Gas Bumi PGN Mengalir Hingga Pesantren

Leave a Comment
Pesantren adalah sesuatu yang dekat dengan kehidupan saya. Hal ini karena jarak tempat tinggal saya tidak jauh dari salah satu pesantren besar yang ada di Bekasi. Nama pesantrennya adalah Pondok Pesantren Attaqwa. Pesantren yang didirikan oleh ulama besar sekaligus mendapat gelar pahlawan nasional, yakni K. H. Noer Alie ini terdiri dari dua pondok yang berjarak sekitar satu kilometer, masing-masing untuk santri (putra) dan santriwati (putri).

Hampir tiap tahun Pesantren Attaqwa ini tidak pernah sepi kedatangan santri maupun santriwati baru, baik dari dalam maupun luar daerah. Hal ini menimbulkan pertanyaan tersendiri bagi saya yang notabene belum pernah merasakan kehidupan pesantren, yakni terkait soal mengurusi makan bagi para santri maupun santriwati tersebut. Apalagi dengan jumlah santri maupun santriwati yang begitu banyak, menuntut pihak pengelola pesantren untuk cerdik dalam mengatur pengeluaran.

Belum sempat saya mencari tahu, tiba-tiba saya mendengar informasi tentang beberapa pesantren di daerah Jawa Timur yang berhasil menghemat anggaran pengeluarannya hanya karena mulai beralih menggunakan gas bumi PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN). Bahkan, ada juga pesantren yang beralih menggunakan kompor biomassa (pellet).

Salah satu pesantren yang menggunakan kompor biomassa (pellet) ini adalah Pondok Pesantren Nurul Huda. Jika dulu pesantren yang terletak di Bendungan Tengah, Keraton, Pasuruan, Jawa Timur ini menggunakan LPG (terkadang minyak tanah) untuk memenuhi kebutuhan memasak 250 santriwati dan menggunakan kayu bakar untuk memenuhi kebutuhan memasak 200 santri, kini setelah beralih menggunakan kompor biomassa (pellet) dari PGN, pesantren tersebut justru mendapat banyak keuntungan. Selain biayanya yang lebih murah dibanding menggunakan kayu bakar atau minyak tanah, kompor biomassa (pellet) ini lebih efisien dan ramah lingkungan. Selain itu, jika menggunakan kayu bakar atau minyak tanah akan menghasilkan asap yang mengganggu kesehatan para santri maupun santriwati, hal ini justru berbeda dengan kompor biomassa (pellet) yang tidak menghasilkan asap, sehingga aman bagi kesehatan para santri maupun santriwati.

Manfaat-manfaat yang dihadirkan kompor biomassa PGN ini tidak lepas dari bahan bakar yang digunakan, yakni berupa pellet, yang  berasal dari limbah pertanian, seperti bonggol jagung, jerami padi, serbuk gergaji, kayu dan lainnya yang melalui proses pemadatan. Perlu diketahui bahwa pellet ini adalah bahan bakar yang merupakan salah satu contoh energi terbarukan.

Selain Pondok Pesantren Nurul Huda, saya juga mendapat informasi tentang pesantren yang mampu menghemat setelah beralih menggunakan gas bumi PGN. Masih di daerah Jawa Timur, kali ini di Surabaya terdapat salah satu pesantren, namanya Pondok Pesantren Terpadi Darul Muttaqin yang selama lima tahun terakhir sudah tidak lagi kesulitan mencari isi ulang tabung LPG. Alasannya karena pihak pengelola pesantren sudah beralih memasak menggunakan gas bumi PGN.

Berdasarkan keterangan yang saya dapat dari beberapa media, pengeluaran Pondok Pesantren Nurul Huda setelah menggunakan gas bumi PGN berada di kisaran Rp900 ribu hingga Rp1,2 juta. Padahal sebelumnya, pengeluaran yang dilakukan pihak pesantren mencapai Rp1,5 juta. Ini menunjukkan bahwa dengan menggunakan gs bumi PGN, Pesantren Nurul Huda berhasil menghemat hingga Rp300 ribu perbulan. Apalagi selain hemat, gas bumi PGN juga nyaman, karena dapat digunakan 24 jam.

Sumber:

Tulisan ini disumbangkan untuk jadi artikel situs Si-Nergi
Next PostPosting Lebih Baru Previous PostPosting Lama Beranda

0 komentar:

Posting Komentar