Suasana diskusi teknis pengelolaan bank tanah yang diadakan Balai Perumahan dan Lingkungan Pusat Litbang Perumahan dan Pemukiman, pada 27 Mei 2016. (foto: http://bit.ly/2aI6RHJ) |
Seiring bertambahnya jumlah penduduk di Indonesia menimbulkan
berbagai permasalahan yang harus segera ditangani. Salah satu dampak yang cukup
terasa dengan bertambahnya jumlah populasi
di Indonesia adalah permintaan hunian yang terus meningkat. Alhasil,
masalah kekurangan jumlah hunian untuk masyarakat pun mulai terjadi, bukan
hanya di kota-kota besar, tetapi juga di kota-kota yang menjadi penyangga,
seperti Bekasi. Bahkan, dari data yang dilansir metrotvnews.com, saat ini selisih kebutuhan dan ketersedian rumah
di Indonesia mencapai 13,5 juta unit. Data ini menunjukkan bahwa masih ada 13,5
juta keluarga tak memiliki rumah untuk tempat tinggal.
Terkait permasalahan kekurangan rumah bagi masyarakat
Indonesia, terdapat tiga faktor yang menjadi permasalahan utama yang harus
dihadapi, yakni meningkatnya permintaan, hambatan birokrasi, serta ketersedian
lahan. Dilansir dari laman Beritasatu.com
jumlah populasi yang terus berkembang membuat banyak lahan dimanfaatkan untuk
dibangun perumahan. Sekitar 800.000 rumah baru dibangun setiap tahun untuk
meminimalisir terjadi kekurangan. Kemudian masalah peraturan yang
berbelit-berbelit dan menyulitkan membuat kalangan pengembang memilih fokus
pada segmen menengah ke bawah yang lebih menjanjikan. Hal ini menyebabkan
terjadinya ketidakmerataan saat proses pelaksanaan pembangunan.
Lebih lanjut, ketersedian lahan ini berkaitan dengan mencari
tempat yang pas untuk membangun sebuah hunian. Memang ada banyak lahan yang
tersedia, namun masalah pembebasan lahan menjadi kendala. Belum lagi terkait
ketersedian lahan berkaitan dengan apakah lahan tersebut strategis untuk
dijadikan lahan hunian, tentunya ini menjadi pertimbangan para pengembang. Sementara
reklamasi yang digadang-gadang menjadi solusi dalam penambahan jumlah lahan,
saat ini membuat kalangan pengembang berpikir dua kali. Hal tersebut tidak
lepas karena adanya kasus reklamasi yang terjadi di Jakarta Utara.
Pembebasan lahan memang kerap menjadi masalah klasik
tersendatnya pembangunan infrastruktur di Indonesia. Hal ini mendorong
pemerintah untuk terus berupaya mengatasi pembebasan lahan, salah satunya
dengan mendirikan bank tanah (land bank).
Wacana bank tanah ini sebenarnya sudah disuarakan sejak April tahun lalu, saat
Kementerian PUPR masih dijabat Ferry Mursyidan Baldan. Saat itu Ferry M Baldan memiliki
konsep melalui bank tanah ini nantinya akan dibentuk lembaga semacam bank
tanah. Lembaga ini yang nantinya berfungsi dalam penyedian lahan untuk
perumahan rakyak dan pembangunan infrastruktur.
Meski terbilang terlambat dari negara-negara lain, namun pendirian
bank tanah ini menjadi solusi yang tepat, apalagi jika teralisasikan dengan
baik. Bank tanah ini sendiri sebenarnya memiliki fungsi utama menyimpan data
tentang ketersedian tanah di berbagai daerah. Tidak hanya itu, pembentukan bank
tanah dapat dimanfaatkan sebagai instrumen untuk menjaga harga tanah.
Kini kehadiran Sofyan Djalil sebagai menteri baru di tubuh
Kementerian PUPR menggantikan Ferry Mursyidan Baldan tentu diharapkan bisa
menjadikan bank tanah sebagai fokus dalam mengatasi masalah pembebasan lahan
yang kian mendesak. Adanya bank tanah,
selain menjadi salah satu solusi dalam mengatasi pembebasan lahan yang kerap
menyulitkan proyek infrastruktur, juga menjadi solusi untuk memenuhi perumahan
Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR).
Meski baru sebatas konsep, pendirian bank tanah jelas kian
terealisasi. Hal ini dapat dilihat kebijakan pemerintah yang menganggarkan
pendirian dan operasi bank tanah dalam Rancangan APBN-Perubahan 2016, dengan
alokasi anggaran yang diperkirakan melebihi Ro2,5 triliun. Bank tanah ini
nantinya akan berbentuk Badan Layanan Hukum (BLU) dan akan memfasilitasi
penyedian lahan untuk pembangunan proyek-proyek infrastruktur di Indonesia,
terutama untuk proyek yang masuk kategori prioritas.
Realisasi pendirian bank tanah semakin terlihat ketika pada
bulan Mei lalu, Balai Perumahan Lingkungan Pusat Litbang Perumahan dan
Pemukiman mengadakan diskusi teknis dengan mengangkat tema “Pengelolaan Bank
Tanah Dalam Memenuhi Kebutuhan Perumahan”. Diskusi tersebut bertujuan menampung
masukan dari para ahli dan praktisi terkait penyedian tanah untuk memenuhi
kebutuhan perumahan. Adanya diskusi ini tentu diharapkan dapat mendukung konsep
yang lebih matang dan komprehensif terkait percepatan realisasi bank tanah.
Perlu diketahui bahwa masih belum majunya tata kelola agraria
dan pendataan lahan di Indonesia menjadi kunci pentingnya persoalan ini. Tentunya sudah menjadi tugas Balitbang PUPR sebagai
badan yang dituntut selalu siap siaga menyediakan solusi dalam mengatasi
berbagai masalah yang muncul terkait proses pembangunan infrasturktur ini,
salah satunya dengan membuat produk maupun inovasi untuk memudahkan pendataan tanah.
Hal ini agar ke depan tidak ada lagi modus operandi tindak pidana korupsi
dilakukan lewat tanah karena adanya bank tanah maka lahan kosong sudah
terdeteksi. Semoga realisasi bank tanah ini nantinya menjadi jawaban terkait berbagai
permasalahan di bidang infrastruktur.
Tulisan ini dibuat untuk mengikuti Kompetisi Bloging Balitbang PUPR
Sumber:
0 komentar:
Posting Komentar