Istilah “galau” menjadi sangat populer di kalangan
masyarakat. Tidak hanya anak kecil, remaja, bahkan para orang tua pun mengalami
yang namanya galau. Namun apa sebenarnya yang dimaksud dengan galau. Saya coba
mencari arti “galau” di Kamus Besar Bahasa
Indonesia (KBBI), maka saya dapati sebuah pengertian bahwa yang dimaksud
dengan “galau” adalah kacau tidak karuan (pikiran). Berdasarkan pengertian tersebut, saya coba memberikan pengertian
sendiri bahwa yang dimaksud dengan galau adalah perasaan atau pikiran yang
resah atau gelisah.
Apa sebenarnya yang menyebabkan kita menjadi galau.
Pada ayat selanjutnya dijelaskan bahwa
ada dua penyebab seseorang menjadi galau. Pertama,
hal yang menyebabkan seseorang mengalami kegalauan adalah ketika seseorang
ditimpa musibah atau cobaan. Hal tersebut dapat dilihat pada ayat selanjutnya,
yaitu ayat 20 “apabila ia ditimpa
kesusahan ia berkeluh kesah”. Golongan orang seperti ini tidak pernah
mensyukuri segala nikmat yang telah diberikan kepadanya, karena dalam hidupnya selalu dipenuhi rasa mengeluh, sehingga suatu nikmat akan selalu tidak terasa kepada
mereka yang suka mengeluh.
Sementara yang kedua,
yaitu orang diberi harta kekayaan, tetapi ia kikir. Hal tersebut terdapat pada
ayat selanjutnya, yaitu ayat 21 “dan
apabila mendapat kebaikan (harta) ia menjadi kikir”. Orang-orang yang masuk
ke dalam golongan ini beranggapan bahwa harta yang ia miliki merupakan hasil
kerja kerasnya sendiri, sehingga untuk berbagi kepada
sesamanya pun ia tidak mau bahkan untuk berzakat pun tidak. Padahal pada
dasarnya, apa yang kita dapatkan tidak pernah lepas dari perantara orang lain.
Hal yang paling sederhana dapat kita lihat
pada pedagang. Seorang
pedagang tidak akan laku jika
tidak ada orang yang membeli dagangannya. Oleh itu, untuk apa kita bersikap
kikir kepada orang lain.
Berdasarkan penjelasan di atas, bagaimana cara kita
mengatasi sifat galau. Pada ayat 22 dan 23, Allah Swt memberikan petunjuk
kepada kita yang memiliki sifat mengeluh
“kecuali orang-orang yang
melaksanakan shalat. Mereka yang tetap setia melaksanakan shalatnya”. Pemahaman
yang keliru adalah semakin berkembangnya ilmu teknologi, situs-situs jejaring
sosial merajai dunia maya membuat orang-orang
mengungkapkan keluh kesahnya di media sosial. Padahal
agama sangat melarang kepada kita untuk bersikap seperti itu. Secara jelas
Allah Swt sudah memberikan petunjuk, jika kita mengalami perasaan resah ataupun
gelisah, maka shalat adalah cara yang paling mujarab untuk mengatasi masalah
tersebut. Adukan semua yang menjadi keresahan kita kepada yang menciptakan
kita. Selanjutnya lakukan shalat secara continue serta tepat waktu. Semoga kita
selalu menjadi manusia yang selalu berpikir. (Fahrudin Mualim).