Oktober menjadi bulan yang
memiliki momen penting dalam sejarah Indonesia. Hal ini tidak lepas dari
rangkaian peristiwa bersejarah yang terjadi di Indonesia, salah satunya hHari
Sumpah Pemuda yang tepat jatuh pada 28 Oktober. Pada waktu itu, muda-mudi
Indonesia berikrar pada tiga poin yang berbunyi: Kami putra dan putri Indonesia, mengaku bertumpah darah yang satu, tanah Indonesia; Kami putra dan putri Indonesia mengaku berbangsa yang satu, bangsa Indonesia; Kami putra dan putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia.
Menanggapi
isi Sumpah Pemuda ini, tak pelak banyak masyarakat maupun para ahli yang
menyatakan bahwa Sumpah Pemuda menjadi tonggak kelahiran bahasa Indonesia, seperti
yang tercantum pada poin ketiga. Maka untuk memperingati momen tersebut, tidak
hanya sebagai peringatan Hari Sumpah Pemuda, melainkan Oktober ditetapkan
sebagai bulan bahasa.
Semua sepakat dan mengakui
bahwa Oktober atau tepatnya Hari Sumpah Pemuda merupakan awal kelahiran bahasa
Indonesia. Akan tetapi, apakah kelahiran bahasa Indonesia hanya serta merta
setelah dibacakannya isi Sumpah Pemuda yang telah disebutkan di atas. Perlu
adanya pemahaman kembali yang lebih mendalam mengenai masa-masa awal kelahiran
bahasa Indoensia. Hal ini tentu sebagai pembelajaran bagi rakyat Indonesia,
terutama di kalangan muda betapa pentingnya kedudukan bahasa Indonesia.
Terlebih, di zaman sekarang, para orang tua lebih memilih memperkenalkan bahasa
asing kepada anak-anaknya. Bukan tidak mungkin, jika sekarang kelahiran bahasa
Indonesia yang mulai terlupakan, beberapa tahun mendatang bahasa Indonesia
menjadi bahasa yang asing di negeri sendiri.
Mengenai kelahiran bahasa Indonesia menurut ahli bahasa
Harimurti Kridalaksana dalam pengelitiannya terkait masa-masa awal bahasa
Indonesia memang tidak terpisahkan dari Kebangkitan Nasional. Para
perintis kemerdekaan tidak hanya memikirkan bagaimana merebut kekuasaan dari
penjajah, melainkan juga bagaimana mengisi kemerdekaan dan menjadikan bangsa
yang merdeka mempunyai kebudayaan yang bisa dibanggakan. Sejak awal tokoh-tokoh
seperti Ki Hadjar Dewantara, Mohamad Tabrani, Soemanang, Soedarjo Tjokrosisworo, Sutan Takdir
Alisjahbana, Poerbatjaraka, Sanoesi
Pane, Armijn Pane, dan para perintis kemerdekaan lain sudah memikirkan dan
mengungkapkan pemikirannya bagaimana bangsa ini dapat memiliki bahasa yang
bukan hanya berfungsi sebagai alat pemersatu komunikasi dalam masyarakat,
tetapi juga berfungsi sebagai bahasa kebudayaan yang mencerminkan kedewasaan
pemakainya dalam segala aspek kehidupan berbangsa.
Jasa para perintis kemerdekaan itu dalam bidang
politik sudah banyak diketahui orang, tetapi sebagai pelopor dan perintis
bidang bahasa, jangankan dihargai, disebutkan saja, tidak pernah dilakukan
orang di mana pun atau dalam forum bahasa manapun.
Lebih lanjut, Harimurti
menjelaskan bahwa sejarah awal
bahasa Indonesia dirintis oleh empat pendekar bahasa Indonesia pertama, yaitu Ki Hadjar Dewantara,
M. Tabrani, Soemanang, dan Soedarjo. Rintisan merekalah yang menjadi awal
sejarah bahasa kita, ketika kita meninggalkan ke-Melayuan dan berpindah
ke-Indonesiaan. Perpindahan ini berlangsung secara evolusioner, sebagaimana
tampak dari teks-teks yang beredar dari akhir abad ke-19 hingga tahun 1940-an.
Melalui tulisan, ditegaskan ialah fakta bahwa 2 Mei tahun 1926 adalah hari
kelahiran bahasa Indonesia, yakni ketika M. Tabrani
menyatakan bahwa bahasa bangsa Indonesia haruslah bahasa Indonesia, bukan bahasa Melayu. Pada tahun 1928, tepatnya tanggal 28
Oktober adalah saat diterimanya bahasa
Indonesia sebagai bahasa persatuan bangsa Indonesia melalui Sumpah Pemuda.
Namun, tetap harus kita catat bahwa struktural sejarah bahasa Indonesia yang
lengkap tidak dapat dilepaskan dari sejarah bahasa
Melayu jauh sebelum tahun 1926. (Fahrudin Mualim).
0 komentar:
Posting Komentar