Melirik Pemanfaatan Kotoran Manusia Jadi Energi Alternatif di Kawasan Petojo

Leave a Comment
Siapa sangka sampah dan kotoran manusia yang selama ini dianggap sepele justru kini dilirik menjadi energi alternatif. Memang pertumbuhan penduduk yang sangat cepat membawa berbagai dampak bagi kehidupan, termasuk lingkungan. Hal ini menimbulkan dampak seperti tercemarnya sungai, penumpukan sampah, hingga hilangnya daerah resapan air. Masyarakat harus menyadari bahwa menjaga dan melestarikan lingkungan merupakan tanggungjawab bersama. Bahkan, sudah seharusnya kini masyarakat mulai mengubah stigma negatif dari keberadaan sampah menjadi sesuatu yang positif dan bernilai ekonomis, sehingga keberadaan sampah justru memberikan keuntungan.

Salah satu cara untuk menghadirkan kondisi tersebut adalah dengan menjadikan sampah serta limbah kotoran manusia atau tinja sebagai bahan baku pupuk organik yang berkualitas. Hal ini tentu menjadi kabar baik pagi petani-petani di Indonesia, sebab selama ini para petani kesulitan mendapatkan pupuk akibat kelangkaan maupun tingginya harga pupuk di pasaran. Bahkan, selain dapat dijadikan bahan baku pupuk organik, kotoran manusia juga menghasilkan energi alternatif  yang terbarukan berupa biogas.

Berbicara biogas, saya tertarik membahas daerah yang sudah mulai memanfaatkan kotoran manusia sebagai energi alternatif ini. Sudah sembilan tahun warga Petojo menikmati biogas secara gratis. Sebelumnya Kelurahan Petojo, Kecamatan Gambir, Jakarta Pusat  merupakan daerah kumuh, bisa dibilang kehidupan warga sekitar jauh dari kata bersih dan sehat akibat buruknya sanitasi. Akan tetapi, sejak tahun 2015 kondisi di daerah tersebut  perlahan berubah. Daerah ini dijadikan proyek percontohan bagi penataan daerah padat penduduk di perkotaan. Salah satu penggunaan dana dari USA yang paling menonjol adalah sarana MCK (mandi, cuci, kakus) plus-plus yang dibangun pada 2007.

Masyarakat di daerah Petojo yang  sebelumnya terbiasa dengan kehidupan kumuh, namun  sejak ada MCK plus-plus, masyarakat di daerah tersebut pun perlahan mulai menerapkan pola hidup bersih meskipun awalnya sempat merasa kesulitan. MCK plus-plus seluas 125 meter persegi ini dilengkapi dengan teknologi penyaringan air DWOT atau Decentralization Wastewater Treatment. Selain itu, sarana MCK di Potojo ini memiliki sarana biodigester yang mampu mengubah pembuangan limbah manusia menjadi bahan bakar biogas.

Kandungan bahan organik dalam limbah manusia memang cukup besar, yakni terdiri dari senyawa-senyawa sulfur, karbon, nitrogen, hidrogen, oksigen, dan fosfor. Kandungan inilah yang dapat diproses menjadi biogas. Adapun agar dapat diurai, bahan organik ini harus ditempatkan di dalam ruangan khusus yang hampa udara, yaitu sumur digester atau sumur pencernaan. Di sumur inilah bahan organik mengalami proses pembusukan dan peluruhan. Bahan organik tersebut dipecah menjadi komponen sederhana  oleh mikro organisme anaero. Ketiadaan oksigen menghasilkan karbon metan. Produksi metan inilah yang kemudian dimanfaatkan sebagai bahan bakar.

Biogas memang bukan teknologi baru. Sejak abad 10 sebelum masehi biogas atau gas metan sudah dimanfaatkan oleh bangsa Syria untuk memanaskan air mandi. Sementara penduduk Tiongkok sekitar 3000 tahun lalu sudah memanfaatkan biogas yang keluar dari rawa-rawa. Gas metan sendiri baru diidentifikasi dan ditemukan pada 1977 oleh ilmuwan Alessandro Volta dari Italia. Volta yang juga penemu baterai ini menemukan metana dengan cara mengumpulkan gas dari rawa-rawa kemudian mencoba membakarnya dengan aliran listrik.

Sarana MCK plus-plus di Petojo ini mampu menampung limbah dari sekitar 300 orang warga. Berdasarkan data United Nations pada tahun 1984 setiap orang dewasa mampu menghasilkan limbah sebanyak 0,2 kilogram perhari. Artinya, sarana MCK plus-plus di Petojo ini mampu menghasilkan tinja sebanyak 60 kilogram perhari. Setiap 1 kilogram limbah manusia mengandung 0,3 meter kubik biogas. Hal ini berarti, dalam sehari sarana MCK plus-plus di Petojo mampu menghasilkan sebanyak 18 meter kubik atau setara 8 kilogram LPG.

Meski jumlah yang dihasilkan belum bisa mencukupi kebutuhan warga Petojo, namun pemanfaatan kotoran manusia menjadi biogas ini perlu kita apresiasi bersama. Apalagi jika melihat pemanfaatan biogas ini tersebut diputuskan oleh pengelola untuk acara-acara yang berkaitan dengan kegiatan masyarakat sekitar, seperti arisan maupun Posyandu. Selain itu, jangan lupa bahwa sebelumnya daerah tersebut merupakan wilayah kumuh. Artinya, pemanfaatan biogas ini, selain dapat menjadi energi alternatif, juga turut mengurangi pencemaran lingkungan.

Tulisan ini disumbangkan untuk jadi artikel situs Si-Nergi


Sumber:
Sebagian besar tulisan ini bersumber dari acara Ensiklotivi TVOne yang pernah tayang pada 25 Maret 2016 lalu yang direkam ulang. Saat itu, program tersebut sedang membahas pemanfaatan energi Biogas di kawasan Petojo, Jakarta Pusat.
Next PostPosting Lebih Baru Previous PostPosting Lama Beranda

0 komentar:

Posting Komentar