Hai blogger, sore kemarin saya
dikejutkan dengan pesan whatsapp yang
dikirim oleh salah seorang jurnalis di tempat saya bekerja. Dalam pesan
tersebut dia meminta agar saya mengganti kata ‘pejabat’ dengan ‘penjabat’.
Awalnya saya hanya memahami bahwa yang dimaksud dari permintaan jurnalis
tersebut adalah agar mengganti istilah ‘pejabat sementara’ menjadi ‘pejabat
wali kota’. Ini berkaitan dengan isi berita yang ditulisnya, yakni tentang
pelantikan pejabat Wali Kota Depok. Dalam berita tersebut, Kepala Dinas Sosial
Provinsi Jawa Barat (Jabar), Arifin Harun Kertasaputra yang ditunjuk langsung
oleh Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan resmi dilantik menggantikan posisi Nur
Mahmudi Isma'il dalam mengisi kekosongan jabatan sebagai Pejabat (Pejabat Sementara-red) Wali Kota Depok.
Awalnya tidak ada yang
aneh memang dengan berita tersebut, namun belakangan mulai timbul sesuatu yang
menurut saya ‘janggal’. Alasannya tidak lain adalah pihak ASN (Aparatur Sipil
Negara), meminta saya mengganti istilah ‘pejabat’ dengan istilah ‘penjabat’.
Jika yang diganti adalah istilah ‘pejabat sementara’ menjadi ‘pejabat wali kota’,
saya masih memaklumi. Saya bisa beralasan karena istilah ‘sementara’ sedikit
kasar. Namun, yang menjadi pertanyaan besar saya adalah kenapa pihak
pemerintahan memilih menggunakan istilah ‘penjabat’ dibandingkan dengan ‘pejabat’.
Begitu penasarannya, saya
coba buka buku linguistik tentang imbuhan pe- dalam kalimat. Dalam buku
tersebut dijelaskan bahwa imbuhan pe- adalah imbuhan yang dapat diletakkan di
awal (prefiks). Imbuhan pe- ini dapat berubah menjadi pe-, pen, pem- pel-, dan peng-.
Perubahan ini terjadi karena proses nasalisasi atau perubahan bunyi sengau.
Contoh kalimatnya, pe + lukis menjadi pelukis (menyatakan pelaku), pe + curi
menjadi pencuri (pelaku), pe + bersih menjadi pembersih (menyatakan alat), pe +
ajar menjadi pelajar (menyatakan pelaku), dan pe + hapus menjadi penghapus
(menyatakan alat).
Berdasarkan contoh di
atas sangat jelas bahwa imbuhan pe- jika ditambahkan dengan kata ‘jabat’
menjadi pejabat, bukan ‘penjabat’, karena pe- pada imbuhan tersebut tidak
mengalami proses nasalisasi. Akan tetapi, saya tidak berhenti sampai di situ. Saya
kemudian mencari istilah ‘jabat’ dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Di
dalam KBBI, kata ‘jabat’ ditemui dalam beberapa istilah, di antaranya ‘jabat’ yaitu
jabat, ‘menjabat’ yaitu melakukan
pekerjaan (pangkat dan sebagainya); memegang jabatan (pekerjaan), ‘jabatan’
yaitu pekerjaan (tugas) dalam pemerintahan atau organisasi, ‘pejabat’ yaitu pegawai
pemerintah yang memegang jabatan penting (unsur pimpinan), ‘penjabat’ yaitu pemegang jabatan orang lain untuk
sementara, penjabatan yaitu proses, cara, perbuatan menjabat, dan ‘sejabat’
yaitu sejawat; sepekerjaan.
Kesimpulan yang saya
dapat setelah saya mencari di dalam istilah linguistik dan KBBI, ternyata kedua
istilah tersebut, yakni ‘pejabat’ dan ‘penjabat’ memang ada. Kata ‘pejabat’
berasal dari kata jabat yang ditambahkan imbuhan pe-, sementara kata ‘penjabat’
memang sudah ada di dalam KBBI, yang artinya pemegang jabatan orang lain untuk
sementara. Lebih lanjut, ternyata pihak pemerintah sudah menggunakan istilah
yang benar, yakni ‘penjabat’ untuk menjelaskan orang yang memegang jabatan
sementara.
0 komentar:
Posting Komentar