Antara Karina, Mpok Nyai, dan Gas Bumi

Leave a Comment
Beberapa hari ini saya sempat mengunjungi laman blog yang membicarakan tentang gas bumi, PGN, maupun energi alternatif. Banyak kisah menarik yang saya temukan seputar keterkaitan gas bumi PGN dengan masyarakat penggunanya. Salah satu kisah menarik tersebut saya temukan di laman blog milik Mabk Sheila. Pada laman tersebut, si empunya blog menceritakan kisah sahabatnya yang merasakan manfaat gas bumi PGN. Sebagai seorang blogger, hal ini menarik minat saya untuk menanggapi kisah yang diceritakan penulis blog tersebut, yang belakangan saya ketahui nama sahabatnya itu adalah Karina, mirip dengan nama teman kantor saya.

Secara garis besar, kisah Karina yang menggunakan gas bumi PGN memiliki keterkaitan dengan keinginannya menjadi seorang penerjemah. Bahkan dalam kisahnya, Karina ini rela berhenti bekerja dan memilih kembali ke rumahnya di Jakarta dengan menjadi penerjemah di rumah sambil mengurus keluarganya. Sebuah keputusan yang menurut saya sangat jarang dilakukan seseorang. Bagaimana tidak, di saat banyak orang rela meninggalkan keluarga atau orang-orang tercinta hanya untuk mencari pekerjaan dan mengejar karir, Karina justru rela melepas pekerjaannya dan keluar dari zona nyaman, hanya agar tetap bisa menjaga ayahnya di rumah.

Kembali ke hubungan kisah Karina dengan gas bumi PGN. Memilih berhenti bekerja, juga memutus anggaran biaya rumah Karina. Perilaku hidup hemat pun mulai coba dia lakukan, salah satunya dengan memilih masak di rumah ketimbang membeli makanan di luar. Untungnya, daerah tempat tinggal Karina yang terletak di Perumnas Klender – Jakarta Timur ini merupakan daerah yang mendapat  pasokan gas bumi PT. Perusahaan Gas Negara Tbk, sehingga dia tidak perlu lagi menenteng gas melon ke warung yang harganya relatif justru lebih mahal dengan gas bumi yang dipasok PGN. Hidup hemat yang dijalankan, salah satunya dengan memilih menggunakan gas bumi PGN inilah yang membuat dirinya mampu mengatur uang tabungannya hingga akhirnya dia mulai membangun karirn ya di bidang penerjemah.

Membaca kisah Karina, saya jadi teringat kisah Mpok Nyai yang pernah saya tulis. Saya yakin, alasan Mpok Nyai memilih menjadi reseller (versi offline), ketimbang membuat sendiri kue-kue yang dia jual bukan karena tidak bisa, melainkan biaya atau modal yang dikeluarkan. Modal menjadi penjual kue keliling memang tidak sedikit, ditambah biaya produksi, seperti penggunaan bahan bakar saat memasak kue tersebut tergolong besar. Inilah yang membuat Mpok Nyai lebih memilih sebagai marketing-nya saja.

Seandainya di daerah tempat tinggal saya sudah mendapat pasokan gas bumi PGN, sama seperti tempat tinggal Karina, mungkin Mpok Nyai tidak perlu lagi mengambil dagangannya dari orang lain, dan memilih untuk membuatnya sendiri. Jiak itu terjadi, Mpok Nyai tidak perlu lagi membagai keuntungannya dengan orang lain. Meski gas bumi PGN  sudah masuk daerah saya, namun saat ini baru sebatas daerah di ujung utara Bekasi. Saya yakin bahwa pihak PT PGN masih secara bertahap mengoperasikan jaringan gas bumi tersebut hingga sampai k daerah tempat tinggal saya, sehingga orang-orang di sekitar tempat tinggal saya juga merasakan manfaat gas bumi seperti yang dialami Karina.

Artikel ini untuk merespon tulisan Mbak Sheila tentang Kisah Karina dan Gas Bumi PGN 

Tulisan ini disumbangkan untuk jadi artikel situs Si-Nergi
Next PostPosting Lebih Baru Previous PostPosting Lama Beranda

0 komentar:

Posting Komentar