Tulisan saya kali menanggapi
pembahasan Mas Fadli, yang mengatakan
bahwa Natuna sebagai salah satu daerah pemilik cadangan gas bumi terbesar, tetapi
belum banyak dinikmati oleh masyarakat, khususnya masyarakat sekitar. Hal ini
menurutnya mengherankan karena yang menikmati manfaat tersebut justru negara
tetangga, seperti Singapura.
Menanggapi pernyataan Mas
Fadli, hal ini memang menjadi ironi tersendiri bagi kita bangsa Indonesia,
khususnya saya secara pribadi. Bagaimana tidak, negara yang memiliki kekayaan
energi yang melimpah, justru tidak bisa dinikmati oleh si pemiliknya, justru
memilih untuk mengekspor ke negara tetangga, yakni Singapura.
Saya ingin menggarisbawahi
kenapa masyarakat di Natuna yang notabene tinggal di daerah memiliki cadangan
gas bumi terbesar belum bisa memanfaatkan secara utuh cadangan gas bumi
tersebut. Dalam hal ini saya ingin kita melihat kembali komentar dari Menteri
Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said saat meresmikan infrastruktur
gas bumi di Batam pada 2015 lalu. Dalam penjelasannya, Menteri Sudirman Said
akan melihat terlebih dahulu kondisi di lapangan yang terbaru, kemudian
mengundang semua pihak untuk mencari solusi. Apalagi menurut Menteri Sudriman
Said, dari segi infrastruktur Indonesia sudah siap, ditambah ketersedian gas
bumi di sekeliling juga sudah ada. Artinya, masalah yang dihadapi hanya tinggal
bagaimana keputusan yang akan diambil pemerintah.
Berdasarkan pernyataan
dari menteri ESDM ini, saya rasa apa yang dilakukan Menteri Sudirman Said sudah
tepat. Hal ini karena permasalahan di Natuna tidak bisa diselesaikan sendiri,
butuh koordinasi yang baik dari berbagai pihak, dan itu sudah dilakukan dan
dibuktikan dengan berbagai capaian PGN yang kini sudah mengalirkan gas bumi ke
dalam negeri, baik untuk rumah tangga, perhotelan, pesantren, maupun industri.
Bahkan, bukan hanya di kota-kota besar, tetapi daerah-daerah yang memang selama
ini mengalami kekurangan energi.
Sementara menanggapi
pernyataan lain dari Mas Fadli yang mangatakan bahwa kenapa Singapura selaku
negara tetangga justru lebih menikmati gas bumi dalam negeri. Dalam hal ini,
saya ingin kita (juga) melihat kembali pernyataan Menteri ESDM, yang
mengungkapkan bahwa pemerintah belum memiliki satu visi yang besar bagaimana
meningkatkan konsumsi gas bumi dalam negeri. Namun, belum memiliki visi di
sini bukan berarti pemerintah berdiam
diri membiarkan gas bumi dalam negeri dinikmati negara luar, melainkan berupaya
dan bekerja keras mengarahkan gas bumi dalam negeri sebagian besar untuk
konsumsi domestik, tetapi juga tetap melayani kebutuhan ekspor.
Dalam pemaparannya yang
lain, Menteri Sudirman Said juga menjelaskan terkait masalah ekspor ini.
Menurutnya, pemerintah mempunyai kontrak yang harus dihormati, tetapi tetap
melihat kembali seperti apa kontraktualnya. Kalau memang bisa diarahkan kembali
ke tempat lain, pasti akan diarahkan. Akan tetapi, jika kewajibannya untuk
jangka panjang, pemerintah harus menghormati kontrak.
Berdasarkan uraian yang
saya paparkan, dapat saya simpulkan bahwa persoalan di Natuna bukan semata
masalah belum maksimalnya masyarakat di sana mendapat manfaat dari gas bumi,
juga bukan masalah gas bumi dalam negeri dinikmati negara luar, tetapi ada
beberapa pertimbangan yang memang harus diputuskan bersama dan tanpa mengurangi
hubungan kerjasama dengan negara lain. Meski demikian, saya tetap mengapresiasi
apa yang ditulis Mas Fadli yang menyebutkan bahwa belakangan ini, permasalahan
di Natuna menjadi perhatian PGN, yang dalam hal ini serius mengembangkan
pemanfaatan gas bumi yang ada di Natuna dengan menjadikan kepentingan rakyat
Natuna sebagai yang utama.
Artikel ini untuk merespon tulisan M. Fadli tentang Gas Bumi PGN Kado Terindah untuk Rakyat Natuna
Artikel ini untuk merespon tulisan M. Fadli tentang Gas Bumi PGN Kado Terindah untuk Rakyat Natuna
Tulisan ini
disumbangkan untuk jadi artikel situs Si-Nergi
0 komentar:
Posting Komentar