue... kue... nasi uduk, ketan, lontong sayur".



Tulisan ini disumbangkan untuk jadi artikel situs Si-Nergi
Perayaan Kartini selalu tidak pernah lepas dengan yang namanya perempuan. Lah wong Kartini sendiri adalah perempuan. Lain halnya kalau namanya Kartono, sudah dipastikan bahwa itu adalah, ah sudahlah.

Ajang tahunan ibu-ibu yang saling tidak mau kalah ingin memamerkan anak-anaknya tampil dengan balutan kebaya agar terlihat paling ‘ayu’ itu, seakan sudah menjadi semacam ajang hegemoni perempuan untuk menunjukkan bahwa mereka sama. Ya, sama-sama perempuan, sama-sama ingin diperhatikan. Uhuk.

Itulah mengapa tiap kali hajatan Kartinian, ‘perempuan’ menjadi tema wajib yang harus dibahas. Makanya, karena ini pula saya pribadi jadi ingin nulis tokoh wanita yang dekat di kehidupan saya. Emak. Sekaligus mengungkapkan kekecewaan saya kepada pihak PT Perusahaan Gas NegaraTbk (PGN).

Pertama kamu perlu tahu, meski saya terlahir di generasi 90-an, di mana orang-orang sudah menggunakan kompor minyak maupun gas elpiji (meski belum banyak) untuk keperluan memasak sehari-hari, keluarga saya tetap menggunakan kayu bakar. Bukan karena belum bisa move on dari kayu bakar, tapi karena alasan politis dan ekonomis, bahkan saya bisa membahasnya secara ‘Ekopolsosbudham’. Mikir kan.

Begini kawan, saya memang hidup tidak di zaman di mana belum ditemukannya minyak tanah maupun gas elpiji yang orang-orang gunakan. Akan tetapi, minyak tanah yang semakin langka dan harganya yang terus melambung membuat orangtua saya memutuskan kembali ke zaman kayu bakar. Setelah sebelumnya sempat menggunakan minyak tanah.

Kembalinya keluarga saya menggunakan kayu bakar seakan menjadi duka bagi kehidupan masa kecil saya. Bukan hanya menyita waktu bermain saya yang sedikit menjadi lebih sedikit (lagi), tapi mencari kayu bakar seakan juga menjadi tugas wajib buat saya. Waktu bermain saya yang hanya sebatas sore untuk main bola di lapangan, saya gunakan hanya untuk mencari kayu bakar di kebun salah satu orang kaya di kampung saya. Jangan tanya luas kebunnya berapa. Saya sendiri tidak akan pernah mau kalau disuruh mengukurnya.

Gara-gara kayu bakar ini pula, saya sering kena omelan emak, tiap kali disuruh mencari kayu bakar. Alasannya klasik, “Entar dulu Mak”. Kalau sudah dapat wejangan dari emak, yang bisa saya lakukan hanya tetap berangkat mencari kayu sambil menggerutu, dan mencari pelaku utama yang harus saya salahkan. Siapa lagi kalau bukan pemerintah.

Apa pemerintah tidak bisa mencari solusi bagaimana mengatasi orang-orang macam keluarga saya yang tidak mampu membeli minyak tanah, apalagi elpiji. Hampir sepuluh tahun lebih saya memendam gerutuan seperti itu.

Kini, tepatnya beberapa hari lalu saya membaca di beberapa media kalau para ibu rumah tangga bisa menghemat anggaran belanjanya karena menggunakan gas bumi milik PT PGN Tbk. Bahkan, gas bumi PGN ini turut membantu para pelaku pengusaha UKM. Saya benar-benar kecewa, kenapa baru sekarang PGN muncul menolong  masyarakat Indonesia. Saya sudah lama menunggu hal seperti ini datang, sama lamanya dengan Cinta yang setia menunggu Rangga hingga akhirnya benar-benar bertemu di AADC 2.

Saya kecewa, PGN.

Dulu emak saya harus menarik urat terlebih dahulu sekadar menyuruh saya mencari kayu bakar. Kini, para mama di Papua sana malah asik memasak sesuka hati mereka menggunakan gas bumi milik kalian (PGN), 24 jam nonstop kalau mereka mau.

Saya kecewa, PGN.

Dulu, tiap menjelang lebaran saya selalu mendapat tugas memasak ketupat seharian penuh menggunakan kayu bakar, yang kalau kena asapnya bikin mata saya tidak berhenti berair. Kini, para pelaku UKM pembuat lontong di Surabaya sana makin bersinar, maju, dan sukses besar. Itu terjadi setelah kalian (PGN) menyalurkan sambungan pipa gas bumi ke kampung tersebut.

Saya kecewa, PGN.

Kenapa baru sekarang kalian menyalurkan gas-gas bumi tersebut. Seandainya sudah dari dulu, mungkin waktu bermain saya yang sedikit tidak bertambah sedikit karena terbuang untuk mencari kayu bakar.

Meski begitu, saya menyadari kalau kekecewaan saya kepada kalian (PGN) tidak akan berlangsung lama. Ini semua karena saya membaca berita itu secara mendadak, laiknya tahu bulat yang digoreng dadakan itu.

Setelah saya membaca lebih intensif, ternyata ini semua menjadi berkah tersendiri bagi rakyat Indonesia, tidak terkecuali saya. Hal tersebut terbukti dari berita yang saya rilis di dream.co.id yang menginformasikan bahwa hingga saat ini pelanggan PGN terus bertambah, di mana untuk rumah tangga saja sudah lebih dari 107.690 pelanggan, untuk usaha komersial dan usaha kecil sudah lebih dari 1.857 pelanggan, dan untuk industri serta pembangkit listrik sudah lebih dari 1.529 pelanggan.

Hal lain yang menyurutkan kekecewaan saya adalah dari sisi infrastruktur PGN, di mana panjang pipa gas bumi PGN termasuk pipa transmisi open access dan distribusi total sekitar 6.971 km. Panjang pipa ini merepresentasikan 76% dari panjang pipa gas hilir yang ada di Indonesia.

Bahkan yang paling membuat rasa kecewa saya terobati adalah melihat catatan tahun lalu PGN, di mana secara nasional PGN menyalurkan gas bumi sebanyak 1.586 juta kaki kubik per hari (MMSCFD). Ini setera dengan penggunaan 286.000 barel minyak per hari. Dengan penyaluran gas sebanyak 1.586 MMSCFD ini, potensi penghematan dari pemanfaatan gas yang dikelola PGN bagi nasional di 2015 sebesar Rp 88,03 triliun. Sekali lagi, mungkin jawaban dari rasa kecewa saya.



Tulisan ini disumbangkan untuk jadi artikel situs Si-Nergi

Hari Kartini yang kita peringati tiap tanggal 21 April kemarin, nyatanya masih meninggalkan sebuah perdebatan yang menurut saya tidak akan ada ujungnya. Kenapa? Saya berpikir sederhana. Lah wong mereka sudah wafat. Kenapa sampeyan malah sibuk mbandingi mereka. Saya pribadi jadi ya merasa prihatin. Mereka itu korban. Kok? Iya, mereka korban bahan perbandingan sampeyan sekalian. 

Sampeyan tuh lupa kalau mereka (Kartini, Cut Nyak Dhien, Dewi Sartika, Martina Tiahahu) sama-sama perempuan. Bayangkan, perempuan mana yang suka dibanding-bandingkan? Perempuan mana?

Ini tidak hanya bagi perempuan saja lho ya, saya sendiri sebagai seorang laki-laki sangat menolak dibandingkan dengan laki-laki lain. Apalagi laki-lakinya lebih segalanya, dunia akhirat saya ndak ridho.
Membandingkan perempuan Kartini dengan pahlawan perempuan lain adalah durjana. Sama durjananya mutusin pacar dengan kata-kata “aku mau fokus belajar” atau “pasti kamu dapat yang lebih baik dari aku”.

Masih banyak hal yang seharusnya sampeyan kritisi di Hari Kartini daripada masih mbandingi siapa yang lebih pantas jadi pahlawan. Contoh yang paling sederhana, sampeyan bisa mengkritisi potret Kartini masa kini yang sudah sulit membedakan mana gelap mana terang, tentang mama-mama muda yang rela merogoh sakunya lebih dalam untuk menjahit kebaya supaya anaknya terlihat paling “ayu” di sekolah, atau sampeyan bisa mbahas Kartini yang  sekarang semakin kreatif dan terampil. Itu jauh menarik. Bagi saya lho, ndak tahu bagi sampeyan.

Melalui momen Kartini yang sudah lewat beberapa hari ini, saya pribadi dengan segala kerendah-hatian ingin mengajak kepada sampeyan sekalian. Mari kita kesampingkan dulu perkoro sopo sing pantes dadi pahlawane. Tak elok kiranya kita menggugat-gugat salah satu sembari menonjol-nonjolkan yang lain, apalagi dengan motif sesuku atau seagama.

Saat ini, seperti yang saya bilang tadi, banyak lho Kartini-kartini baru muncul dengan keterampilan dan kreativitas serta ide-ide yang cemerlang. Mereka mencari jalan keluar di tengah problematika yang mengharuskan seorang perempuan tugasnya hanya sebatas “dapur, sumur, kasur”. Loh, bukannya Kartini ‘sudah’ berhasil menghapus paradigma seperti itu? Tunggu dulu. Siapa bilang pandangan tersebut sudah hilang, buktinya masih banyak orang yang berpendapat bahwa tugas seorang ibu ya mengurus suami, anak, dan rumah tangga. Artinya, pandangan bahwa perempuan itu hanya di dapur, sumur, dan kasur tetap ada, hanya berubah istilah. Belum lagi masih ada sikap sentimen di masyarakat kalau melihat perempuan (istri) yang bekerja seakan telah mengabaikan tugas utamanya. Ini bagi saya lho ya.

Perempuan memang tidak seratus persen lepas dari pandangan tersebut, namun mereka juga tidak kehabisan ide menyiasati ploblematika yang selama ini membelenggunya. We lah dalah. Saat ini, banyak kok Kartini-kartini yang tetap mampu berbisnis (mencari uang) atau menjadi pelaku industri tanpa mengabaikan kodratnya sebagai seorang perempuan. Sampeyan ndak percoyo?

Saat ini, banyak perempuan-perempuan (ibu-ibu) yang berhasil menjalankan usaha rumahan, contohnya mengembangkan usaha catering atau kue. Dari usahanya, ndak sedikit ibu-ibu yang berhasil menjalankan bisnis tersebut. Apalagi penggunaan gas bumi yang diberikan PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) turut memberikan sumbangsih yang signifikan bagi pelaku Usaha Kecil Menengah yang dilakukan para ibu-ibu tadi. Sampeyan pasti bingung, kok jadi ngomongi gas bumi. Begini penjelasannya.

Alasan saya mengaitkan keberhasilan ibu-ibu menjalankan usaha rumahannya dengan peran PGN, ya karena memang ada buktinya. Masih ndak percoyo?

Buktinya saya rilis dari Merdeka.com, yang memberitakan bahwa pengusaha kue di Surabaya berhasil menghemat biaya produksi hingga Rp500.000 setelah beralih menggunakan gas bumi. Sebelumnya, sampeyan harus tahu kalau di Surabaya sana ada namanya Kampung Kue, di mana sekitar 30 dari 42 UMKM yang ada, rata-rata sudah menggunakan bahan bakar gas bumi dalam memasak kue-kue kering.

Salah satu dari 30 UMKM yang menggunakan gas bumi adalah Elfa Susanti. Belio adalah pemilik usaha kue Die Va Cake & Cookies. Sejak empat tahun lalu menggunakan gas bumi PGN, belio mengaku lebih hemat dibanding menggunakan gas elpiji. Katanya lagi, sebelum memakai gas bumi, belio yang memproduksi kue basah, seperti pie, soes, lemper, ketan srikaya hingga putri mandi mengeluarkan biaya bahan bakar gas elpigi sebesar Rp700.000 hingga Rp900.000 per bulan. Sekarang coba sampeyan bandingkan ketika Ibu Elfa ini menggunakan gas bumi. Belio hanya perlu mengeluarkan biaya produksi sebesar Rp250.00 per bulan. Luar biasa hemat bukan? Luar biasa cerdas Kartini sekarang. Pintar ngurus rumah tangga, bisnis, dan pintar mengatur ekonomi.

Satu lagi yang harus sampeyan tahu. Kue-kue buatan Ibu Elfa ini bahkan sampai dilirik beberapa hotel bintang tiga di Surabaya, dan setiap harinya tidak kurang 300-500 kue buatan belio laris manis terjual.

Kalau sudah begini, artinya ibu-ibu atau Kartini-kartini sekarang berhasil keluar dari pandangan bahwa perempuan hanya cukup di “dapur, sumur, dan kasur”. Bahkan, belio-belio ini sedikit banyak turut membantu perekonomian negara. Ndak kayak sampeyan yang masih sibuk berdebat siapa yang pantas jadi pahlawan. 


Tulisan ini disumbangkan untuk jadi artikel situs Si-Nergi
Awal April 2016 ini, PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) menyepakati adanya perubahan jajaran direksi dan komisaris baru, setelah melakukan Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST). Beberapa nama baru muncul, namun ada juga nama-nama lama yang masih bertahan di tubuh PGN. Salahnya adalah nama Hendi Prio Santoso yang tetap menjabat sebagai Direktur Utama.

Ada beberapa alasan kenapa sosok Hendi Prio Santoso tetap layak menjadi Direktur Utama, yaitu sebagai berikut.

1.      Berhasil Mengatasi Krisis Ekonomi di Tubuh PGN

Sejak pertama kali diangkat sebagai Direktur Utama, Hendi Prio Santoso dihadapkan pada krisis ekonomi global serta masalah kebocoran gas yang menyebabkan harga saham PGN anjlok hingga 60 persen dalam kurun waktu Juni sampai Oktober 2008. Laba bersih tahun 2008 PGN juga ambrol 17,31 persen dibandingkan tahun sebelumnya, menjadi $65,9 juta. Hal ini, selain disebabkan oleh beban operasi yang naik sebesar 17,19 persen, juga lantaran adanya kenaikan rugi selisih kurs yang hampir mencapai lima kali lipat menjadi $260,9 juta.

Berkat tangan dingin Hendi Prio Santoso juga, penurunan laba bersih yang terjadi di tahun 2008, pada tahun 2009 laba PGN kembali melonjak 9 kali lipat lebih menjadi $603,4 juta dibanding tahun sebelumnya yang hanya sebesar $65,9 juta. Hasilnya, sepanjang 2009 hingga 2013 pertumbuhan rata-rata per tahun laba bersih dan pendapatan PGN mencapai masing-masing 48,7 persen dan 20,8 persen.

2.      Memperbaiki Rating Utang PGN

Pada masa kepemimpinan Hendi Prio Santoso, PGN memperlihatkan perbaikan yang signifikan dalam hal rating utang. Hal itu tercermin dari naiknya peringkat PGN oleh Standard & Poor's, dari BB- di tahun 2007 menjadi BB+ di tahun 2011, artinya naik dua peringkat (notch). Fitch Rating juga menunjukkan tren yang sama, dari BB- pada 2006 menjadi BBB- pada 2011.

Selain itu, di bawah kepemimpinan Hendi Prio Santoso, harga saham PGN mengalami tren positif. Jika dibandingkan dengan indeks IHSG dan LQ45, return saham PGAS sejak awal 2008 hingga 23 Oktober 2014 lebih tinggi, yakni sebesar 92,05 persen. Return IHSG dan LQ45 sendiri masing-masing berada di level sekitar 86,84 persen dan 45,46 persen.

3.      Tata Kelola Perusahaan Baik Bikin Calo Gas Tak Berkutik

Sejak berada di bawah kepemimpinan Hendi Prio Santoso, PGN yang pada 2003 memilih menjadi perusahaan terbuka, kini menjelma menjadi perusahaaan yang dikenal bersih, bebas korupsi, dan menerapkan tata kelola perusahaan yang baik (Good Corporate Governance). Hal tersebut tidak lepas dari prinsip Hendi Prio Santoso yang terkenal dalam aksi memberantas calo di industri migas.

Hendi Prio Santoso juga menyusun kode etik karyawan yang diterbitkan sebagai “Kode Etik Karyawan” dan “Kode Etik Pimpinan”. Adanya kode etik tersebut memberikan catatan positif bagi PGN dalam membentuk prosedur dan peraturan terkait dalam berinteraksi. Melalui kode etik ini pula, diberikan panduan praktis tentang cara menangani konflik kepentingan, korupsi, suap, gratifikasi, dan manajemen informasi. Dengan demikian, calo gas tidak akan berkutik dan tidak punya celah untuk menyelusup dan mencampuri bisnis migas, terutama dengan karyawan dan pimpinan PGN.


Sumber:



Tulisan ini disumbangkan untuk situs Si-Nergi
Akhir-akhir ini, saya memang banyak membicarakan tentang PT Perusahaan Gas Negara (PGN) Tbk, mulai dari energi baik, energi baru dan terbarukan, sampai terobosan-terobosan yang sudah dilakukan PGN dalam memanfaatkan sumber energi, termasuk dalam memanfaatkan energi alternatif. Namun demikian, dari sekian banyak tulisan saya tentang PGN, belum pas rasanya jika saya membicarakan capaian yang dilakukan PGN, tanpa membicarakan orang-orang yang berada di balik layar dalam pengelolaan PGN ini. Apalagi baru-baru ini telah terjadi perombakan di tubuh PGN, baik di jajaran komisaris maupun direksi.

Beberapa hari lalu, dilansir dari detik finance, Pemegang saham PT Perusahaan Gas Negara (PGN) Tbk menggelar Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST). Dalam rapat tersebut, disepakati adanya perombakan jajaran direksi dan komisaris. Meski ada beberapa nama yang terpental, namun ada juga nama-nama yang masih bertahan.

Dalam RUPST tersebut, nama Deputi BUMN, yakni Fajar Harry Sampurno duduk sebagai Komisaris Utama menggantikan Iman Sugema yang menjabat sejak April 2015. Selain Iman Sugema, nama M. Zamkhani juga sudah tidak ada di jajaran komisaris. Dia digantikan oleh Kiswodarmawan, sedangkan nama-nama seperti Mohamad Ikhsan, Tirta Hidayat, dan Paiman Raharjo masih tetap duduk sebagai dewan komisaris. Artinya, hanya ada dua nama yang berubah untuk posisi komisaris.

Adapun untuk dewan direksi, beberapa nama juga sudah tidak lagi menjabat di PGN, seperti Direktur Pengusahaan Jobi Triananda Hadjim, Direktur Teknologi dan Pengembangan  Djoko Saputro, serta Direktur Keuangan Mochtar Riza Pahlevi Tabrani. Posisi mereka digantikan oleh Dilo Seno Widagdo, Danny Praditya, serta Nusantara Suyono. Sementara nama-nama, seperti M. Wahid Sutopo dan Hendi Kusnadi masih berada di daftar jajaran direksi, serta nama Hendri Prio Santoso masih duduk sebagai Direktur Utama PGN.


Sumber:




Tulisan ini disumbangkan untuk situs Si-Nergi