Setelah mencari informasi lebih mendalam tentang gas
bumi, PGN, dan energi alternatif, serta menemukan cerita-cerita menarik tentang
hubungan (awas Baper) antara pelanggan gas bumi PGN dengan PT Perusahaan Gas
Negara (PGN) selaku pemasok gas bumi. Kali ini saya menemukan kisah yang
sedikit berbeda dari laman blog milik Mbak Ihda, yakni tentang Floating
Storage and Regasification Unit (FSRU) Lampung yang kembali
menerima kargo kedua LNG (Liquefied
Natural Gas) atau gas bumi cair dari Papua.
Sebenarnya saya sendiri sudah mengetahui informasi
tentang penerimaan kargo kedua LNG ini. Bahkan, saya juga sempat menulisnya di
blog. Namun, yang menarik dari tulisan Ihda Aulianisa ini adalah bagaimana dia
mengaitkan antara penerimaan LNG dengan swasembada energi.
Membaca judulnya saja, saya menemukan penempatan
diksi yang menurut saya elegan. Jujur saja, mendengar kata ‘swasembada’, pasti
yang lebih dulu terlintas adalah ‘pangan’. Saya rasa hal tersebut wajar, karena
ketika membaca kata ‘swasembada’ yang terlintas di pikiran saya juga kata
‘pangan’.
Bayangkan, gara-gara judul yang ditulis Mbak Ihda
ini, saya sampai membuka kembali Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) hanya
untuk memastikan pengertian kata ‘swasembada’ dan ‘pangan’. Berdasarkan hasil
penelusuran tersebut, saya menemukan bahwa yang dimaksud dengan ‘swasembada’
adalah usaha mencukupi kebutuhan sendiri (beras dsb). Sementara yang dimaksud
‘pangan’ adalah makanan; olahan makanan jadi yang diolah untuk diperdagangkan.
Berdasarkan hasil penelusuran tersebut, membuktikan bahwa kita (saya anggap
termasuk) tidak keliru mengaitkan kata ‘swasembada’ dengan ‘pangan’.
Perlu saya jelaskan bahwa penelusuran saya ini bukan
semata-mata ingin mencari siapa yang benar dan siapa yang salah, tetapi lebih
kepada ketertarikan saya dengan diksi yang ditulis Mbak Ihda yang menurut saya
menarik dan memilki ambiguitas.
Dalam penjelasannya, kata ‘swasembada’ disandingkan
dengan kata ‘energi’. Artinya, jika merujuk ke KBBI, swasembada energi yang
dimaksud Mbak Ihda adalah upaya pemerintah yang dalam hal ini melalui PT
Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) memenuhi kebutuhan energi domestik. Saya
sepakat dengan pendapat Mbak Ihda bahwa saat ini swasembada energi domestik
sangat dibutuhkan mengingat kebutuhan akan energi di Indonsia yang semakin
meningkat. Saya juga sepakat bahwa pemerintah perlu mempertimbangkan energi LNG
untuk mencapai swasembada energi ini.
Alasan saya memilih LNG sebagai bahan pertimbangan
pemerintah mencapai swasembada energi karena melihat keunggulan yang ada pada LNG.
Jika melihat pada sisi perekonomian saja, LNG memiliki berbagai keunggulan. Hal
ini karena materi LNG sangat mudah dalam proses penyimpanan dan pengangkutannya
dari satu kilang gas ke tempat yang membutuhkan. Selain itu, LNG juga sangat
ekonomis karena cukup dikirimkan via kapal tanker tanpa membangun pipa bawah
laut. Sama seperti yang dilakukan FSRU Lampung.
Keunggulan dari LNG ini juga dapat kita lihat dari banyaknya
penggunaan gas, karena secara praktis gas dapat menjadi bahan bakar kendaraan, industri,
pembangkit listrik, serta bahan baku pembuatan pupuk. Satu lagi yang harus kamu
tahu, LNG ini tidak mudah terbakar dan mudah untuk diangkut. Ini karena LNG
merupakan energi yang ramah lingkungan, di samping harganya lebih murah atau
efisien dibandingkan minyak mentah.
Alasan-alasan itulah yang melatarbelakangi saya sependapat
dengan Mbak Ihda bahwa LNG dapat menjadi alternatif pemerintah dalam mencapai
swasembada energi.
Artikel ini untuk merespon tulisan Ihda Auliaunnisa tentang FSRU Lampung dan Swasembada Energi
Artikel ini untuk merespon tulisan Ihda Auliaunnisa tentang FSRU Lampung dan Swasembada Energi
Sumber:
Tulisan ini disumbangkan untuk jadi
artikel situs Si-Nergi
0 komentar:
Posting Komentar